Cesarea, atau Caesarea Maritima, terletak tenang di pantai Mediterania biru tua milik Israel, di mana suara ombak bagaikan hembusan sejarah yang konstan.
Meskipun lebih dari dua milenium telah berlalu, tanah ini masih mempertahankan keagungan dan misteri kota yang pernah membawa kejayaan bagi Kekaisaran Romawi.
Berjalan melalui Cesarea hari ini, kita akan merasa seperti melangkah ke dalam buku kuno, yang setiap halamannya merupakan lapisan peninggalan yang ditumpuk satu di atas yang lain selama berabad-abad.
Pada zaman dahulu, ini hanyalah sebuah pemukiman kecil bangsa Fenisia yang disebut "Menara Straton". Baru pada masa kekuasaan Raja Herodes Agung, sekitar tahun 22 SM, wilayah pesisir ini diubah menjadi kota pelabuhan besar.
Herodes mencurahkan banyak upaya untuk membangun Caesarea, dan menamainya sesuai nama kaisar yang ia hormati - Caesar Augustus.
Dengan bakat dan visinya yang melampaui zamannya, sang raja membangun pelabuhan laut buatan menggunakan semen hidrolik - teknologi canggih yang langka pada saat itu - untuk menciptakan salah satu pusat komersial terbesar di Mediterania Timur.
Pada abad-abad berikutnya, Cesarea berkembang pesat di bawah kekuasaan Romawi dan kemudian Bizantium.

Jalanan berbatu, gedung-gedung megah, teater, arena pacuan kuda, pasar yang ramai… semuanya adalah hal-hal yang pernah membuat kota ini makmur.
Kaisarea menjadi ibu kota administratif Yudea, pusat perdagangan, budaya, dan agama yang penting bagi seluruh wilayah.
Banyak pemikir dan pemimpin agama telah berkunjung ke sini, meninggalkan jejak mendalam pada sejarah awal Kekristenan.
Namun, seperti banyak kota kuno lainnya, Kaisarea tidak luput dari kehancuran akibat perang dan waktu. Pergolakan zaman membawa kota ini pada kemunduran.
Selama Abad Pertengahan, ketika Tentara Salib menduduki, mereka menambahkan tembok dan benteng, menciptakan tampilan yang kokoh dan tenang yang masih dapat dilihat pengunjung saat ini pada tembok batu abu-abu yang tertutup lumut.
Namun, mungkin bagian terindah dari Cesarea adalah resonansi antara reruntuhan kuno dan laut serta langit modern. Di bawah sinar matahari Mediterania, teater Romawi kuno tampak dengan bangku-bangku batu melengkungnya, seolah masih menggemakan sorak-sorai penonton zaman dahulu.
Tidak jauh dari sana, fondasi istana Herodes terletak di tepi air, di mana sebuah kolam tepi laut pernah memantulkan sinar matahari yang cemerlang pada masa kejayaannya.
Dan jika Anda berjalan di sepanjang pantai, Anda akan dengan mudah menemukan sisa-sisa arena balap - tempat roda kayu pernah berlomba dalam balapan yang mendebarkan.
Setiap langkah di lantai batu itu membuat seseorang semakin merasakan napas masa lalu.

Cesarea sekarang menjadi taman nasional, tujuan wisata yang tepat bagi pencinta sejarah dan penjelajahan .
Jalan setapak di pesisir pantai membentang di antara sinar matahari dan angin sepoi-sepoi yang asin, kafe-kafe yang menghadap ke laut, layanan menyelam untuk melihat reruntuhan bawah laut - semuanya menciptakan pengalaman yang kuno dan modern.
Di sana, pengunjung dapat duduk santai di tepi pantai, membiarkan deburan ombak menceritakan kisah kota ini yang berusia dua ribu tahun.
Melihat Cesarea, orang dapat dengan mudah menyadari bahwa sejarah tidak pernah hanya sekadar angka atau peristiwa di halaman.
Sejarah di sini memiliki bentuk, warna, napas, dan gema peradaban yang pernah bersinggungan.
Cesarea bukan sekadar benteng kuno atau pelabuhan dagang Romawi; ia adalah saksi hidup waktu, titik pertemuan antara masa lalu dan masa kini, antara kemakmuran masa lalu dan kedamaian masa kini.
Sumber: https://www.vietnamplus.vn/cesarea-thanh-pho-la-ma-ngu-yen-ben-bo-bien-israel-post1081554.vnp










Komentar (0)