
Ketika keluarga masih miskin, makanan utama saja tidak cukup, apalagi camilan dan makanan ringan. Maka, hari membuat kue pisang goreng tentu saja menjadi "peristiwa besar" di mata anak-anak.
Nenek mengemas semua yang dimilikinya di rumah, termasuk serbuk gergaji untuk kompor, beberapa ikat pisang matang, kelapa tua, gula, tepung beras ketan, dan ubi jalar.
Setelah itu, ia mulai membuat "pesta" kue pisang goreng, hampir seratus buah, untuk dibagikan kepada anak, cucu, dan tetangganya. Sambil membuatnya, ia berkata: "Angin dan hujan datang setahun sekali, jadi kue pisang gorengnya sama saja, jangan minta lebih!". Kami membantunya dan tertawa riang, hati kami dipenuhi sukacita.
Sekarang, sulit menemukan tungku kayu bakar, tetapi saya tetap berusaha mengatur api gas ke rendah agar lebih mudah menggoreng kue. Saya juga berkeliling pasar untuk mencari seikat pisang, sepotong kelapa tua, dan satu kilogram ubi jalar.
Setelah bahan-bahan disiapkan dan dicampur, irisan kelapa dan ubi jalar yang telah diiris tipis dicampurkan ke dalam adonan. Panaskan wajan berisi minyak hingga panas, tuang adonan dan bahan-bahan sesendok demi sesendok, lalu goreng hingga renyah.
Setelah kue matang, angkat dan tiriskan, lalu taburi biji wijen sebagai "hiasan". Selamat menikmati. Gigitan pertama akan langsung terasa renyahnya kue, manisnya pisang yang lembut berpadu dengan rasa kelapa yang kaya.
Melihat anak-anak saya menyantap kue kering keemasan renyah di dapur kecil, saya teringat kenangan lama saya. Di hari hujan gerimis, tak ada yang lebih nikmat daripada menyantap kue pisang goreng. Sambil makan, kami berseru, lalu saling bercerita tentang sekolah dan kelas. Kisah-kisah masa kecil mengikuti irama hujan yang turun di luar jendela.
Hidup sekarang sibuk, jadi tidak sulit menemukan kue pisang goreng di warung kaki lima atau pasar. Namun, cita rasa masa lalu hanya bisa ditemukan pada kue pisang goreng di dapur keluarga!
[iklan_2]
Sumber: https://baoquangnam.vn/banh-chuoi-chien-ngay-mua-gio-3141933.html






Komentar (0)