Aku lahir dan besar di desa, di mana pagar-pagar bambu hijau berdesir rapat, di mana aku dipeluk sejak masa kanak-kanakku yang bertelanjang kaki, di mana ada kejujuran dan kesederhanaan dengan hamparan padi keemasan, disiram dengan tekun oleh kanal-kanal...
Saya lahir dan besar di sebuah desa yang ditumbuhi pagar bambu hijau... Foto Internet
Menjalani hidup jauh dari rumah, lebih dari separuh hidupku, sesekali kembali mengunjungi kampung halaman, kuhabiskan waktu luangku menyusuri jalan desa, untuk berbahagia, menyaksikan perubahan kampung halamanku, mengenang masa kecilku dengan pagar bambu penuh kenangan. Dan tiba-tiba puisi Nguyen Duy dari masa sekolahku terngiang di benakku:
“Bambu hijau
Hijau sejak kapan?
Dahulu kala...ada sebuah bank bambu hijau
Tubuh kurus, daun rapuh
Tetapi mengapa kita harus membangun dinding bambu?
Bambu berwarna hijau dimana-mana
Meskipun tanahnya berkerikil dan tanah kapur yang buruk...”.
Saya menyusuri gang panjang berliku yang melingkupi seluruh tepi desa, kini telah diaspal beton, luas dan bersih, dengan banyak rumah baru yang dibangun. Suara mesin pertukangan dan las terdengar riang. Hutan bambu itu sebagian besar telah ditebang, hanya beberapa semak kecil yang tumbuh jarang. Terperangah dalam ingatan, saya berhenti di hutan bambu di ujung desa, hutan bambu dari sebelum saya lahir: "Hutan bambu Tuan Canh".
Oh, rumpun bambu tua kesayangan masa kecilku, rumpun bambu yang telah dipupuk oleh banyak generasi penduduk desa yang gigih dan pekerja keras! Sore-sore musim panas bermain kelereng, melempar handuk bersama teman-teman, dan hari-hari musim dingin mengupas rebung tua, mengumpulkan ranting-ranting kering untuk ibuku menyalakan api. Pak Canh dengan tekun menggali dan memangkas akar-akar tua itu hingga kering untuk bahan bakar. Ketika aku bertanya dengan polos, ia berkata: Galilah akar-akar tua itu agar bambu dapat menumbuhkan tunas-tunas baru. Rumpun bambu ini ditanam di awal desa, sehingga menjadi tempat berkumpul dan beristirahat bagi orang-orang ketika mereka pulang kerja di ladang, sehingga ia tak tega menebangnya dan membiarkannya sampai hari ini.
Semak bambu tua kesayangan masa kecil, dari banyak generasi penduduk desa yang pekerja keras dan tekun... Foto: Internet
Dahulu, ketika menghadapi kesulitan dan kekurangan, bambu bagaikan sosok yang simpatik, penolong, dan karakter ramah desa. Bambu ditanam secara luas dan menjadi perisai di setiap musim hujan dan badai. Bambu mudah tumbuh dan memiliki vitalitas yang kuat bahkan ketika harus ditebang. Bambu digunakan untuk hal-hal besar seperti membangun rumah, tiang, pagar, bajak, penggilingan padi, dan lumbung ternak; untuk hal-hal kecil seperti keranjang anyaman, nampan, gagang cangkul, sekop, ember, tusuk gigi, sumpit...
Bambu adalah sumber kegembiraan anak-anak, mulai dari senapan, tongkat bambu, hingga pancing. Bambu digunakan sebagai galah untuk mengirim orang ke awan. Segala sesuatu membutuhkan bambu. Pada sore musim panas yang terik, orang-orang duduk di atas tempat tidur bambu, mengipasi diri dengan kipas bambu atau menggantung tempat tidur gantung, berbaring di bawah naungan bambu, dan mengobrol dengan riang. Bambu juga merupakan sumber makanan di masa lalu. Rebung diiris tipis dan direbus untuk menghilangkan rasa lapar, dengan rasa sedikit pahit di ujung lidah. Daun bambu digunakan oleh praktisi pengobatan oriental dalam panci kukus untuk menyembuhkan penyakit...
Melihat bambu berarti melihat warna yang damai dan tenteram.
Melihat bambu bagaikan melihat warna yang damai dan tenteram. Di bawah rumpun bambu itu terdapat identitas budaya masyarakat, sumber kehidupan, sumber cinta yang tak terbatas dalam diri setiap orang. Bambu bukan lagi hal yang esensial dalam kebutuhan pedesaan. Meskipun jumlahnya semakin sedikit, bambu tetap tampak anggun dan elegan ketika ditanam sebagai tanaman hias di kafe, hotel, dan restoran... Bambu digunakan untuk membuat karya seni, suvenir, dan patung yang terbuat dari akar dan tunggul yang sangat menyentuh jiwa dan populer.
Kembali ke desa, melihat bambu membuat hatiku terasa tenang, begitu damai dan tenteram. Suasananya segar, dekat, melihat gambaran utuh pedesaan yang sederhana namun mulia.
Tengah
Sumber
Komentar (0)