
AI sebagai “digitalisator” – melestarikan warisan dari kepunahan
Jika sebelumnya, pelestarian citra warisan budaya hanya dilakukan melalui fotografi, sketsa, atau pemodelan manual, kini AI yang dipadukan dengan teknologi pemindaian 3D memungkinkan reproduksi detail setiap bata dan pola. Di dunia , proyek CyArk telah menerapkan teknologi ini untuk melestarikan banyak peninggalan terkenal seperti Angkor Wat (Kamboja), Katedral Notre Dame (Prancis). Di Vietnam, benteng Co Loa dipindai menggunakan teknologi LIDAR (laser penembus hutan), dan datanya kemudian dianalisis oleh AI, membantu menemukan jejak arkeologi yang lebih berharga, membuktikan keberadaan budaya tersebut lebih dari 2.000 tahun yang lalu.


AI sebagai “penerjemah bahasa kuno” - menguraikan teks-teks kuno
Banyak dokumen kuno dengan aksara yang sulit dirujuk seperti Nom dan Han seringkali menyulitkan penelitian. Kecerdasan buatan (AI) membuka arah baru dalam mendekode dan mendigitalkan dokumen-dokumen ini. Sebelumnya, Google menggunakan AI untuk mendekode Naskah Laut Mati. Di Vietnam, Institut Han Nom telah menguji AI untuk mengenali aksara Nom, sehingga mengubah tulisan tangan kuno menjadi teks digital, berkontribusi dalam mendekatkan harta karun berupa prasasti, puisi, dan silsilah kepada masyarakat.
AI sebagai “pemandu wisata virtual” – membawa warisan lebih dekat ke publik
Museum pintar di seluruh dunia telah menerapkan teknologi realitas virtual (VR), realitas tertambah (AR), dan chatbot untuk melayani pengunjung dari jarak jauh. British Museum (Inggris) adalah contohnya, yang memungkinkan publik menikmati pameran langsung dari rumah.
Di Vietnam, Museum Sejarah Nasional telah menerapkan aplikasi AR/VR, yang mendukung pengunjung menjelajahi artefak dari berbagai sudut, disertai penjelasan virtual menggunakan AI. Khususnya, mulai Maret 2025, Museum Da Nang resmi dibuka dengan tampilan baru, memamerkan lebih dari 3.000 artefak. Sorotan utama adalah robot cerdas Luna - yang mampu berkomunikasi multibahasa, memandu, dan memperkenalkan topik kepada pengunjung. Museum ini juga menggunakan teknologi Pemetaan 3D, film 3D, dan bentuk proyeksi modern, menjadikan tur ini pengalaman yang intuitif dan nyata.

Tantangan yang dihadapi
Selain manfaatnya, penerapan AI dalam konservasi warisan juga menghadapi beberapa tantangan:
+ Sumber data tidak lengkap dan tidak akurat;
+ Risiko kesalahan dalam mendekode dan menafsirkan konteks budaya;
+ Hak cipta dan masalah etika saat mereproduksi gambar, suara, dan artefak;
+ Risiko mengikuti tren, kehilangan nilai asli warisan.
Solusi bagi AI dan warisan untuk “hidup berdampingan secara damai ”
Agar AI benar-benar menjadi alat yang berguna dalam pelestarian warisan, maka perlu untuk:
+ Berinvestasi serius dalam digitalisasi, memastikan data lengkap, akurat, dan memiliki konteks budaya;
+ Memperkuat hubungan antara pakar budaya dan sejarah serta tim teknologi;
+ Membangun koridor hukum yang jelas tentang hak cipta dan hak penggunaan data;
+ Mempromosikan pekerjaan propaganda dan meningkatkan kesadaran publik tentang peran pendukung AI dalam pelestarian warisan.
AI dapat memindai 3D, menerjemahkan aksara Nom, merestorasi lukisan kuno, atau menciptakan kembali relik, tetapi semuanya hanyalah "uluran tangan" manusia. Jiwa warisan masih bersemayam di hati mereka yang melestarikan dan mencintainya. Jika kita tahu cara memanfaatkan AI dengan terampil, generasi muda tidak hanya akan belajar sejarah melalui buku, tetapi juga dapat "menyentuh" warisan dengan cara yang baru dan hidup. Dengan demikian, warisan tidak hanya akan dilestarikan, tetapi juga dihidupkan kembali dan disebarkan lebih kuat dalam kehidupan saat ini.
Menurut https://dost.danang.gov.vn
Sumber: https://baotanghochiminh.vn/khi-ai-tro-thanh-nguoi-giu-hon-di-san.htm






Komentar (0)