Kami berlama-lama di depan deretan empat rumah milik Ibu Le Thi Hong An (lahir tahun 1966). Warna ungu yang mencolok di langit senja tampak sederhana, namun memikat. Ibu An menjelaskan bahwa ia memilih warna ungu bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena melambangkan kesetiaan dan menjadi pengingat bagi anak-anaknya untuk saling menghargai, tetap bersatu, dan tetap berakar di tanah ini. Di wilayah perbatasan yang disapu angin, seorang perempuan membesarkan anak-anaknya dalam diam, menabung setiap sen untuk membangun kehidupan, dan pada hari ia menerima rumah barunya, ia masih menangis seperti anak kecil… semua ini mencerminkan keinginannya yang paling sederhana: keluarga yang hangat, tempat yang aman untuk kembali.
Beberapa ratus meter lebih jauh, terdapat rumah yang sedang diselesaikan oleh Bapak Huynh Phuc Bao. Lantainya masih berbau semen, dindingnya belum dicat, tetapi bendera nasional dan TV baru telah tertata rapi di ruang tamu, menunggu untuk digantung dengan khidmat. Setelah bertahun-tahun tinggal di rumah sementara yang bobrok, setiap musim hujan selalu mencemaskan, kini Bapak Bao hanya berharap dapat menyelesaikannya tepat waktu agar istri dan anak-anaknya memiliki tempat tinggal yang kokoh untuk menghindari hujan dan angin. Namun, yang membuatnya lebih emosional adalah rasa damai. Ia mengatakan bahwa daerah perbatasan ini sekarang sangat berbeda: jalan-jalan telah diaspal, penduduknya padat, dan setiap malam terlihat siluet tentara berpatroli. "Ada tentara dan milisi, saya tinggal di dekat pos pemeriksaan, saya tidak pernah takut," ujarnya sambil tersenyum lembut.
Sore itu, saya bertemu dengan Bapak Pham Ngoc Sinh, Panglima Komando Militer Komune My Quy. Wajahnya kecokelatan seperti orang yang berjaga sepanjang tahun, tetapi suaranya lembut dan hangat. Beliau mengatakan bahwa agar dapat hadir pada upacara serah terima, beliau harus menugaskan saudara-saudaranya untuk bertugas lebih awal, karena tentara di daerah perbatasan tidak memiliki satu hari "bebas" dalam arti sebenarnya. Setiap rumah baru bagaikan "perpanjangan tangan" pasukan, karena hanya dengan populasi yang stabil dapat ada dukungan bagi tentara, polisi, dan penjaga perbatasan. Lampu-lampu rumah di kedua sisi jalan membantu mereka yang berpatroli malam merasa lebih aman, karena "setiap atap adalah pos jaga yang damai".
Tiga karakter, tiga cerita pendek, tetapi satu kesamaan: semuanya berusaha bertahan di tanah ini, melindungi desa, dan membangun kehidupan yang damai di balik pagar pembatas. Daerah perbatasan ini dulunya jarang penduduk, kekurangan listrik dan air. Penduduk yang bertahan hidup terutama bergantung pada peternakan dan pertanian, dengan pendapatan yang tidak stabil, terkadang ketika panen bagus, harganya rendah, dan ketika harga bagus, panennya buruk. Namun hanya beberapa tahun yang lalu, penampilan tempat ini berubah drastis: permukiman yang berdekatan dengan pos milisi dan pos perbatasan dibangun; jalan patroli diperluas; sistem listrik dan air diinvestasikan secara lebih sinkron. Bendera-bendera baru yang dikibarkan di depan beranda setiap rumah bagaikan tonggak perdamaian tanpa kata.
Tentara dalam kisah Sinh memberikan analogi yang sangat akurat: ketika populasi stabil, perbatasan tidak hanya dilindungi oleh pagar dan penanda, tetapi juga oleh "hati rakyat". Pasukan patroli memiliki lebih banyak mata dan telinga; pemerintah daerah memiliki lebih banyak orang yang bersedia melaporkan dan memberikan dukungan ketika ada tanda-tanda ketidaknormalan. Dan yang terpenting, masyarakat merasa terikat dengan tempat tinggal mereka, bukan hanya karena mereka memiliki atap baru, tetapi juga karena mereka melihat masa depan di sini.
Kami menyusuri jalan-jalan kecil tempat bendera-bendera yang baru saja diserahkan sehari sebelumnya berkibar tertiup angin. Setiap bendera, setiap rumah, setiap api yang berasap... adalah secuil kedamaian yang tidak dimiliki setiap daerah perbatasan. Di tengah perbatasan Wilayah Militer 7 sepanjang 768 km, "tanda-tanda hati rakyat" itu berkontribusi dalam menjaga perbatasan dengan cara yang paling lembut namun efektif: melalui cahaya kehidupan sehari-hari yang damai dan bahagia.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/anh-den-bien-gioi-post827599.html










Komentar (0)