
Memainkan peran vital dalam perekonomian , listrik merupakan faktor penting bagi negara-negara untuk menjaga stabilitas sosial, mendorong transformasi digital, dan pertumbuhan berkelanjutan. Namun, permintaan yang meningkat pesat menimbulkan tantangan besar dalam memastikan pasokan.
Menurut laporan yang baru-baru ini dirilis oleh perusahaan energi Rystad Energy, hanya dalam 10 tahun ke depan, permintaan listrik global dapat meningkat sekitar 30%. Tantangannya bukan hanya pemenuhan pasokan yang cukup untuk konsumsi dasar, tetapi juga pengoperasian industri-industri utama yang tidak dapat berkembang tanpa infrastruktur energi yang kuat dan berkelanjutan. Jika hambatan pasokan dan harga tidak diatasi, "haus" akan listrik dapat menjadi "pukulan telak" bagi perekonomian.
Rekor suhu, meningkatnya permintaan industri, elektrifikasi, serta maraknya AI dan pusat data mendorong lonjakan permintaan listrik, dengan total konsumsi listrik global diperkirakan hampir dua kali lipat rata-rata tahunan dekade sebelumnya pada tahun 2024, menurut Badan Energi Internasional (IEA). AI dipandang sebagai "pengubah permainan".
Sistem pusat data, yang merupakan tulang punggung aplikasi AI, mengonsumsi listrik dalam jumlah besar, bahkan melebihi kapasitas produksi dan transmisi sistem jaringan listrik di banyak negara.
AI telah menjadi faktor yang harus dipertimbangkan pemerintah dalam menentukan ketahanan energi nasional mereka, ujar Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol. Pusat data saat ini mengonsumsi sekitar 1,5% dari total listrik dunia, dan angka ini dapat terus meningkat secara eksponensial.
Menghadapi "kehausan" akan listrik, banyak negara berlomba-lomba mencari solusi untuk menjamin pasokan. Pengembangan energi terbarukan khususnya dianggap sebagai solusi penting. Dengan cadangan yang besar dan berkelanjutan, sumber energi terbarukan tidak hanya membantu memecahkan masalah ketahanan energi, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam memperlambat proses pemanasan global—salah satu penyebab tingginya konsumsi listrik. IEA memperkirakan bahwa energi terbarukan dapat menyumbang sekitar 45% dari produksi listrik global pada tahun 2030.
Energi nuklir juga merupakan bagian dari solusi. Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi, mengatakan bahwa energi nuklir memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan listrik yang meningkat pesat di era perkembangan pesat AI, pusat data, dan transformasi digital. Dengan stabilitasnya, emisi karbon rendah, dan kapasitas produksi yang berkelanjutan, energi nuklir dianggap sebagai "bagian" yang tepat untuk mengisi kesenjangan dalam gambaran energi saat ini.
Menyadari potensi tersebut, banyak negara secara bersamaan mempercepat pengembangan tenaga nuklir, terutama ketika teknologi produksi semakin maju dan aman. Dengan mengidentifikasi energi nuklir sebagai sumber energi utama, Korea Selatan berfokus pada pengembangan reaktor nuklir generasi mendatang. Pada tahun 2024, untuk pertama kalinya, tenaga nuklir akan menempati proporsi terbesar dalam industri pembangkit listrik Korea Selatan.
Departemen Energi AS telah meluncurkan Program Percontohan Reaktor Nuklir, menandai langkah maju yang penting dalam upaya mewujudkan visi Presiden Donald Trump untuk mengamankan pasokan listrik guna menjadikan AS pemimpin dalam persaingan AI global. Bersama AS dan Korea Selatan, banyak negara juga secara aktif mengembangkan sumber energi potensial ini. Menurut statistik, saat ini terdapat lebih dari 20 negara yang bertujuan untuk melipatgandakan kapasitas tenaga nuklir mereka pada tahun 2050, dan puluhan negara lainnya sedang mengembangkan program tenaga nuklir sipil dengan dukungan IAEA.
Perekonomian dunia sedang berubah dengan cepat, memastikan pasokan listrik merupakan kebutuhan mendesak bagi negara-negara untuk mempertahankan urat nadi perekonomian dan mengembangkan industri modern.
Diperbarui 5 November 2025
Sumber: https://laichau.gov.vn/tin-tuc-su-kien/chuyen-de/tin-trong-nuoc/huyet-mach-cua-nen-kinh-te.html






Komentar (0)