
Ibu menatap mata cerah yang menunggu dan mengangguk kecil. Sambil menunggu itu, kami berlari mengambil kacang dan mengupasnya dengan cepat. Ibu membuka lemari dan mengambil gula merah untuk disimpan jika kami tiba-tiba menginginkan permen atau makanan manis.
Di mana-mana di kampung halaman saya, saya melihat ladang kacang dan jagung yang hijau. Waktu kecil, saya sering ikut orang tua menanam kacang. Ayah saya pergi duluan untuk menggali lubang, sementara saya dan Ibu mengikuti di belakang untuk menanam dua kacang ke dalam tanah lalu menutupinya.
Sukacita muncul saat aku melihat kecambah kecil bermunculan dari tanah. Aku bersepeda ke sekolah melintasi ladang, dengan tenang memandangi kacang-kacangan hijau berbintik-bintik bunga kuning yang menyelimuti tanah kelahiranku.
Saya masih ingat mata orang tua saya berbinar-binar kegirangan saat mereka membungkuk mencabuti rumpun kacang yang menggantung. Ibu saya memegang kacang-kacangan yang montok itu dengan tangannya yang kotor. Saya dan saudara-saudara lelaki saya membantunya mencabut kacang-kacangan, sesekali memetik kacang-kacangan muda dari sungai, mencucinya, dan memasukkannya ke mulut untuk dikunyah. Kemudian kami dengan penuh semangat menunggu hingga malam tiba ketika Ibu saya membawakan sepanci kacang tanah segar untuk dimasak.
Matahari musim panas mengeringkan beberapa keranjang kacang di halaman. Ibu mengemasnya ke dalam kantong untuk diperas menjadi minyak, dan menyimpan sisa kacang kering di sudut rumah untuk dimakan sebagai camilan.
Tanaman kacang tanah sungguh menakjubkan, dari akar hingga ujungnya tidak ada yang terbuang sia-sia. Bungkil kacang tanah (sisa setelah pengepresan) ditaruh di sudut dapur. Setiap malam saat memasak pakan babi, Ibu memecah beberapa bagian dan memasukkannya ke dalam panci berisi pakan yang mendidih. Lalu Ibu memuji babi-babi di kandang karena tumbuh begitu cepat akhir-akhir ini!
Siapa pun di rumah pasti tergiur dengan aroma kacang panggang Ibu di atas kompor. Begitu Ibu menyuruhnya meletakkannya, ia akan langsung mengambil beberapa kacang dan memasukkannya ke dalam mulut, tanpa menunggu kacang yang renyah dan harum itu ditaburkan di atas semangkuk mi Quang yang panas.
Kalau mi Quang yang ditaburi kacang saja sudah bikin orang senang, permen kacang di malam hujan bikin orang senang dua kali lipat. Waktu Ibu mengaramel gula di atas kompor, pas kacang panggangnya baru saja lepas dari kulitnya yang halus, mulut kami langsung berair!
Gula yang digunakan untuk membuat permen itu harus gula asli desa. Tentu saja, gula itu salah Ibu karena kami tidak tahu cara mengendalikan api, tidak tahu kapan gulanya "tepat". Gula meleleh dan mendidih di atas kompor, Ibu segera menuangkan kacang tanah panggang, lalu menuangkannya di atas kertas nasi cokelat keemasan.
Keluarga saya jarang punya kertas nasi karena keinginan kami untuk makan permen sering datang tiba-tiba, jadi Ibu meminta saya pergi ke kebun untuk memotong batang pisang. Saya memilih batang pisang terbesar di kebun, lalu mengupas batang luarnya untuk memotong batang dalam yang berwarna putih.
Manisan kacang yang dituangkan di atas daun pisang adalah makanan terlezat di dunia bagi kami saat itu. Setelah dingin, Ibu memotongnya dengan pisau dan membaginya untuk kami. Namun, terkadang tak seorang pun mau menunggu hingga dingin. Permen yang masih hangat itu sudah ada di mulut kami.
Kegembiraan awal berlalu, saya dengan hati-hati memegang permen renyah dan harum itu di dalam daun pisang, memakannya perlahan, takut kehabisan. Hanya dengan tarikan tangan yang lembut, permen itu terlepas dari daun pisang semudah mengupas kue.
Kemanisan itu mengikutiku hingga aku menjadi seorang pengembara. Ketika tiba-tiba hujan turun di luar, ketika aku tiba-tiba merasakan pahitnya hidup, kemanisan itu akan kembali menyala dan menghiburku.
Teman saya di desa membanggakan permen kacang yang dituangkannya untuk dimakan anak-anak. Permen kacang sekarang punya banyak variasi, ditaburi kelapa kering, wijen sangrai, irisan kulit kumquat yang harum... Melihat anak-anak antusias memegang permen kacang di tangan mereka, saya merasa seperti anak kecil lagi.
Pada suatu malam yang hujan di luar kebun pisang, aku akan memohon kepada ibuku, "Bu, beri aku permen kacang!"
Sumber: https://baodanang.vn/nho-keo-dau-do-tren-be-chuoi-3297339.html
Komentar (0)