Kontes "Guru Tercinta" ke-4, 2024-2025, yang diselenggarakan oleh Surat Kabar Nguoi Lao Dong, menarik banyak karya dari seluruh negeri, menciptakan gambaran yang realistis, murni, tetapi sangat mendalam tentang profesi guru dan tradisi "menghormati guru" Vietnam.
Memilih mengajar sebagai cara hidup
Menyimak setiap halamannya, kita makin menghargai dan mencintai guru-guru yang selama ini telah dan sedang berupaya memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan negeri ini, demi masa depan gemilang bagi generasi penerus.
Sorotan pertama kontes tahun ini adalah artikel tentang guru yang bekerja di daerah terpencil. Dengan langkah tak kenal lelah di tempat-tempat di mana menabur pengetahuan sama pentingnya dan sesulit menjaga api tetap menyala, artikel-artikel ini membuat kita takjub sekaligus kagum.

Para kontestan, guru, dan siswa menghadiri upacara penghargaan kontes menulis "Guru Tercinta" ke-3, yang diadakan pada bulan November 2024. Foto: HOANG TRIEU
Artikel "Rajin menabur ilmu, rajin memberi" karya penulis Nguyen Tran Thanh Truc menceritakan kisah guru Thai Thi Xuan Thuy yang tak hanya membawa buku, tetapi juga memberikan cinta kasih yang tak terbatas kepada murid-muridnya. Setelah bertahun-tahun, sang tukang perahu masih tekun menjalankan misi mulianya, sesekali membantu mereka yang berada dalam kesulitan dan perlu terus bersekolah. Tanpa meminta imbalan apa pun, ia memberi tanpa pamrih dengan satu-satunya harapan agar murid-muridnya meraih cita-cita dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.
Dan ada banyak sekali guru yang tak ragu melewati jalanan berlumpur, atap-atap kosong, dan berdiri di depan papan tulis di bawah tatapan penuh semangat para siswa—anak-anak yang menganggap kelas sebagai satu-satunya kegembiraan hari itu. Di dataran tinggi berbatu dengan jalanan curam atau daerah perbatasan terpencil, cuaca buruk menjadi tantangan sehari-hari, selalu ada orang yang memilih untuk mengajar, mendampingi anak-anak muda dengan segala kegigihannya.
Artikel "Teguh Berpegang pada Kelas, Mengajar di Dataran Tinggi" karya penulis Kieu Xuan Quynh menggambarkan sosok guru Bui Thi Hong Van, yang telah mengabdikan 20 tahun membawa surat-surat mendaki gunung. Sekolah di dataran tinggi adalah kampung halamannya, rumah yang selalu ia bangun. Meskipun ada kalanya ia harus mendorong sepedanya menyeberangi sungai, menutupi buku-bukunya dengan baju agar tidak basah, ia tak pernah terpikir untuk meninggalkan kelas. Dalam setiap kata, pembaca merasakan keyakinan yang sederhana namun kuat: selama masih ada guru di kelas, anak-anak tak akan tertinggal.
Artikel lain dari penulis ini berjudul "Menabur Benih Bakat di Dataran Tinggi Berbatu" tentang seorang guru yang tidak hanya mengajarkan huruf tetapi juga mengajarkan siswa untuk bermimpi. Model buatan tangan, gambar berwarna, dan produk-produk kecil nan cantik dari tangan anak-anak menjadi saksi perubahan. Ia telah menginspirasi semangat kreatif anak-anak di tengah berbagai kesulitan.
Jelaslah bahwa di tempat-tempat dengan kondisi yang kurang menguntungkan, mengajar bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah perjalanan untuk menjaga api tetap menyala—kobaran api yang perlahan namun kuat yang mengusir dinginnya musim dingin dan menyalakan harapan bagi para pelajar.
Banyak guru mengajar tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan, dan pelajaran yang mereka tinggalkan melampaui ruang kelas. Guru menjadi pelajaran hidup - contoh kasih sayang dan tanggung jawab.
"Guru yang mendonorkan darah 33 kali" (penulis: Nguyen Van Nhat Thanh) adalah contoh khas kehidupan yang indah. Dari masa kuliah hingga masa mengajar, beliau selalu menganggap donor darah sebagai cara untuk membantu sesama. Dan yang menakjubkan, banyak muridnya kemudian mengikuti jejaknya. Tanpa perlu ceramah panjang lebar, teladan beliau mengajarkan mereka pelajaran humanis yang paling mendalam.
Dalam artikel "Rajin Mengajarkan Profesi kepada Perempuan Disabilitas" karya penulis Trinh Thi Thu Van, guru vokasional tidak hanya memberikan keterampilan, tetapi juga berperan sebagai saudara perempuan, sahabat, dan teman. Setiap karya yang dihasilkan merupakan momen ketika pembelajar merasakan nilai diri mereka sendiri.
Lalu ada guru yang memilih untuk mengajarkan moralitas melalui tindakan nyata: memobilisasi para dermawan untuk memperbaiki atap, memberikan pakaian hangat musim dingin kepada siswa miskin. Siswa melihat dan belajar secara alami dan berkelanjutan.
Pendidikan lebih dari sekadar buku teks; tetapi merupakan perjalanan memberdayakan mereka yang tampaknya tertinggal.
"Guru Buta Menabur Harapan" karya penulis Nguyen Thi Nga menceritakan kisah perjalanannya mengatasi kesulitan. Meskipun buta, ia menjadi orang yang menerangi pengetahuan bagi ratusan siswa. Rencana pembelajaran Braille dan langkah-langkah tertatih-tatih menuju kelas telah menciptakan simbol kegigihan yang indah.
Guru era baru
"Guru-guru Kota Ho Chi Minh dengan gigih membawa buku mendaki gunung" karya Van Nhi adalah salah satu kisah yang menghangatkan hati para pembaca. Setiap perjalanan truk pengangkut buku ke dataran tinggi menjadi pengingat bahwa pengetahuan tidak boleh berhenti di perkotaan. Beberapa anak memegang buku berwarna untuk pertama kalinya, yang lain terpesona oleh buku-buku sains kuno. Buku-buku itu menjadi jembatan yang menghubungkan kota dan pegunungan.
Dari pegunungan hingga perkotaan, dari ruang kelas kecil hingga jalur pegunungan, dari guru tunanetra hingga pendonor darah, semuanya berpadu menciptakan gambaran utuh tentang keindahan profesi guru di Vietnam. Yang menyentuh hati pembaca adalah kegigihan, kesunyian, dan dedikasi yang tak perlu diakui. Para guru tidak mencari imbalan. Mereka hanya memilih untuk menabur benih. Dan benih-benih itu akan tumbuh dan menjadi musim pengetahuan yang hijau bagi masyarakat masa depan.
Di era di mana pengetahuan terus berubah setiap hari, citra guru tak lagi identik dengan podium dan buku teks. Mustahil untuk tidak menyebut generasi guru baru yang diam-diam sedang membuat perubahan besar: membawa dunia nyata ke dalam kelas dan membuka pintu bagi siswa untuk melangkah menuju masa depan mereka sendiri. Artikel "Devoting oneself to support students' steps" karya Hoang Thi Truc Thuy menggambarkan kisah nyata tentang guru Ngo Tran Thinh, Kepala Departemen Multimedia - HTV News Center, yang disebut-sebut oleh para siswa sebagai sosok yang "membawa profesi ke dalam kelas". Dengan latar belakang Ilmu Komputer di Greenwich University (Inggris) dan gelar magister komunikasi di Stirling University (Skotlandia), ia menerapkan pemikiran internasional dalam metode pengajarannya. Di sana, para siswa tidak hanya mendengarkan teori tetapi juga langsung mengerjakan proyek nyata, menangani situasi nyata, dan merasakan tekanan serta tuntutan nyata dari lingkungan media profesional.
Keunikan Bapak Thinh terletak pada filosofinya: seorang guru tidak membatasi pengetahuan, melainkan menciptakan kondisi bagi siswa untuk "beroperasi secara mandiri" ketika mereka memasuki dunia. Berasal dari keluarga yang memiliki tradisi pendidikan, beliau mewarisi dedikasi orang tuanya, tetapi memilih untuk mengekspresikannya melalui semangat teknologi, inovasi, dan pembaruan yang terus-menerus seiring perkembangan era digital. Beliau menganggap dirinya sebagai "sahabat karib" para siswa – seseorang yang siap membantu ketika mereka menghadapi kesulitan, mulai dari belajar hingga kehidupan. Banyak siswa menemukan peluang kerja, mengatasi berbagai insiden, atau mendapatkan kembali kepercayaan diri melalui persahabatan yang hening tersebut.
Di ruang kuliah Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora - VNU-HCM, Dr. Chu Duy Ly menjadi teladan seorang guru yang memperluas wawasan dan mengglobalkan pemikiran mahasiswa. Sebagai penduduk asli Buon Ma Thuot (Dak Lak), tumbuh di lingkungan multikultural Kinh-Ede-Jrai, ia segera membentuk visi yang luas. Dari kecintaan masa kecil seperti mengoleksi perangko, komik, musik internasional, hingga perjalanan akademisnya dengan beasiswa doktoral gabungan Singapura-Harvard, ia membawa semangat akademis yang serius, ramah, dan muda ke dalam kelas.
Dr. Chu Duy Ly tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga mengajukan pertanyaan, mendorong mahasiswa untuk meneliti, berdebat, dan berkomitmen. Artikel Ha Vy yang berjudul "Membuka pintu bagi mahasiswa untuk tumbuh mandiri" menunjukkan bahwa bagi Bapak Duy Ly, ruang kelas adalah titik awal, dan kedewasaan sejati datang dari mahasiswa yang menemukan dan menemukan jalan yang tepat bagi diri mereka sendiri. Banyak generasi mahasiswanya telah memasuki program internasional, menerima beasiswa penelitian, atau mengembangkan karier yang lebih luas berkat semangat "membuka pintu bagi mahasiswa untuk maju mandiri" dan melangkah ke dunia...
Sore hari tanggal 17 November, pemberian hadiah untuk 2 kontes menulis
Pada pukul 14.00 tanggal 17 November, Surat Kabar Lao Dong akan menyelenggarakan upacara penghargaan untuk kontes menulis "Guru Tercinta" dan "Kebaikan di Sekitar Kita" tahun 2024-2025. Para juri telah memilih karya-karya terbaik dari ratusan peserta untuk memberikan hadiah.
Pada upacara penghargaan ini, Surat Kabar Nguoi Lao Dong juga akan memberikan penghargaan kepada sejumlah kelompok dan individu berprestasi yang muncul dari halaman-halaman karya tulis. Acara ini akan disiarkan daring di nld.com.vn dan disiarkan langsung di platform digital Surat Kabar Nguoi Lao Dong.
Inspirasi yang kuat
Dalam arus pendidikan saat ini, para guru yang digambarkan dalam karya-karya kontes menjadi penopang berharga, tak hanya bagi generasi siswa, tetapi juga menginspirasi masyarakat. Mereka tak hanya menularkan ilmu, tetapi juga membuka jalan, memberi sayap, dan menyerahkan kunci bagi generasi muda untuk melangkah menuju kedewasaan. Dari perjalanan-perjalanan sunyi inilah citra guru didefinisikan ulang dari hari ke hari—lebih dekat, lebih realistis, dan lebih menginspirasi daripada sebelumnya.
Sumber: https://nld.com.vn/tan-tuy-truyen-lua-geo-mam-xanh-196251111204334717.htm






Komentar (0)