"Saya telah membuat kesalahan. Saya memberikan pengampunan pada April tahun lalu karena saya yakin orang ini tidak melakukan kekerasan terhadap anak-anak yang berada di bawah asuhannya. Keputusan itu tidak beralasan dan menimbulkan keraguan seputar kebijakan tanpa toleransi terhadap pedofilia," ujar Presiden Hongaria Katalin Novak, sekutu dekat Perdana Menteri Viktor Orban, saat mengumumkan pengunduran dirinya pada 10 Februari.
Keputusan ini diambil seminggu setelah media lokal melaporkan pengampunan presiden Hungaria, yang memicu kemarahan. Pihak oposisi telah meminta Novak dan mantan Menteri Kehakiman Judit Varga, bintang yang sedang naik daun di partai berkuasa Fidesz, untuk mengundurkan diri.
Presiden Novak berpidato di konferensi COP28 di UEA pada akhir tahun 2023. Foto: Reuters
Pria yang diampuni adalah mantan wakil direktur panti asuhan yang dijatuhi hukuman lebih dari tiga tahun penjara karena menekan para korban agar menarik kembali tuduhan mereka terhadap direktur panti asuhan, yang dijatuhi hukuman delapan tahun penjara karena melecehkan sedikitnya 10 anak antara tahun 2004 dan 2016.
Insiden ini merupakan kemunduran yang jarang terjadi bagi Perdana Menteri Orban, yang telah berkampanye selama bertahun-tahun untuk melindungi anak-anak dari aktivis LGBTQ di sekolah, sebuah isu yang sering membuatnya berselisih dengan Komisi Eropa.
Mantan menteri Varga, yang diperkirakan akan memimpin daftar kandidat partai Fidesz untuk Parlemen Eropa, juga mengumumkan bahwa ia menerima tanggung jawab untuk menyetujui amnesti dan mengumumkan bahwa ia akan meninggalkan politik.
Katalin Novak, 46, adalah presiden wanita pertama Hongaria dan juga orang termuda yang memegang jabatan tersebut dalam sejarah negara itu ketika ia menjabat pada tahun 2022.
Presiden Hongaria dipilih oleh Parlemen untuk masa jabatan lima tahun. Jabatan ini sebagian besar bersifat seremonial, tetapi Presiden Hongaria memiliki wewenang untuk menunjuk anggota pemerintahan yang dicalonkan oleh Perdana Menteri, memveto undang-undang, atau mengajukan undang-undang ke Mahkamah Konstitusi untuk ditinjau.
Vu Anh (Menurut Reuters )
[iklan_2]
Tautan sumber
Komentar (0)