![]() |
Kursi tengah dianggap sebagai kursi terburuk di pesawat. Foto: Hasan Gulec/Pexels. |
Menurut Business Insider , kursi tengah sering dianggap sebagai "kursi terburuk di pesawat" karena tidak memiliki pemandangan jendela maupun kebebasan bergerak seperti kursi di lorong. Orang yang duduk di tengah terjepit di antara dua penumpang, kekurangan ruang untuk lengan, kesulitan berdiri untuk pergi ke kamar mandi, dan sering kali merasa "tidak tahu harus meletakkan tangan di mana".
Psikologi "menghindari kursi tengah" bahkan lebih jelas terlihat dalam data. Sebuah survei yang dikutip di New York Post menunjukkan bahwa hanya 1,7% wisatawan Amerika yang lebih suka duduk di kursi tengah. Sebelumnya, analisis perilaku penumpang menunjukkan bahwa banyak orang bahkan rela menginap di bandara hanya untuk bisa pindah ke kursi lorong, alih-alih harus duduk di tengah dalam penerbangan yang penuh sesak.
Karena diskriminasi ini, kursi tengah seringkali menjadi pilihan terakhir dalam sistem alokasi kursi. Pesawat-pesawat populer seperti Airbus A320 atau Boeing 737 dengan konfigurasi 3-3 seringkali dengan cepat memenuhi kursi jendela dan lorong, sehingga kursi tengah tersedia bagi penumpang yang memesan tiket terlambat atau penumpang kelas bawah yang tidak memiliki pilihan tempat duduk.
Sementara itu, Business Insider menjelaskan bahwa pada tiket murah, penumpang sering kali "otomatis ditempatkan" di kursi tengah, sehingga kursi ini jarang kosong, betapapun dibencinya kursi tersebut.
![]() ![]() |
Kursi tengah tetap diminati meskipun dibenci berkat strategi bisnis maskapai yang efektif. Foto: Adrien Olichon, Kelly/Pexels. |
Namun, alasan mengapa kursi tengah hampir kosong berasal dari alasan yang lebih penting: pendapatan. Industri penerbangan selalu mengoptimalkan indeks Faktor Muatan Penumpang (PLF)—koefisien utilisasi kursi. Analisis PLF menunjukkan bahwa semakin tinggi koefisien ini, semakin baik maskapai memanfaatkan kapasitas operasionalnya; PLF yang rendah berarti banyak kursi kosong, yang mengakibatkan penurunan pendapatan yang signifikan. Oleh karena itu, untuk mencapai efisiensi ekonomi , maskapai selalu berusaha "mengisi setiap kursi", termasuk kursi tengah.
Selama pandemi, beberapa maskapai membiarkan kursi tengah kosong untuk menciptakan jarak aman. Namun, menurut laporan analisis OAG, jika mereka ingin kursi tengah kosong secara permanen dan tetap mempertahankan pendapatan, harga tiket bisa naik hingga 50%. Kenaikan ini tidak dapat diterima oleh sebagian besar penumpang, sehingga segera setelah permintaan pulih, maskapai segera kembali ke model "isi semua kursi".
Di saat yang sama, maskapai penerbangan juga telah mengubah "menghindari kursi tengah" menjadi sumber pendapatan tambahan. Banyak studi tentang strategi penetapan harga menunjukkan bahwa pemilihan kursi merupakan salah satu segmen pendapatan non-tiket yang penting, dengan penumpang bersedia membayar lebih untuk memilih kursi dekat jendela, kursi di lorong, atau area yang lebih tenang. Hal ini mengubah kursi tengah menjadi semacam "posisi referensi", dan mereka yang tidak ingin duduk di sana harus membayar lebih.
Beberapa maskapai bahkan telah mengubah kursi tengah yang kosong menjadi sebuah produk. Misalnya, Virgin Australia menawarkan "kursi bebas tetangga", di mana penumpang dapat menawar kursi kosong di sebelahnya, dengan membayar agar kursi tengah kosong. Ini membuktikan bahwa kursi tengah yang kosong bukanlah "acak", melainkan sebuah produk yang bernilai ekonomis.
Dari perspektif perilaku, fakta bahwa sebagian besar penumpang tidak menyukai kursi tengah justru membantu mereka tetap sibuk. Orang-orang yang memesan tiket lebih awal, membeli tiket murah, lupa memilih tempat duduk, atau tidak ingin membayar ekstra menjadi kelompok alami yang mengisi kursi tengah. Beberapa pengecualian, seperti orang-orang yang percaya kursi tengah di baris tengah lebih aman saat terjadi kecelakaan, merupakan pengecualian yang jarang terjadi.
Dengan kata lain, kursi tengah adalah contoh klasik keseimbangan antara pengalaman penumpang dan efisiensi ekonomi. Bagi penumpang, kursi tengah terasa sempit, pengap, dan tidak nyaman. Namun, bagi maskapai penerbangan, kursi tengah merupakan aset yang perlu dioptimalkan, dan bahkan dapat "didaur ulang" menjadi layanan yang menghasilkan lebih banyak uang.
Selama maskapai penerbangan masih bersaing untuk mendapatkan pendapatan dan penumpang masih lebih suka tarif rendah, kursi tengah akan tetap menjadi posisi yang “menyedihkan”, tetapi Anda hampir tidak akan menemukannya kosong.
Sumber: https://znews.vn/ghe-kho-nhat-may-bay-post1607576.html









Komentar (0)