Anggota Politbiro dan Ketua Majelis Nasional Vuong Dinh Hue mengucapkan selamat Tahun Baru kepada para pekerja di ibu kota_Foto: VNA
Proses pembangunan negara dan masyarakat telah mengalami pasang surut dalam berbagai tahap, tetapi rakyat selalu memegang posisi sentral dan peran kunci dalam setiap revolusi dan dalam upaya inovasi. Sejarah pembangunan dan pembelaan negara bangsa kita telah membuktikan bahwa di mana pun dan kapan pun kita tahu bagaimana menjadikan rakyat sebagai akarnya, merawat kehidupan rakyat, dan memajukan kekuatan rakyat, di sanalah kita dapat "membangun menara kemenangan di atas fondasi rakyat" (1). Presiden Ho Chi Minh pernah berpesan: "Mudah bertahan sepuluh kali tanpa rakyat, sulit bertahan seratus kali bersama rakyat" (2) dan lebih lanjut menekankan: "Revolusi adalah perjuangan rakyat, bukan perjuangan seorang pahlawan" (3).
Sebagai pendiri dan pemimpin revolusi Vietnam, Presiden Ho Chi Minh menegaskan dan bertekad untuk menerapkan motto: "Negara kita adalah negara demokrasi. Semua keuntungan adalah untuk rakyat. Semua kekuasaan adalah milik rakyat" (4). Melembagakan sudut pandang ini, Konstitusi 2013 menegaskan: "Republik Sosialis Vietnam dimiliki oleh rakyat; semua kekuasaan negara adalah milik rakyat". Rakyat adalah pemilik sejati negara karena rakyat adalah kekuatan yang paling kuat, paling besar, dan paling berharga, menciptakan kekuatan besar yang "mengatasi semua bahaya dan kesulitan, menenggelamkan semua pengkhianat dan penjajah" (5). Rakyat adalah target sekaligus penggerak dalam membangun dan mengembangkan negara.
Yang pertama, masyarakat dalam memajukan demokrasi.
Dalam negara mana pun, rakyat merupakan subjek sekaligus objek pengelolaan. Akar kekuasaan negara berada di tangan rakyat, lembaga-lembaga negara diberi wewenang oleh rakyat untuk menjalankan misi mulia sekaligus sulit mereka, yaitu melayani rakyat, sesuai semangat Presiden Ho Chi Minh: "Apa pun yang bermanfaat bagi rakyat, kita harus berusaha sebaik mungkin. Apa pun yang merugikan rakyat, kita harus hindari dengan segala cara" (6). Presiden Ho Chi Minh menegaskan bahwa negara kita adalah negara demokrasi, "semua manfaat adalah untuk rakyat. Semua kekuasaan adalah milik rakyat. Karya inovasi dan pembangunan adalah tanggung jawab rakyat. Perjuangan dan pembangunan bangsa adalah karya rakyat. Pemerintahan dari tingkat komune hingga pemerintah pusat dipilih oleh rakyat. Organisasi-organisasi dari tingkat pusat hingga tingkat komune diorganisir oleh rakyat. Singkatnya, kekuasaan dan kekuatan ada di tangan rakyat" (7). Semangat ini diimplementasikan sejak hari-hari pertama berdirinya Republik Demokratik Vietnam. Sepenuhnya menyadari perlunya mempromosikan demokrasi melalui pembangunan Konstitusi, landasan hukum terpenting bagi bangsa dan rakyat, Presiden Ho Chi Minh segera menetapkan persyaratan: “Sebelumnya, kami diperintah oleh monarki otokratis, kemudian oleh rezim kolonial yang sama otokratisnya, sehingga negara kami tidak memiliki konstitusi. Rakyat kami tidak menikmati kebebasan dan demokrasi. Kami harus memiliki konstitusi yang demokratis” (8). Dengan demikian, salah satu dari tiga prinsip terpenting dalam membangun Konstitusi pertama Vietnam (Konstitusi 1946) adalah untuk menjamin kebebasan demokratis. Semangat ini berjalan di seluruh proses pembangunan dan pengembangan negara secara umum dan proses pembuatan konstitusi secara khusus. Konstitusi 2013 terus menegaskan: Negara menjamin dan mempromosikan hak rakyat untuk menguasai. Atas dasar Konstitusi, dalam proses memimpin revolusi, Partai kami selalu mementingkan untuk mempromosikan demokrasi. Kongres Partai ke-6 menegaskan: Kepemimpinan partai, penguasaan rakyat, dan manajemen Negara adalah prinsip-prinsip dalam manajemen sosial (9). Dalam semangat itu, lembaga-lembaga demokrasi semakin disempurnakan dalam hal pedoman, kebijakan, dan hukum, serta implementasi dalam kehidupan nyata.
Memajukan demokrasi adalah proses pembangunan dari tingkat rendah ke tingkat tinggi, dari yang belum tuntas ke tingkat yang lebih tuntas, dan dilaksanakan pada kedua aspek: rakyat proaktif dalam bekerja, Negara mengelola masyarakat sesuai motto "rakyat tahu, rakyat berdiskusi, rakyat berbuat, rakyat memeriksa, rakyat mengawasi, rakyat diuntungkan". Penataan dan operasional aparatur negara serta sistem politik harus dirancang sedemikian rupa sehingga seluruh kekuasaan negara berada di tangan rakyat; kader, pegawai negeri sipil, dan pegawai negeri sipil adalah abdi rakyat. Kader, pegawai negeri sipil, dan pegawai negeri sipil harus sungguh-sungguh menyadari kedudukan, peran, dan melaksanakan tugasnya dengan baik. "Kita harus memahami bahwa instansi pemerintah dari seluruh pelosok negeri hingga desa semuanya adalah abdi rakyat, artinya mereka memikul pekerjaan umum untuk rakyat, bukan menindas rakyat" (10). "Jika rakyat adalah tuan, apa lagi yang dilakukan Presiden, Menteri, Wakil Menteri, dan anggota komite? Menjadi abdi. Menjadi abdi rakyat, bukan menjadi pejabat revolusioner" (11). “Kita harus bersandar pada rakyat, mendengarkan rakyat, dan melakukan apa pun yang diterima dan didukung oleh rakyat; sebaliknya, apa pun yang tidak disetujui rakyat, bahkan dibenci dan ditentang, kita harus dengan tegas mencegah, mengoreksi, dan menangani pelanggaran dengan tegas” (12).
Kedua, masyarakat dengan memperkuat penegakan hukum
Keberadaan negara mana pun tidak dapat berdiri tanpa hukum. Hukum merupakan sarana terpenting bagi negara untuk mengelola masyarakat. Tanpa hukum, negara tidak dapat menjalankan fungsi dan tugasnya. Akan tetapi, hukum bukanlah satu-satunya faktor bagi negara untuk menjalankan fungsi dan tugasnya. Hukum hanya dapat memajukan kekuatannya ketika semua lembaga, organisasi, dan individu berupaya untuk menerapkannya dalam praktik. Jika masyarakat tidak menaati hukum, tidak akan ada sistem hukum dan semua upaya negara tidak akan efektif. Sistem hukum yang progresif memiliki sifat demokratis, untuk hak asasi manusia dan hak-hak sipil, sehingga juga merupakan alat dan sarana bagi masyarakat untuk melindungi hak dan kepentingan mereka yang sah dan sah. Sebaliknya, ketika hukum diterapkan secara ketat, tindakan yang melanggar demokrasi akan ditangani sesuai hukum, melindungi dan memelihara perkembangan praktik demokrasi yang sejati. Oleh karena itu, pembuatan undang-undang penting, tetapi yang lebih penting adalah pengorganisasian hukum dalam praktik. “Penegakan hukum yang efektif dan efisien merupakan prasyarat untuk memajukan pembangunan nasional” (13). Ketegasan hukum dalam praktik merupakan wujud nyata supremasi hukum dan memerlukan peran serta masyarakat, seluruh instansi dan organisasi.
Demokrasi memainkan peran yang sangat penting dalam hukum, penegakan hukum, dan memajukan peran serta nilai hukum dalam kehidupan. Demokrasi dan praktik demokrasi mendorong penguatan supremasi hukum, dan penguatan supremasi hukum merupakan syarat fundamental untuk menjamin praktik demokrasi dan disiplin sosial. Rakyat memainkan peran yang menentukan dalam memastikan supremasi hukum, tetapi rakyat tidak dapat berdiri di atas hukum dan supremasi hukum. Mematuhi hukum dan memastikan supremasi hukum ditegakkan merupakan tanggung jawab dan kewajiban rakyat. Hal ini juga merupakan prasyarat bagi demokrasi untuk dipromosikan dalam proses membangun negara hukum sosialis dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Ketiga, orang yang memiliki jaminan disiplin
Dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat, hukum dan sistem hukum merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan masyarakat, namun disiplin tetaplah mutlak diperlukan. Selengkap apa pun hukum dan sistem hukum yang ada, belum tentu dapat mencakup semua hubungan sosial yang perlu diatur, sehingga diperlukan disiplin. Disiplin dan ketertiban dalam masyarakat, dalam arti tertentu, dipahami sebagai suatu keadaan di mana masyarakat dan interaksi antarmanusia berada dalam tatanan yang stabil; terkadang juga dipahami sebagai aturan dan regulasi yang dikeluarkan atau diakui oleh lembaga dan organisasi yang berwenang untuk mengatur perilaku organisasi dan individu dalam masyarakat agar masyarakat atau unsur-unsur masyarakat tetap tertata dengan baik.
Disiplin memainkan peran penting dalam terwujudnya masyarakat yang tertib dan teratur. Tidak ada pihak lain selain rakyat yang menjadi subjek dalam menciptakan disiplin sosial. Namun, rakyat tidak dapat berdiri di luar atau di atas disiplin, melainkan harus diatur oleh disiplin. Tanpa disiplin, masyarakat tidak akan berkembang dan karenanya, demokrasi tidak dapat dikembangkan. Disiplin ditetapkan untuk dipatuhi dan dipatuhi oleh semua orang, yang bertujuan menciptakan kondisi dan juga mewajibkan warga negara, ketika mereka memiliki hak untuk menjadi tuan, untuk secara sukarela memenuhi tugas mereka sebagai tuan. Hak terkait dengan kewajiban, manfaat terkait dengan tanggung jawab. Itulah esensi demokrasi.
Dalam hakikat rezim sosialis di negeri kita, demokrasi dan disiplin merupakan dua aspek yang menyatu dalam keseluruhan mekanisme berjalannya masyarakat yang benar dan sehat, yakni: unsur demokrasi sesungguhnya mencakup baik unsur disiplin maupun disiplin untuk menjamin stabilitas demokrasi; unsur disiplin mencakup hakikat demokrasinya. Dewasa ini, demokrasi dan disiplin merupakan dua unsur (negara) yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Demokrasi merupakan suatu proses perkembangan dari yang rendah ke yang tinggi, tergantung pada setiap tahapan tertentu dan memiliki batasan-batasan seperti disiplin dan legalitas, yang memaksa setiap orang untuk menaatinya. Sebagaimana demokrasi, disiplin juga harus diatur oleh undang-undang, tidak memanfaatkan disiplin untuk mengganggu hak dan kepentingan sah warga negara, yakni, disiplin merupakan faktor yang membuat demokrasi berkembang ke arah yang benar, tidak melampaui batas-batas yang diperbolehkan.
Penjaga Perbatasan Provinsi Dien Bien melakukan sosialisasi dan penyebaran undang-undang tersebut kepada masyarakat di distrik Nam Po_Foto: VNA
Dengan demikian, jika kita mempertimbangkan hubungan di atas secara keseluruhan, rakyat merupakan faktor kunci dan penentu yang menghubungkan unsur-unsur pembentuknya. Karena rakyat adalah pusat, akar negara dan kekuatan sosial. Sebagaimana disimpulkan Presiden Ho Chi Minh: “Di langit, tidak ada yang lebih berharga daripada rakyat. Di dunia, tidak ada yang lebih kuat daripada kekuatan persatuan rakyat” (14). “Tidak ada yang dapat mengalahkan kekuatan itu” (15). Penegakan hukum dan disiplin tidak akan terwujud tanpa demokrasi, demokrasi tidak akan dimajukan, rakyat tidak akan menjadi tuan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa: “Hak rakyat untuk berkuasa terkadang dilanggar di beberapa tempat; masih terdapat manifestasi demokrasi formal, yang memisahkan demokrasi dari disiplin dan hukum” (16). Demokrasi di dalam Partai dan di masyarakat masih dilanggar sampai batas tertentu. Disiplin dan tata tertib di berbagai tingkatan dan bidang tidak ketat. Beberapa komite Partai, organisasi Partai, dan para pemimpin masih kurang menghormati dan mengutamakan kekuasaan anggota Partai, jarang mendengarkan pendapat bawahan; para pemimpin di beberapa tempat masih menunjukkan tanda-tanda otoritarianisme, kurangnya demokrasi atau demokrasi formal. Di mana demokrasi tidak terjamin, di sana hukum dan disiplin menjadi lemah, begitu pula sebaliknya... Oleh karena itu, penerapan demokrasi dan penguatan hukum, serta penegakan disiplin sosial, harus dilakukan secara serempak, tanpa memandang remeh atau mengabaikan tugas apa pun, dengan mengedepankan peran serta masyarakat:
Pertama, perlu memperkuat propaganda agar rakyat “memahami hak dan kewajibannya, serta memiliki pengetahuan baru untuk dapat berpartisipasi dalam pekerjaan membangun negara” (17), dan pada saat yang sama “perlu menggerakkan seluruh rakyat, mengorganisasikan dan mendidik seluruh rakyat, dengan mengandalkan kekuatan besar seluruh rakyat” (18), dengan kuat membangkitkan semangat patriotisme, kemauan untuk mandiri secara nasional, kekuatan persatuan nasional yang besar, dan meningkatkan kapasitas rakyat untuk menguasai.
Kedua, menyempurnakan dan melaksanakan kebijakan serta undang-undang secara efektif untuk mendorong kedaulatan rakyat dalam memutuskan persoalan-persoalan penting negara, sehingga seluruh kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Semua kebijakan dan strategi harus benar-benar bersumber dari kehidupan, aspirasi, hak, dan kepentingan sah rakyat, dengan tujuan memperjuangkan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat. Memperkuat hubungan erat antara Partai dan rakyat, mengandalkan rakyat untuk membangun Partai; memperkuat dan memperkokoh kepercayaan rakyat terhadap Partai, Negara, dan rezim sosialis (19). Menciptakan kondisi yang kondusif dan memiliki mekanisme perlindungan yang efektif bagi rakyat untuk menjalankan demokrasi langsung, berpartisipasi dalam pemerintahan negara, dan secara aktif memerangi korupsi dan hal-hal negatif.
Ketiga, laksanakan dengan sungguh-sungguh tugas-tugas yang ditetapkan oleh Kongres Partai ke-13. Yaitu, “terus membangun kader-kader yang sungguh-sungguh menghormati rakyat, dekat dengan rakyat, percaya kepada rakyat, memahami rakyat, belajar dari rakyat, bersandar pada rakyat, dan bertanggung jawab kepada rakyat” (20). “Lembaga-lembaga negara, kader-kader, pegawai negeri sipil, dan pegawai negeri harus menghormati rakyat, melayani rakyat dengan sepenuh hati, berhubungan erat dengan rakyat, mendengarkan pendapat mereka, dan diawasi oleh rakyat; Melawan korupsi, pemborosan, dan segala bentuk birokrasi, arogansi, dan otoritarianisme dengan tegas (Pasal 2, Pasal 8, UUD 2013). Sehubungan dengan itu, Resolusi Majelis Nasional No. 161/2021/QH14, tertanggal 29 April 2021, "Tentang Kinerja Majelis Nasional Periode 2016-2021, Presiden, Badan-Badan Majelis Nasional, Pemerintah, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan" mengusulkan solusi: Terus menyempurnakan organisasi aparatur administrasi negara menuju efisiensi, efektivitas, dan efisiensi operasional; menata kembali dan meningkatkan kualitas kader, pegawai negeri sipil, dan pegawai negeri sipil agar mampu memenuhi tuntutan dan tugas politik dalam situasi baru, terutama memperkuat tanggung jawab, disiplin, dan ketertiban dalam menjalankan tugas publik.
Keempat, terus berinovasi, tingkatkan kapasitas kepemimpinan Partai, dan perkuat akuntabilitas negara. Kepemimpinan Partai merupakan faktor sentral dan penting dalam menyelaraskan hubungan antara praktik demokrasi dan penegakan hukum, penegakan disiplin, serta kesesuaian dengan setiap tahapan dan konteks spesifik. Mustahil menerapkan metode kepemimpinan periode ini ke periode lain. Untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan Partai, tugas terpenting adalah kader, anggota partai, dan organisasi partai harus benar-benar bersih, tangguh, dan teguh dalam melawan tanda-tanda degradasi ideologi politik, etika, dan gaya hidup, serta mengabdi sepenuh hati kepada rakyat. Lembaga, organisasi, unit, dan individu dalam aparatur negara berkewajiban untuk mengklarifikasi informasi dan menjelaskan keputusan serta tindakannya secara cepat dan lengkap dalam menjalankan tugas dan kewajiban publik sesuai kewenangannya dan ketika diminta. Pemenuhan kewajiban ini berkontribusi signifikan terhadap transparansi penyelenggaraan negara, khususnya dalam memenuhi kebutuhan rakyat akan akses informasi, dan pada umumnya dalam membangun serta menyempurnakan negara.
Kelima, tangani pelanggaran hukum, pelanggaran hak asasi manusia atas penguasaan, dan tindakan penyalahgunaan disiplin yang membatasi hak asasi manusia dan hak sipil yang bertentangan dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan dengan segera dan adil. Berpegang pada semangat Konstitusi: hak asasi manusia dan hak sipil hanya dapat dibatasi oleh undang-undang. Saat ini, sanksi atas tindakan yang memanfaatkan kebebasan dan demokrasi untuk melanggar kepentingan negara dan hak serta kepentingan sah organisasi dan individu telah diatur secara khusus dalam undang-undang. Namun, untuk tindakan penyalahgunaan disiplin dalam berbagai bentuk ekspresi yang membatasi kebebasan dan demokrasi yang bertentangan dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan, perlu juga dilengkapi dengan peraturan penanganan yang tepat untuk mencegah dan menghentikannya.
Profesor Madya, Dr. Hoang Hung Hai
Akademi Politik Nasional Ho Chi Minh
---------------------------------
(1) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, Rumah Penerbitan Politik Nasional, Hanoi, 2011, vol. 5, hal. 502
(2) Ho Chi Minh: Karya Lengkap. Ibid, vol. 15, hal. 280
(3) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 12, hal. 672
(4) Lihat: Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 6, hal. 232
(5) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 7, hal. 38
(6), Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 4, hal. 65
(7) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 6, hal. 232
(8) Ho Chi Minh, Karya Lengkap, op. cit., vol. 4, hal. 7
(9) Pada 18 Februari 1998, Politbiro ke-8 mengeluarkan Direktif No. 30-CT/TW, “Tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Regulasi Demokrasi Akar Rumput”; pada 20 April 2007, Komite Tetap Majelis Nasional ke-11 mengeluarkan Ordonansi No. 34/2007/PL-UBTVQH11, “Tentang Pelaksanaan Demokrasi di Komune, Distrik, dan Kotapraja”. Sebagai bentuk pelembagaan pandangan Partai dalam memajukan demokrasi, pada tahun 2022, Undang-Undang tentang Pelaksanaan Demokrasi di Tingkat Akar Rumput diterbitkan.
(10) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 4, hlm. 56-58
(11) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 10, hal. 572
(12) Nguyen Phu Trong: Bertekad untuk mencegah dan mengusir korupsi, National Political Publishing House, Hanoi, 2019, hlm. 116.
(13) Dokumen Kongres Delegasi Nasional ke-13, Rumah Penerbitan Politik Nasional, Hanoi, 2021, vol. I, hal. 215
(14) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 10, hal. 453
(15) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 4, hal. 19
(16) Dokumen Kongres Delegasi Nasional ke-13, op. cit., vol. 1, hal. 89
(17) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 4, hal. 40
(18) Ho Chi Minh: Karya Lengkap, op. cit., vol. 15, hal. 617
(19) Lihat: Dokumen Kongres Delegasi Nasional ke-13, op. cit., vol. 1, hlm. 27-28
(20) Dokumen Kongres Delegasi Nasional ke-13, op. cit., vol. II, hal. 248
Sumber
Komentar (0)