>>
Sebagai tokoh yang dihormati di masyarakat, yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk tujuan "membina generasi mendatang," Bapak Hoa selalu menanamkan rasa bangga akan identitas etnis kepada murid-muridnya. Setelah pensiun, beliau berharap dapat menikmati masa tua yang damai, tetapi percakapan tak sengaja dengan beberapa anak di desa membuatnya sangat sedih mengetahui bahwa anak-anak ini, meskipun berasal dari etnis Tay, tidak dapat berbicara bahasa ibu mereka. "Saya sangat kasihan pada mereka!" ujarnya dengan suara muram, penuh kesedihan: "Orang-orang dari etnis yang tidak tahu bahasa mereka sendiri seperti pohon tanpa akar."
Kekhawatiran ini tidak terbatas pada beberapa kasus terisolasi. Sadar sepenuhnya akan pentingnya melestarikan bahasa leluhur mereka, ia memutuskan untuk melakukan survei tentang situasi di desa Goc Bang, dengan dukungan dari sekolah-sekolah dan pemerintah daerah. Hasil survei tersebut semakin membuatnya khawatir: hampir 70% siswa sekolah dasar dan lebih dari 40% siswa sekolah menengah di desa tersebut tidak dapat berbicara maupun membaca bahasa Tay.
Salah satu alasan utamanya adalah pola pikir banyak orang tua yang menginginkan anak-anak mereka mahir berbahasa daerah sejak dini untuk mempermudah studi mereka. Dari kenyataan ini, Bapak Hoa menyadari bahwa ia perlu bertindak. Dengan berani, beliau mengusulkan agar cabang Partai desa mengeluarkan resolusi tematik tentang tanggung jawab anggota Partai dalam melestarikan dan mengajarkan bahasa Tay kepada generasi muda. Dengan persetujuan kuat dari cabang Partai dan konsensus warga desa, kelas bahasa Tay gratis yang diajarkan oleh beliau pun didirikan dan diadakan secara rutin setiap hari Sabtu.
Ia tidak hanya mengajar berdasarkan pengetahuannya sendiri, tetapi juga terus-menerus mendidik dirinya sendiri, memperluas kosakata dan mempelajari bahasa Tay lebih dalam dari orang-orang yang berpengetahuan untuk memperkaya dan menyempurnakan pelajarannya. Karena tidak adanya kurikulum standar, Bapak Hoa dengan tekun "menyusun" pelajarannya dari pengalaman hidupnya yang kaya – kenangan masa kecil, lagu-lagu sli luon yang merdu, dan cerita rakyat Tay yang diwariskan dari kakek-neneknya. Ia adalah seorang guru yang berdedikasi dan juga seorang teman yang hebat, dengan sabar membimbing siswa dari segala usia, mulai dari balita yang baru belajar berbicara bahasa tersebut, hingga orang tua yang ingin mempelajari kembali bahasa ibu mereka.
Selain mengajarkan bahasa, Bapak Hoa juga menghidupkan kembali dan menggabungkan kegiatan budaya tradisional yang unik ke dalam kelas, seperti permainan rakyat, nyanyian Then, dan nyanyian Luon – tradisi budaya yang secara bertahap mulai menghilang. Dari dedikasi awal seorang guru, kelas kecil itu secara bertahap telah menjadi tempat pertemuan budaya yang bermakna, di mana seluruh komunitas terhubung, berbagi, dan melestarikan "jiwa" kelompok etnis mereka.
Namun, perjalanan bermakna "menjaga api semangat tetap menyala" ini hanya mampu bertahan selama tiga bulan. Kesulitan seperti minimnya dana operasional, kurangnya bahan ajar resmi, dan dukungan profesional yang tidak memadai menjadi hambatan utama. Selain itu, mempertahankan jumlah siswa per kelas juga tidak mudah, karena siswa dan orang tua mereka sibuk dengan pekerjaan sekolah reguler dan beban sehari-hari untuk mencari nafkah. Kekuatan dan sumber daya pribadi seorang guru pensiunan, betapapun berdedikasinya, tidak cukup untuk memikul tugas yang membutuhkan investasi dan dukungan terus-menerus dari berbagai sumber.
Karena alasan itu, kelas bahasa Tay milik Bapak Sa Cong Hoa harus menghentikan sementara kegiatannya. Kelas tersebut tidak lagi diadakan setiap hari Sabtu, tetapi kepedulian Bapak Hoa tidak pernah pudar. Tiga bulan singkat itu mungkin tidak menciptakan terobosan dalam kemampuan masyarakat untuk menggunakan bahasa Tay, tetapi hal itu sangat membangkitkan kesadaran akan pentingnya melestarikan bahasa ibu mereka. Ini juga membuktikan bahwa kebutuhan untuk mempelajari bahasa Tay di masyarakat itu nyata, hanya saja dibutuhkan metode, materi, dan sumber daya pendukung yang lebih tepat dan berkelanjutan.
Menatap masa depan, Bapak Sa Cong Hoa tetap berharap akan solusi yang lebih jangka panjang dan berkelanjutan untuk bahasa Tay. Beliau terus menyatakan keinginan tulusnya agar semua tingkatan pemerintahan lebih memperhatikan pelestarian bahasa-bahasa etnis minoritas. Beliau mengusulkan solusi spesifik: berinvestasi dalam pelatihan sistematis dan khusus bagi guru bahasa etnis; meneliti pengintegrasian konten bahasa etnis dalam kurikulum utama atau setidaknya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah di daerah etnis minoritas; dan secara rutin menyelenggarakan acara budaya, kompetisi menyanyi, mendongeng, dan pembacaan puisi dalam bahasa etnis di sekolah-sekolah dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan praktik dan membangkitkan kecintaan serta kebanggaan terhadap bahasa tersebut di generasi muda.
Dedikasi dan inisiatif pensiunan guru Sa Cong Hoa merupakan bukti nyata komitmen dan tanggung jawab tokoh-tokoh terhormat di komunitas etnis minoritas dalam menghadapi ancaman erosi budaya. Kisahnya bukan hanya tentang kelas yang telah berhenti beroperasi, tetapi juga pengingat mendalam tentang kerapuhan nilai-nilai budaya tradisional di hadapan modernitas. Ini juga merupakan seruan mendesak untuk kolaborasi dan kontribusi berkelanjutan dari seluruh komunitas, dan terutama dari semua tingkatan manajemen, sehingga individu-individu yang bersemangat seperti Bapak Hoa dapat terus bersinar terang, menyebarkan pengaruh mereka dan berkontribusi pada pelestarian budaya etnis untuk generasi mendatang.
Van Thong
Sumber: https://baoyenbai.com.vn/16/349566/Giu-tieng-Tay-giua-dong-chay-hoi-nhap.aspx






Komentar (0)