Serangan militer Ukraina ke wilayah Rusia dapat mengganggu pasokan gas ke Uni Eropa. Beberapa kilometer di dalam Rusia dari perbatasan Ukraina, Sudzha merupakan titik pemrosesan utama gas Rusia yang diekspor ke Eropa.
Menurut informasi dari VNA, menurut stasiun radio internasional Jerman, Deutsche Welle, pada 20 Agustus, perang antara Ukraina dan Rusia menciptakan dampak yang kompleks pada sistem energi penting kedua negara, dengan stasiun transit gas Sudzha menjadi titik panas baru. Sudzha, yang terletak tepat di sebelah perbatasan Ukraina di wilayah Rusia, memainkan peran penting dalam mengangkut gas dari Siberia melalui Ukraina ke negara-negara Uni Eropa seperti Hongaria, Austria, dan Slovakia.
Sebuah video terbaru dari militer Ukraina menunjukkan para tentara di kantor Gazprom di stasiun Sudzha, mengklaim bahwa mereka memiliki kendali penuh atas fasilitas tersebut. Rusia membantahnya dan bersikeras bahwa Ukraina tidak memiliki kendali penuh. Namun, tampaknya kedua belah pihak tidak ingin mengganggu transit gas melalui Sudzha, asalkan infrastrukturnya tidak rusak. Hal ini mencerminkan ketergantungan dan pentingnya pasokan energi bagi Ukraina dan Rusia, serta negara-negara Eropa yang terus menerima gas Rusia melalui sistem tersebut.
Sudzha adalah stasiun transit Rusia terakhir yang masih beroperasi di jalur gas melalui Ukraina, setelah Kiev berhenti menerima gas dari stasiun Sokhranovka pada Mei 2022. Fakta bahwa Ukraina tidak segera menutup jalur gas tersebut merupakan bukti bahwa Kiev tidak ingin memutus aliran gas dari Rusia melalui wilayahnya, setidaknya hingga perjanjian saat ini berakhir pada akhir tahun 2024.
Perjanjian transit gas lima tahun, yang ditandatangani pada tahun 2019 antara Gazprom Rusia dan Naftogaz Ukraina, akan berakhir pada Desember 2024. Meskipun Kiev menyatakan tidak ingin memperpanjangnya, baik Rusia maupun Ukraina berkepentingan untuk mempertahankan aliran gas hingga akhir perjanjian. Bagi Ukraina, mempertahankan pasokan gas bukan hanya sumber biaya transit, tetapi juga cara untuk menunjukkan tanggung jawab dan keandalan kepada negara-negara Uni Eropa, sementara Rusia ingin mempertahankan pendapatannya dari ekspor gas.
Meskipun konflik dengan Ukraina meningkat dan impor gas Rusia ke Eropa menurun tajam, Uni Eropa tetap menerima gas dari Rusia melalui Ukraina, serta melalui sumber gas alam cair (LNG) lainnya. Ketergantungan ini merupakan warisan dari ketergantungan Eropa selama bertahun-tahun pada pasokan energi Rusia, sebelum upaya untuk mengurangi ketergantungan ini dipercepat setelah konflik di Ukraina meletus.
Sebelum perang, lebih dari sepertiga pasokan gas Uni Eropa berasal dari Rusia. Namun, angka ini telah menurun tajam, menjadi sekitar 8% pada tahun 2023. Namun, gas Rusia masih menyumbang porsi yang signifikan, dengan total pangsa gas Rusia di Uni Eropa, termasuk LNG, masih mencapai 15% pada tahun 2023. Sebagian besar gas ini dipasok melalui pipa dan LNG, terutama ke negara-negara seperti Austria, Hongaria, dan Slovakia. Patut dicatat, negara-negara ini, meskipun memiliki hubungan dekat dengan Moskow, juga sedang bersiap menghadapi kemungkinan gangguan pasokan ketika perjanjian saat ini berakhir pada akhir tahun 2024.
Ketergantungan Eropa terhadap gas Rusia telah berkurang drastis hingga saat ini, tetapi masih ada, terutama melalui rute seperti Turkstream dan LNG. Dengan rute Ukraina yang kemungkinan akan ditutup pada akhir tahun 2024, Turkstream bisa menjadi satu-satunya rute penting bagi gas Rusia ke Eropa. Di saat yang sama, peningkatan impor LNG dari Rusia, terutama dari negara-negara seperti Prancis, Belanda, dan Spanyol, menunjukkan bahwa Rusia masih memiliki tempat di pasar energi Eropa.
Namun, Eropa semakin ketat dengan pembatasan impor gas dari Rusia. Uni Eropa telah memutuskan untuk melarang pengangkutan LNG Rusia di pelabuhannya mulai Maret 2025.
Menurut VNA
[iklan_2]
Sumber: https://www.sggp.org.vn/cuoc-tan-cong-vao-lanh-tho-nga-cua-ukraine-co-tac-dong-ra-sao-post755040.html






Komentar (0)