
Jangan tanya AI dulu, teliti dan pikirkan sendiri untuk mendapatkan jawabannya terlebih dahulu.
Generasi muda (Gen Z dan Gen Alfa) tumbuh besar dengan chatbot AI, sebuah alat ajaib yang dapat menjawab pertanyaan apa pun dengan cepat. Kemudahan ini merupakan langkah maju yang besar, tetapi juga berpotensi mengikis kemampuan berpikir independen kaum muda secara diam-diam.
Pemikiran satu dimensi dari AI
Berpikir kritis bukanlah kemampuan menghafal informasi, melainkan kemampuan untuk bertanya, mengevaluasi, membandingkan, dan membangun argumen sendiri berdasarkan bukti. Namun, chatbot AI telah menghilangkan sebagian besar proses ini. Ketika dihadapkan dengan pertanyaan sulit atau latihan yang kompleks, refleks pertama banyak anak muda bukan lagi mencari tahu atau bertukar pikiran, melainkan: "Tanya AI!".
AI menyediakan jawaban yang disintesis, diringkas, dan disajikan dengan sempurna. Penerimaan informasi yang "diproses" ini menghilangkan kebutuhan pengguna muda untuk menghadapi sendiri informasi mentah, membandingkan sumber yang saling bertentangan, atau memilah-milah data. Otak menjadi terbiasa mengonsumsi produk akhir, alih-alih berpartisipasi dalam proses produksi pengetahuan.
Jawaban AI selalu meyakinkan, lancar, dan tampak tepercaya. Hal ini menciptakan "ilusi akurasi", sehingga anak muda mudah menerima informasi tersebut tanpa bertanya, "Apakah informasi ini benar? Dari mana asalnya? Apakah ada perspektif lain?". Kurangnya skeptisisme yang diperlukan inilah yang menjadi "musuh" terbesar berpikir kritis.
Keterampilan analitis menurun
Dalam proses pembelajaran tradisional, ketika seorang siswa harus menulis esai sepanjang 5.000 kata, mereka dipaksa untuk melakukan banyak operasi pemikiran yang rumit, mulai dari membagi topik, membuat kerangka logis, mencari dan menganalisis lusinan dokumen berbeda, hingga menghubungkan semuanya menjadi satu kesatuan utuh.
Chatbot AI dapat menghasilkan draf, kerangka, atau bahkan artikel lengkap. Anak muda hanya perlu melakukan penyuntingan kecil. Hal ini menyebabkan pengalihan kognitif, atau pendelegasian tugas berpikir kompleks kepada mesin. Jika orang terus melakukan ini, mereka secara bertahap akan kehilangan kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas berpikir mendalam tersebut sendiri.
Akibatnya, tanpa melakukan penelitian mendalam dan menganalisis detailnya sendiri, pemahaman generasi muda hanya akan berhenti di permukaan, berdasarkan poin-poin ringkasan AI, sehingga sulit mencapai pemahaman mendalam dan multidimensi tentang suatu isu.
Dampak pada metode pembelajaran
Ketergantungan jangka panjang pada AI dapat menyebabkan kondisi psikologis yang dikenal sebagai "ketidakberdayaan akademis". Jika AI terus-menerus digunakan untuk memecahkan setiap masalah akademis, generasi muda akan mengembangkan keyakinan bahwa mereka tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas kompleks sendirian.
Tanpa perangkat AI, atau ketika dihadapkan dengan masalah nyata dan baru yang tidak dapat segera dipecahkan oleh AI, mereka mudah merasa tersesat, bingung, dan menyerah. Hal ini secara langsung mengancam kemandirian, ketekunan, dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan tantangan yang belum memiliki solusi siap pakai dalam karier dan kehidupan masa depan mereka.
Chatbot AI memang merupakan alat yang ampuh. Namun, jika tidak dilatih untuk menggunakannya secara sadar, chatbot akan menjadi beban intelektual, yang melemahkan kemampuan berpikir kritis generasi muda. Penting untuk mengajarkan generasi muda agar memandang AI sebagai mitra untuk menyempurnakan ide-ide mereka, bukan sebagai pemecah masalah yang berpikir untuk mereka.
Sumber: https://tuoitre.vn/khi-ai-bien-gioi-tre-thanh-the-he-biet-tuot-nhung-khong-biet-nghi-20251110210804508.htm






Komentar (0)