Di sore hari keemasan yang jatuh di atas pasir, di sepanjang desa-desa nelayan dan pelabuhan-pelabuhan nelayan di Provinsi Lam Dong, salah satu dari tiga daerah penangkapan ikan utama di negara ini, kita dapat dengan mudah membayangkan para perempuan duduk di sekitar tumpukan besar jaring dan mesin jahit, tangan mereka dengan cekatan menyambung setiap jaring yang robek, mengikat setiap simpul seolah-olah menenun perasaan dan kenangan laut ke dalamnya. Pekerjaan merajut dan menambal jaring sewaan tampak seperti pekerjaan yang sepi, tetapi di dalamnya terkandung kesabaran, ketekunan, dan cinta yang mendalam dari para perempuan yang hidup di sepanjang ombak. "Mereka yang menambal jaring sewaan seperti kami menganggapnya sebagai karier yang tertanam kuat di alam bawah sadar kami. Selain melayani kapal-kapal yang melaut, pekerjaan menambal jaring sewaan juga berkontribusi menciptakan lapangan kerja bagi banyak pekerja, terutama bagi para pekerja perempuan," ujar Ibu Nguyen Thi Luu, seorang perempuan berusia di atas 50 tahun yang tinggal di Kecamatan Mui Ne (Provinsi Lam Dong) sambil tekun menambal jaring.
Pekerjaan menenun dan menambal jaring biasanya tidak berisik. Para perempuan hanya membutuhkan lahan kecil, beberapa jarum kayu, segulung benang parasut, dan kesabaran. Di zaman yang lebih modern, beberapa perempuan menggunakan mesin jahit untuk menambal tepi jaring agar lebih kuat. Tangan mereka cekatan, mata mereka mengikuti setiap mata jaring, menambal bagian yang robek dan robek. Terkadang, mereka hanya dapat menambal atau memperbaiki jaring sepanjang beberapa meter sepanjang pagi. Pekerjaan ini menuntut ketelitian, ketekunan, dan pengorbanan yang besar, karena jika jaring tidak kuat, ikan akan mudah lepas, dan para awak kapal akan kesulitan sepanjang perjalanan. Oleh karena itu, pekerjaan ini mengharuskan mereka duduk dengan sabar selama berjam-jam, dengan punggung yang lelah dan pandangan yang kabur, tetapi jarang terdengar keluhan.
Menjahit dan menambal jaring tidak hanya mendatangkan penghasilan tambahan, tetapi juga menjadi kenangan budaya. Di banyak desa nelayan seperti Mui Ne, La Gi, Phan Thiet, dll., para perempuan sering berkumpul untuk menambal jaring sambil berbincang dan bertukar pengalaman. Jaring yang ditambal tidak hanya menyimpan ikan dan udang, tetapi juga melestarikan semangat desa. Ibu Tran Thi Thu, seorang tukang tambal jaring yang sudah lama berkecimpung di desa Phan Thiet, bercerita: “Dulu, ibu saya mengajari saya cara menambal jaring saat saya berusia 12 tahun. Sekarang giliran saya untuk mewariskannya kepada putri saya. Ini bukan hanya pekerjaan untuk mencari nafkah, tetapi juga untuk membantu anak-anak memahami bahwa di balik setiap perjalanan memancing yang sukses terdapat sumbangsih dari kerja keras para perempuan.”
Memang, dalam kehidupan modern, ketika banyak pekerjaan tradisional perlahan menghilang, kerajinan menenun dan menambal jaring masih diam-diam hadir sebagai "kenangan hidup". Masyarakat desa nelayan menganggapnya sebagai benang merah yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, antara ayah dan anak.
Sore harinya, jaring-jaring dibentangkan dan ditumpuk rapi, menunggu untuk dimuat ke kapal esok hari. Siluet para perempuan desa nelayan masih samar-samar terlihat di dermaga, sosok mereka mungil, tetapi pekerjaan mereka berkaitan erat dengan kesejahteraan banyak keluarga dan kedamaian pelayaran.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/giu-hon-lang-bien-post812518.html
Komentar (0)