Mbappe mengalami musim yang mengecewakan bersama Real Madrid. |
Tak ada Liga Champions, tak ada La Liga, tak ada Copa del Rey - musim pertama Mbappe di Madrid terasa berlalu begitu saja. Namun takdir masih memberinya satu kesempatan terakhir. Dan tak ada yang lebih pahit bagi PSG selain kenyataan bahwa orang yang mereka tinggalkan bisa memenangkan gelar juara dunia sebelum mereka.
Mbappe menyaksikan final Liga Champions di Marrakesh. Ia mengirimkan ucapan selamat kepada PSG, mengungkapkan kegembiraannya atas rekan-rekan lamanya.
Namun, jauh di lubuk hati, pasti ada sedikit penyesalan—dan motivasi yang semakin kuat. Jika ia tak mampu menaklukkan puncak Eropa bersama PSG, maka bersama Real Madrid, Mbappe bisa meraih satu-satunya gelar klub bergengsi yang masih belum ia raih: juara dunia.
Piala Dunia Antarklub kini menjadi panggungnya - dan bukan sekadar trofi. Ini adalah ajang balas dendam, kesempatan untuk membuktikan bahwa Mbappe tak perlu menengok ke belakang, karena masa depannya lebih cerah dari sebelumnya.
Patut dicatat bahwa peran Mbappe di Real Madrid perlahan mulai terbentuk. Di bawah asuhan Carlo Ancelotti, ia didorong untuk bermain sebagai penyerang tengah dan menunjukkan efisiensi yang luar biasa. Pelatih Didier Deschamps terus memberikan kepercayaan kepada muridnya untuk peran tersebut di tim nasional Prancis, meskipun hasil di Nations League tidak sesuai harapan.
Namun, yang tidak berubah adalah Mbappe masih mencetak gol dan memberikan assist secara rutin. Dan kini giliran Xabi Alonso—pelatih baru Real Madrid—untuk membuat keputusan strategis tentang pemain yang paling dinantikan di dunia.
Dalam konferensi pers pertamanya, Alonso menolak mengonfirmasi secara spesifik di mana Mbappe akan bermain. Namun, ia menekankan satu hal: "Dengan pemain sekelas itu, tugas saya adalah memaksimalkan nilai mereka."
Mbappe dan Vinicius - dua bintang papan atas - akan menjadi inti permainan, dan Alonso memahami bahwa kunci kesuksesan terletak pada menghubungkan kedua ujung tombak ini dalam sistem yang sama efektifnya.
Namun, belakangan ini Mbappe tampil bagus di Real Madrid dan tim nasional Prancis. |
Menilik kembali perjalanan Mbappe, mustahil untuk tidak menyebut performa gemilangnya di penghujung musim. Sejak final Copa del Rey melawan Barca, ia telah mencetak 10 gol dalam 6 laga terakhir La Liga, belum lagi 2 gol lagi untuk Prancis. 12 gol dalam 8 pertandingan – performa yang tak tertandingi oleh kandidat Ballon d’Or mana pun saat ini. Ia memenangkan Sepatu Emas dan Pichichi, meskipun awal musimnya terbilang lambat. Ini bukan sekadar statistik – ini sebuah pesan.
Piala Dunia Antarklub memang bukan turnamen paling bergengsi, tetapi mengingat musim Real Madrid yang kurang sempurna, turnamen ini menjadi penyelamat – dan kesempatan bagi Mbappe untuk menunjukkan kekuatannya. Gelar juara dunia, penampilan dominan, sprint spektakuler – itulah formula yang dapat membawanya unggul dalam perebutan Ballon d'Or, terutama mengingat sahabatnya Ousmane Dembele merupakan rival berat PSG setelah gelar Liga Champions.
Mbappe memasuki turnamen ini dengan semangat seseorang yang tak punya apa-apa untuk dipertaruhkan, tetapi memiliki segalanya untuk dimenangkan. Bukan hanya demi ketenaran, tetapi juga demi kehormatan. Ia tak perlu banyak bicara. Setiap sprint, setiap gol yang dicetak di AS kali ini, akan menjadi penegasan: "Saya di sini untuk menjadi nomor satu".
Bagi Mbappe, Piala Dunia Antarklub lebih dari sekadar trofi. Ini adalah panggung baginya untuk menulis ulang kisah yang mungkin berakhir di Paris—namun kini akan berakhir di Madrid, dengan caranya sendiri.
Sumber: https://znews.vn/mbappe-va-cuoc-phuc-han-cuoi-cung-post1560992.html
Komentar (0)