Dermaga Nom di musim kemarau. Foto: Kontributor |
Pertama kali saya menjadi pemandu wisata sukarela, bulan Mei, teman fotografer saya dari Vung Tau datang berkunjung dan bersikeras pergi ke Ben Nom untuk memotret demi memuaskan hasratnya. Dari Dau Giay, kami berkendara sekitar 18 km di Jalan Raya 20 menuju Dalat, menyusuri jalan menuju Ben Nom di bawah cahaya sore yang remang-remang.
Aku terdiam, hanya beberapa detik, tetapi rasanya waktu berhenti di tengah tarikan napas. Di depan mataku terbentang pemandangan alam yang luar biasa indah. Sore telah tiba, seringan sentuhan waktu di tanah, menyelimuti ruang dengan lapisan sinar matahari keemasan yang menerawang. Padang rumput hijau yang luas di kaki Gunung Cúi, kawanan kerbau dan sapi berjalan santai, merumput dengan santai. Di atas, layang-layang beterbangan di langit cerah, suara seruling bagaikan bisikan angin, membuat awan menjadi puitis. Sekelompok anak gembala yang riang, kaki mereka berlumpur, menginjak-injak rumput, kepala mereka terkena sinar matahari, saling berkejaran untuk bermain, tawa mereka renyah. Di kejauhan, perahu-perahu nelayan terhampar tenang, seolah tertidur setelah seharian terombang-ambing di danau. Jaring ikan terpapar oleh merahnya matahari terbenam.
Yang membuat Ben Nom berbeda musim ini adalah lapisan alga hijau yang tumbuh diam-diam. Saya merasa permukaan danau diselimuti selubung hijau lembut pemberian alam. Dari atas, foto yang diambil oleh kamera terbang teman saya membuat saya merasa seperti sedang jatuh ke alam mimpi. Saya terdiam di hadapan keindahan yang tampak bertolak belakang: daratan dan air, tenang dan luas, namun menyatu bagaikan takdir yang telah ditentukan.
Dalam cahaya senja yang redup, garis-garis cokelat daratan yang tenang melengkung di sekitar danau biru, airnya meresap ke dalam tanah aluvial yang kaya bagaikan urat-urat yang menyuburkan tanah. Pulau-pulau yang terendam, yang dulunya tenang di bawah danau yang luas, kini tampak bagai sapuan kuas yang terampil menghiasi lukisan tinta yang tenang dan mempesona.
Kali kedua saya datang ke tempat ini, suasananya bukan lagi sore bulan Mei yang tenang, tempat sinar matahari terbenam lembut bagai desahan waktu. Pagi itu masih pagi, kabut menyelimuti danau yang luas. Ruang terasa kabur, orang-orang tak bisa melihat wajah satu sama lain, hanya suara tawa dan celoteh para nelayan yang terdengar. Mereka telah terombang-ambing di atas ombak selama beberapa generasi. Hidup mereka terikat pada ombak yang hanyut, pada perahu-perahu yang bergoyang melewati berbagai musim hujan dan cerah. Hidup mereka sederhana namun tangguh, terbingkai dalam dua kata "kehidupan ikan"...
Pagi-pagi sekali, embun masih menempel di rerumputan, tetapi suara orang-orang saling memanggil, suara dayung berdebur di air, dan suara ikan berdebur di palka terdengar ramai di seluruh dermaga. Kami berjalan-jalan di sekitar pasar. Di depan mata saya, ikan-ikan lele yang sangat besar bergelut di tangan para nelayan. Hari ini adalah hari yang luar biasa dengan segerombolan ikan lele yang bulat dan kokoh, dengan sisik hitam mengilap. Kami berkumpul untuk "meminta" membeli. Para nelayan di sini sangat ramah, mereka tersenyum di bawah sinar fajar, membiarkan saya bebas menangkap ikan yang saya suka. Setelah itu, kami menimbang mereka, menghitung harganya, dan bahkan memberi mereka setumpuk udang gratis untuk digoreng dan dijadikan kertas nasi. Ternyata orang tidak harus hidup miskin untuk kehilangan kemurahan hati mereka, tetapi sebaliknya, kemurahan hati itu selalu ada pada orang-orang yang hidup selaras dengan alam.
Kami meninggalkan pasar ikan saat matahari sudah tinggi di langit. Duduk di dalam mobil, pikiranku masih dipenuhi pikiran-pikiran yang tak terucapkan. Aneh rasanya, orang-orang yang tinggal di tengah sungai, sibuk dan bekerja keras sepanjang tahun, tetapi tetap tersenyum lembut bagai mentari yang baru. Terkadang, satu kunjungan saja sudah cukup untuk membuatmu jatuh cinta dan mengenangnya. Tiba-tiba aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta pada Ben Nom.
Nguyen Tham
Sumber: https://baodongnai.com.vn/dong-nai-cuoi-tuan/202510/ben-nom-2-mua-mua-nang-4e8024b/
Komentar (0)