Ketika lampu kuning "memudar"
Di wilayah Barat Daya, emas bukan hanya penyimpan kekayaan, tetapi juga sesuatu yang erat kaitannya dengan kehidupan budaya, adat istiadat, dan estetika masyarakat. Pada pernikahan, peringatan kematian, atau acara-acara penting, para wanita selalu bangga mengenakan gelang, kalung, dan anting emas... yang dibuat dengan tangan terampil para pengrajin emas setempat.
Kebutuhan inilah yang telah menciptakan desa-desa kerajinan berusia berabad-abad, yang dulunya terkenal. Namun kini, kerajinan tersebut berjuang untuk tidak punah dalam persaingan pasar modern yang ketat.
Tn. Tran Van Ben bekerja keras untuk meningkatkan desain agar sesuai dengan selera.
Lebih dari tiga dekade yang lalu, dusun Binh Yen (Kelurahan Tan Huong, Provinsi Dong Thap ) atau Kelurahan My Loc (Provinsi Tay Ninh) ramai dengan suara palu dan gemerincing emas dan perak siang dan malam. Cincin marmer, gelang semen, kalung bambu... tak hanya memperindah kehidupan, tetapi juga dianggap sebagai simbol kelimpahan dan kemakmuran. Seorang pengrajin terampil dapat membuat satu kilogram emas setiap tahun, menghasilkan pendapatan yang cukup bagi keluarganya untuk hidup berkecukupan di tengah berbagai kesulitan.
Tak hanya terbatas pada hal-hal materi, profesi tukang emas juga membawa kebanggaan dan status sosial. Pengantin wanita dinikahkan dengan mas kawin berupa perhiasan yang dibuat oleh pengrajin di desanya sendiri – sebuah kebanggaan, sebuah bukti kecerdikan dan jati diri seluruh komunitas.
Namun, seiring berkembangnya teknologi manufaktur industri, selera berubah dengan cepat, dan produk tradisional perlahan-lahan kehilangan tempatnya. Harga yang tinggi dan lambatnya inovasi dalam desain menyebabkan banyak keluarga tidak lagi mencari pengrajin seperti sebelumnya. Bengkel-bengkel emas perlahan-lahan tutup, dan para pengrajin harus berhenti bekerja untuk mencari nafkah dari pekerjaan lain.
Di dusun Binh Yen, yang dulu ramai, kini hanya tersisa beberapa rumah tangga. Bapak Nguyen Van Lai—seorang pengrajin yang dulu menganggap profesinya sebagai jalan hidup—harus pensiun dengan berat hati karena "tidak ada pesanan selama sebulan penuh, sementara biayanya terlalu tinggi". Kisah serupa terulang di dusun My Loc, yang dulunya merupakan "tanah emas" dengan puluhan rumah tangga yang menekuni profesi ini, tetapi kini hanya tersisa beberapa bengkel dan palu.
Penjaga Api
Di tengah kesulitan, masih ada beberapa orang yang tetap setia pada profesi ini. Bapak Tran Van Ben (hampir 60 tahun di Tan Huong, Dong Thap), masih bekerja keras pada setiap detail kecil. Ia mengakui bahwa penghasilannya hanya setara dengan seorang pekerja, sehingga sulit untuk menjadi kaya, tetapi ia tetap teguh pada profesinya karena "ini adalah kariernya, tradisi yang ditinggalkan leluhurnya." Tak mau berhenti, ia bereksperimen memadukan desain modern dengan produk tradisional, berharap mendapatkan tempat di hati kaum muda.
Tuan Tran Van Duc sedang membuat cetakan perhiasan untuk pelanggan yang baru saja memesan .
Generasi muda juga berani mencoba. Bapak Tran Van Duc (awal 30-an) harus menutup bengkel kecilnya berkali-kali karena produk impor murah membanjiri pasar. Namun beliau tetap bertekad, "Jika generasi muda seperti saya tidak melanjutkan, profesi ini akan hilang selamanya," kata Bapak Duc.
Di My Loc, Bapak Trinh Hoang Long (seorang tukang emas berusia hampir 50 tahun) memutuskan untuk membuka kelas pelatihan kejuruan bagi kaum muda. Baginya, mengajar profesi ini bukan hanya untuk mempertahankan mata pencaharian, tetapi juga untuk melestarikan "jiwa desa kerajinan". Ia berkata: "Pandai emas bukan hanya tentang membuat perhiasan, tetapi juga tentang budaya dan sejarah suatu negeri."
Upaya individu tidak akan cukup tanpa adanya kebersamaan. Beberapa daerah telah mulai menyadari risiko kepunahan dan telah menyusun rencana untuk melestarikannya. Di komune Tan Huong, pemerintah komune sedang mempelajari restorasi desa kerajinan, menggabungkan promosi produk dengan pariwisata , dan mengusulkan kebijakan untuk mendukung modal dan pelatihan bagi para pekerja agar merasa aman dalam komitmen mereka.
Bahkan, jika diarahkan dengan tepat, industri perhiasan dapat menjadi daya tarik budaya dan wisata, seperti banyak desa kerajinan tradisional lainnya di Vietnam. Wisatawan tidak hanya membeli perhiasan, tetapi juga merasakan proses pembuatannya yang canggih, memahami lebih banyak tentang sejarah dan nilai profesi ini. Hal ini juga merupakan cara bagi para pengrajin untuk mencari nafkah melalui profesi ini, dan profesi ini memiliki peluang untuk bangkit kembali.
Bapak Trinh Hoang Long dengan kelas pelatihan kejuruan untuk pemuda di daerah tersebut.
Desa tukang emas akan bersinar lagi Profesi tukang emas di Selatan bukan hanya soal mata pencaharian, tetapi juga warisan yang terakumulasi selama ratusan tahun. Profesi ini mencerminkan gaya hidup, adat istiadat, selera estetika, dan jiwa masyarakat Selatan. Setiap produk emas dan perak diciptakan bukan hanya untuk keindahan, tetapi juga mengandung esensi, aspirasi, dan identitas seluruh komunitas. Kini, meskipun cahaya keemasannya agak meredup, berkat kegigihan para perajin dan kerja sama pemerintah, masih ada harapan bahwa suatu hari nanti desa kerajinan emas akan kembali bersinar. Ini bukan hanya kebangkitan sebuah profesi, tetapi juga sebuah perjalanan untuk melestarikan sebagian jiwa Selatan demi masa depan. |
Sumber: https://doanhnghiepvn.vn/kinh-te/giu-lua-vang-cho-lang-nghe-tram-tuoi/20250927092545758
Komentar (0)