Ia menggantung dan menurunkannya, lalu mengamatinya dengan saksama. Aroma cat baru, suara kain bergesekan dengan kusen jendela, pantulan sinar matahari sore yang menembus kaca... semuanya mengingatkanku pada jendela-jendela yang pernah kulewati seumur hidupku.
Saya telah tinggal di banyak tempat, tersebar di sudut-sudut kota yang ramai ini. Setiap tempat menandai tahap yang berbeda dalam perjalanan membangun kehidupan. Kamar sewaan pertama itu mungil, dengan jendela yang bahkan lebih kecil daripada "mungil", Anda harus berjinjit untuk melihat sedikit atap di sebelahnya. Kamar itu menjadi saksi air mata seorang gadis yang meninggalkan pelukan keluarganya untuk pertama kalinya, berjalan sendirian di jalan setapak universitas. Setiap kali saya melihat ke luar jendela kecil itu, saya merasa seperti melihat dunia di luar sana, sangat asing namun penuh harapan, dan tempat itulah yang mengajari saya cara berdiri di atas kaki saya sendiri.
Saya juga ingat kamar di dekat terminal bus, lembap tapi luas. Pemiliknya memiliki pedagang kaki lima kecil. Aroma bubur dan bawang tercium ke dalam kamar melalui jendela biru. Setiap sore, saya bisa melihatnya sibuk membersihkan kios dan mengurus anak-anaknya. Ketekunan dan dedikasinya membuat saya percaya akan nilai dari usaha yang tenang namun gigih.
Lalu ruangan lain, dengan dua jendela, satu di lantai bawah dan satu di lantai atas. Di sana, untuk pertama kalinya aku hidup sepenuhnya sendirian. Belajar sendirian, memasak sendirian, membaca sendirian. Aku menyadari bahwa itu bukanlah kesepian, melainkan ruang tenang untuk memahami diriku sendiri, mendengarkan jiwaku, dan memupuk aspirasiku.
Barangkali, jendela-jendela itu tak sekadar tempat untuk memandang ke luar, melainkan juga cermin untuk melihat ke dalam. Setiap kali aku berhenti di depan jendela, aku melihat perubahanku dengan lebih jelas, dari seorang mahasiswa yang canggung, menjadi seseorang yang sedang membangun rumah.
Kini, rumah tempat saya tinggal memiliki banyak jendela besar yang terbuka ke tanah. Saya bisa berbaring di tempat tidur, berselimut selimut dan memeluk bantal, menyaksikan pesawat terbang setiap hari, menyaksikan tetesan hujan yang tak terhitung jumlahnya memantulkan cahaya gemerlap. Anehnya, saya percaya bahwa jendela-jendela itu adalah saksi perjalanan saya menggapai langit yang lebih luas, dan juga hadiah sederhana namun bermakna yang diberikan kepada saya.
Di luar sana, ada ribuan jendela berbeda, yang diam-diam menjadi saksi bisu upaya tak kenal lelah jutaan orang. Ada yang bersekolah dan bekerja paruh waktu, ada yang mengurus keluarga dan bekerja lembur untuk mencari nafkah... Tidak semua orang bisa langsung memiliki jendela yang mereka inginkan. Karena ini adalah proses yang panjang, pencarian selangkah demi selangkah, sedikit demi sedikit berkembang dalam masyarakat yang penuh tekanan dan persaingan.
Mereka sibuk mencari nafkah, tetapi masih menyisakan sedikit kebahagiaan untuk diri mereka sendiri. Mereka meletakkan sekuntum bunga cantik di dalam vas keramik hijau, membiarkan warna merah muda dahlia dan putih serta kuning aster bersinar terang di dekat jendela. Meskipun hari berlalu cepat, mereka tetap dengan sabar merawat pot-pot sukulen yang menyambut sinar matahari di atas alas kayu, layaknya mereka menghargai mimpi mereka sendiri.
Semoga di bulan-bulan dan tahun-tahun mendatang, kita masing-masing, melalui jendela kebahagiaan kita sendiri, dapat merasa damai, santai, dan menikmati langit yang sejuk. Sekecil atau sebesar apa pun jendela itu hari ini, ingatlah bahwa setiap upaya memperluas langit yang kita miliki, setiap langkah membawa kita lebih dekat ke versi diri kita yang lebih baik.
Sumber: https://thanhnien.vn/nhan-dam-nhung-o-cua-so-185251122173417458.htm






Komentar (0)