Tahun 2024 akan menyaksikan gelombang baru di box office Vietnam. Sejak pandemi Covid-19, industri film tampaknya telah kembali berjaya dengan terus memecahkan rekor pendapatan. Namun, di balik angka-angka yang luar biasa ini terdapat kisah lain: sebagian besar film, meskipun mencapai tonggak pendapatan yang sangat besar, tidak memiliki kualitas artistik yang sama.
Rekor baru tercipta
Tahun 2024 menandai kebangkitan sinema Vietnam dengan banyak film yang meraup pendapatan lebih dari 100 miliar VND. Khususnya, film Mai karya Tran Thanh meraup lebih dari 551 miliar VND, menjadikannya Film Vietnam dengan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, Lat Mat 7: Mot Giau Uoc karya Ly Hai juga mencapai lebih dari 482 miliar VND, menegaskan daya tariknya yang kuat bagi penonton.
Fakta bahwa film telah mencapai angka "seratus miliar" merupakan pertanda baik, tetapi pendapatan tinggi tidak selalu berarti kualitas artistik yang luar biasa. "Dalam konteks saat ini, banyak produser mengikuti tren sementara, menciptakan film formulaik: plot sederhana, karakter kurang mendalam, dan elemen hiburan stereotip. Film-film seperti itu mungkin menang besar di box office, tetapi tidak cukup kuat untuk menjadi ikon budaya atau meninggalkan kesan abadi," komentar dosen Phuong Dung (Universitas SKDA).
Pertama, mari kita lihat The Prince of Bac Lieu, film yang paling dinantikan tahun ini berkat promosi besar-besarannya yang menampilkan lebih dari 300 kostum retro yang menawan. Namun, terlepas dari visual dan cerita yang berfokus pada seorang taipan terkenal, film ini menerima beragam reaksi. Banyak penonton berkomentar bahwa naskahnya kurang realistis, karakternya kurang mendalam, dan mengingatkan mereka pada gaya bercerita serial TV yang sudah lama tayang.
Demikian pula, Mai, sebuah karya yang konon menyentuh isu-isu sosial sensitif seperti ketidaksetaraan gender, aspirasi pribadi dalam konteks keluarga tradisional, dan perubahan masyarakat kontemporer, tetapi penonton dan kritikus mengatakan bahwa naskah, akting, dan bahkan tempo film semuanya kurang kreatif dan agak bergantung pada formula film hiburan yang sudah umum: "Upaya humornya gagal; tema-tema sosial film lebih seperti karya tulis kontroversial daripada menyampaikan pesan"...
Flip Side 7 dan One Wish adalah contoh lain. Meskipun film ini meraup lebih dari 482 miliar VND, para kritikus menilai plotnya "tipis", tidak logis, dan aktingnya kurang meyakinkan, menunjukkan kurangnya investasi pada kualitas artistik.
Meskipun pendapatan Ma Da mencapai 127 miliar VND, film ini juga dinilai memiliki kualitas yang biasa saja, dengan naskah yang tidak padu dan efek khusus yang buruk, tetapi tetap "meraup untung besar" berkat tema horornya yang sesuai dengan selera banyak orang.
Masih mengklaim diri sebagai "karya agung"
Strategi PR saat ini tak ubahnya trik sulap: mengubah film biasa menjadi "fenomena" hanya dengan beberapa cerita sensasional atau skandal di balik layar. Gambar-gambar yang mencolok, trailer yang disunting dengan cerdik, beserta tim KOL yang memujinya, telah membuat penonton keliru percaya bahwa mereka akan menyaksikan sebuah mahakarya. Namun ketika lampu bioskop padam, yang tersisa hanyalah kekecewaan. Media tak lagi menjadi jembatan antara seni dan penonton, melainkan telah menjadi mesin yang menciptakan ilusi, mendorong penonton ke dalam spiral pertukaran konsep,” komentar peneliti Nguyen Khoa.
Kesalahan lain yang memperlebar kesenjangan antara pendapatan dan kualitas film Vietnam dikaitkan dengan kritikus film. "Alih-alih berperan sebagai "penjaga gerbang" untuk membantu penonton membedakan emas asli dan emas palsu, para penulis ini seringkali menjadi alat promosi terselubung bagi produser. Sanjungan tanpa pandang bulu dan pujian "bersayap" untuk film-film yang biasa-biasa saja tidak hanya menyesatkan penonton tetapi juga melemahkan peran kritik seni. Lebih menyedihkan lagi, beberapa kritikus juga dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, menjadikan pena mereka barang yang mudah diperjualbelikan," tambah dosen Phuong Dung.
Bapak Nguyen Khoa juga percaya bahwa sudah saatnya bagi para produser dan sutradara untuk melihat lebih jauh dari sekadar angka pendapatan jangka pendek. Sebuah film yang benar-benar sukses tidak hanya terletak pada daya tarik penonton yang besar, tetapi juga pada kemampuan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar, menyampaikan pesan-pesan yang bermakna, dan berkontribusi dalam memperkaya gambaran budaya Vietnam. Hal ini membutuhkan investasi serius dari naskah, akting, penceritaan, dan kemampuan untuk berinovasi dalam pemikiran pembuatan film.
Penonton juga memainkan peran penting dalam membentuk kualitas sinema. Jika penonton hanya menikmati film dengan mudah, para pembuat film tidak akan punya insentif untuk meningkatkan standar artistik.
“Perfilman Vietnam membutuhkan lebih dari sekadar angka pendapatan. Penonton berhak menikmati karya yang tidak hanya mengisi kantong produser, tetapi juga memperkaya nilai budaya dan emosional mereka,” pungkas Bapak Khoa.
Sumber










Komentar (0)