Tempat kejadian kecelakaan dilihat dari atas
Ompal Bhatia, seorang penyintas kecelakaan kereta api tragis di negara bagian Odisha, India, pada 2 Juni, awalnya mengira ia telah meninggal. Bhatia sedang dalam perjalanan ke Chennai untuk bekerja bersama tiga temannya ketika kereta yang ditumpanginya tergelincir.
Kapal pekerja
Pria berusia 25 tahun itu berdiri hampir sepanjang perjalanan empat jam dengan Coromandel Express, lapor Reuters. Bhatia, yang bekerja di bisnis kayu lapis, mengatakan bahwa sesaat sebelum kereta api jatuh dan menewaskan hampir 300 orang, beberapa orang sedang bersiap-siap tidur.
Keretanya, S3, begitu penuh sesak sehingga hanya ada ruang untuk berdiri. Ia harus berpegangan pada rantai, begitu pula teman-temannya.
Kereta ini sering menjadi pilihan utama para pekerja harian dan pekerja bergaji rendah di berbagai industri di sekitar Chennai dan Bangalore. Kereta yang ditumpangi Bhatia tidak dilengkapi AC.
Hampir 300 orang tewas, ratusan ambulans di lokasi kecelakaan kereta api India
Kereta ini melintasi perbukitan di sepanjang pantai timur India, membutuhkan waktu lebih dari 24 jam untuk menyelesaikan perjalanan sejauh 1.600 kilometer. Banyak penumpang, seperti Bhatia, berdesakan di gerbong yang sempit dan penuh sesak sepanjang perjalanan.
Hari sudah senja. Beberapa orang yang duduk sudah hampir menyelesaikan makan malam mereka, sementara yang lain masih berusaha beristirahat.
Jasad korban di tempat kejadian perkara
Moti Sheikh, 30 tahun, juga sedang mengobrol dengan enam pria lain dari desa yang sama. Mereka berencana makan dan tidur di tanah karena tidak ada tempat duduk.
Bhatia dan Sheikh mengatakan tiba-tiba terdengar suara keras dan keras, dan mereka merasakan kereta tiba-tiba mulai mundur. Awalnya, Sheikh mengira itu suara rem berdecit, tetapi kemudian gerbong kereta terbalik.
"Saat kecelakaan terjadi, kami pikir kami sudah mati. Saat menyadari kami masih hidup, kami mulai mencari jendela darurat untuk keluar dari kereta. Kereta tergelincir dan jatuh ke satu sisi," ujar Bhatia kepada Reuters melalui telepon pada 3 Juni.
Ketika dia dan teman-temannya keluar, dia mendapati keadaan di sekelilingnya kacau balau.
"Kami melihat banyak orang tewas. Semua orang berusaha menyelamatkan nyawa atau mencari orang yang mereka cintai," ujarnya. Untungnya, ia dan teman-temannya selamat.
Sheikh mengatakan ia dan teman-temannya juga merasa mereka tidak akan selamat. "Kami menangis ketika keluar," ujarnya, seraya menambahkan bahwa pertolongan pertama baru tiba sekitar 20 menit kemudian.
Masalah sinyal
Kereta Coromandel Express menyimpang dari jalur, menabrak kereta barang yang sedang berhenti, dan kemudian bertabrakan dengan kereta penumpang kedua yang datang dari arah berlawanan. Hingga Jumat malam, setidaknya 288 orang tewas dalam kecelakaan kereta api terburuk di India dalam beberapa dekade, menurut data resmi. Lebih dari 800 lainnya luka-luka.
Laporan awal menyebutkan bahwa kerusakan sinyal menjadi penyebab kecelakaan. Seiring berlanjutnya operasi penyelamatan, jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat. Perdana Menteri India Narendra Modi telah mengunjungi lokasi kecelakaan.
"(Saya) telah menilai situasi di lokasi tragedi di Odisha. Tak ada kata yang dapat mengungkapkan kesedihan mendalam saya. Kami berkomitmen untuk memberikan semua bantuan yang memungkinkan bagi mereka yang terdampak," ujar Bapak Modi.
Perdana Menteri Modi di lokasi kejadian pada tanggal 3 Juni
Archana Paul, seorang ibu rumah tangga dari negara bagian Benggala Barat, sedang bepergian dengan kereta api lain, Howrah Yesvantpur Express, ketika kecelakaan itu terjadi.
"Terdengar suara keras dan semuanya menjadi gelap," katanya.
Paul, yang bepergian bersama saudara laki-lakinya dan putranya yang berusia 10 tahun, menyadari kereta telah tergelincir. "Saya baik-baik saja, jadi saya mulai mencari putra dan saudara laki-laki saya, tetapi saya tidak dapat menemukan mereka," ujarnya.
Ia meminta semua orang untuk berdiri perlahan. "Mereka ingin saya keluar, tetapi saya bilang tidak, saya harus mencari anak saya. Namun, mereka bersikeras agar saya keluar dulu," ujarnya.
Ia dikeluarkan dari kompartemen kereta dan menunggu putranya muncul, tetapi putranya tak kunjung muncul. Ia kemudian dimasukkan ke dalam ambulans dan dibawa ke rumah sakit di Balasore.
Berbaring di ranjang rumah sakitnya, Paul menangis saat berbicara kepada Reuters dan meminta bantuan untuk menemukan putranya.
Yang juga ikut dalam Howrah Yeshvantpur Express adalah Kaushida Das, berusia sekitar 55 tahun. Ia selamat dari kecelakaan tersebut, tetapi putrinya meninggal dunia.
"Meskipun saya selamat, tak ada lagi yang bisa saya perjuangkan untuk hidup. Putri saya adalah segalanya bagi saya," ujarnya.
Menteri Perkeretaapian India, Ashwini Vaishnaw, mengatakan keluarga korban tewas akan menerima 1 juta rupee (sekitar 285 juta VND), sementara korban luka berat akan menerima 200.000 rupee dan 50.000 rupee untuk korban luka ringan. Beberapa pemerintah negara bagian juga telah mengumumkan kompensasi.
[iklan_2]
Tautan sumber
Komentar (0)