Vinicius belum menemukan kesamaan dengan Mbappe. |
Real Madrid punya dua nama yang bisa dianggap ikon sepak bola kontemporer: Vinicius Junior dan Kylian Mbappe. Keduanya pemain luar biasa, yang mampu menentukan kemenangan di setiap pertandingan.
Namun ironisnya, ketika berdiri bersama di panggung yang sama, mereka tidak menciptakan "harmoni" seperti yang diharapkan, melainkan seperti dua bintang yang bersinar dengan caranya sendiri, tidak mampu menyatu.
Ketika dua bintang saling "membelakangi"
Statistik yang dingin membuktikan hal ini. Real Madrid bermain total 6.240 menit di semua kompetisi sepanjang musim, dalam 68 pertandingan. Vinicius dan Mbappe bermain bersama selama 3.439 menit – 55% dari total menit.
Ini bukan angka yang kecil, tetapi koneksi di antara mereka hampir "putus". Hanya 15% umpan Vinicius yang ditujukan kepada Mbappe, sementara rasio sebaliknya adalah 13%. Perlu disebutkan bahwa Vini adalah tipe pemain yang sering memberikan assist (19 kali musim ini), seharusnya dialah yang paling sering memberikan assist kepada Mbappe. Namun, kenyataannya tidak.
Tingkat operan yang luar biasa rendah ini bukan sekadar angka, melainkan mencerminkan masalah taktik, psikologi, dan gaya bermain. Mbappe cenderung berperan sebagai "pembunuh" di area penalti, jarang terlibat dalam koordinasi. Vinicius adalah pemain yang gemar menguasai bola, menerobos, dan menciptakan peluang bagi rekan satu timnya. Secara teori, mereka bisa saling melengkapi. Namun kenyataannya, keduanya sering memilih untuk menyelesaikan situasi sendiri daripada saling membantu.
Ini bukan cerita baru dalam sepak bola. Tim-tim dengan banyak bintang terkadang terjebak dalam "jebakan halo" – berpikir bahwa hanya memiliki skuad bintang akan menang. Real Madrid di era "Galacticos" memiliki masalah serupa. Skuad mereka penuh dengan pemain kelas atas tetapi kurang kohesif. Kini, Real Madrid yang diperkuat Vinicius dan Mbappe menghadapi masalah yang sama: bagaimana dua bintang terbesar ini bisa "berbagi meja" tanpa mengurangi nilai satu sama lain?
Kylian Mbappe tampak menginjak kaki Vinicius. |
Akibat kurangnya koneksi, performa individu kedua pemain menurun. Mbappe, meskipun masih memenangkan Sepatu Emas dengan 44 gol musim ini, mengalami penurunan efisiensi yang signifikan: dari rata-rata 88 menit per gol musim lalu menjadi 108 menit per gol. Ia juga terlibat dalam lebih sedikit gol, dari 72 menit per gol menjadi 97 menit per gol.
Penurunan performa Vinicius bahkan lebih parah: dari 129 menit/gol menjadi 211 menit/gol, dan dari rata-rata 88 menit berpartisipasi dalam satu gol menjadi 113 menit.
Statistik juga menunjukkan bahwa dalam 68 pertandingan musim ini, duo ini hanya mencetak gol dalam 8 pertandingan. Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar pertandingan tersebut terjadi di paruh pertama musim. Sejak awal 2025, mereka hanya mencetak gol dalam 3 pertandingan bersama, dan sejak Maret hingga sekarang, mereka belum mencetak gol sama sekali.
Masalahnya bukan pada bakat.
Patut dicatat bahwa kedua pemain ini sempat mengalami periode yang eksplosif, tetapi jarang bersinar bersama. Vinicius mengawali musim dengan kuat, mencetak 36% golnya hanya dalam tiga bulan pertama. Namun sejak itu, performanya menurun dan hanya mencetak satu gol dalam 11 pertandingan terakhir musim ini.
Di sisi lain, Mbappe memang lambat beradaptasi, tetapi tampil gemilang dengan mencetak 10 gol dalam 6 pertandingan terakhir musim ini, membantunya mempertahankan Sepatu Emas La Liga (31 gol). Kedua lini performa mereka bagaikan dua kutub magnet: ketika yang satu bersinar, yang lain redup.
Ini bukan lagi masalah pribadi, melainkan masalah taktik. Vinicius terbiasa bermain di kiri, tetapi kedatangan Mbappe—yang juga lebih menyukai posisi ini—memaksa Real Madrid untuk berubah. Xabi Alonso, segera setelah mengambil alih, mencoba memindahkan Vini ke sayap kanan, tetapi itu adalah solusi sementara, tidak cocok dengan kekuatan pemain Brasil tersebut.
Xabi Alonso menghadapi masalah personel yang sulit. |
Agar Real Madrid dapat mempertahankan posisinya di Eropa, Alonso harus menemukan formula di mana kedua bintang ini dapat saling melengkapi, alih-alih saling meniadakan. Memiliki lebih banyak bintang bukan berarti kemenangan. Sepak bola modern membutuhkan keseimbangan, koneksi, dan disiplin taktis. Alonso memahami bahwa ia tidak hanya harus melatih dua pemain, tetapi juga harus mendamaikan dua "ego" yang besar dan dua gaya bermain yang intuitif.
Salah satu solusinya adalah menciptakan penyerang tengah sejati yang bisa menjadi titik fokus bagi keduanya, sehingga Vinicius dan Mbappe bisa lebih banyak mundur dan berperan sebagai "pencipta" atau "pendukung", alih-alih keduanya terburu-buru mencari ruang. Atau, Alonso bisa menciptakan formasi baru, di mana masing-masing punya "ruang" sendiri untuk memaksimalkan potensi mereka.
Tak seorang pun meragukan kualitas Vinicius atau Mbappe. Namun, kualitas individu saja tidak cukup untuk meraih gelar. Era "Galacticos" mengajarkan pelajaran itu kepada Real Madrid. Kini, sejarah seakan terulang kembali. Alonso – mulai 4 Agustus – akan menghadapi ujian terberat: mengubah "magnet lawan" menjadi duo yang sempurna, atau membuat keputusan yang menentukan.
Dua jenius, tapi tak sepaham. Jika Real Madrid tak segera menemukan solusi, kombinasi ini bisa menjadi noda terbesar bagi ambisi hegemoni Eropa "Los Blancos".
Sumber: https://znews.vn/mbappe-vinicius-tu-kim-ham-nhau-post1570295.html






Komentar (0)