Ibu Tran Thi Dung dan suaminya, yang tinggal di kelurahan Tan Hiep, sedang mengemas kertas beras untuk dikirimkan kepada pelanggan. Foto: HUONG GIANG
Profesi lama masih ada
Di hari-hari cerah, di sepanjang jalan-jalan kecil menuju komune Tan Hiep, mudah untuk melihat pemandangan yang familiar: Kertas beras putih bersih dijemur di rak-rak bambu, jaring-jaring berserakan di halaman. Suara tawa, derak kipas angin dapur, desiran angin yang menerpa kertas beras... menciptakan suasana yang damai dan semarak.
Profesi pembuat kertas beras di Tan Hiep telah ada selama beberapa dekade, terutama di komune Tan Hiep dan beberapa komune di sekitarnya. Profesi ini telah diwariskan turun-temurun, dari kakek-nenek, orang tua, hingga anak-anak. Hampir berusia 60 tahun, Ibu Pham Thi Mau, seorang warga komune Tan Hiep, masih bangun pukul 2 pagi setiap hari untuk mempersiapkan hari baru di dekat api unggun dan membuat kertas beras dengan aroma harum beras baru. Beliau adalah salah satu "pohon tua" dari profesi pembuat kertas beras.
Setelah hampir 30 tahun berkecimpung di dunia ini, Ibu Mau telah membuat ratusan ribu kue, menghidupi keluarganya, dan mempertahankan profesi tradisional peninggalan kakek-neneknya. Ibu Mau berkata: “Setiap hari saya membuat hampir 300 kue, menjualnya kepada pelanggan di pasar, toko, dan di mana-mana. Setiap kue yang terjual hanya menghasilkan keuntungan beberapa ribu dong, tetapi saya senang masih mempertahankan profesi peninggalan kakek-nenek saya.”
Meskipun pekerjaan membuat kertas beras itu berat, mengharuskan para pekerja bangun subuh, tangan dan kaki mereka selalu lincah di samping tungku panas, dan adonan yang masih basah, selama 30 tahun terakhir, Ibu Tran Thi Dung, yang tinggal di komune Tan Hiep, tak pernah sekalipun berpikir untuk berhenti bekerja. Ada hari-hari ketika tiba-tiba hujan turun di luar musim, menyebabkan keranjang kertas beras yang belum kering harus dibuang, Ibu Dung merasa menyesal. Di hari-hari ketika cuaca berubah, tulang dan persendiannya terasa nyeri, ia tetap berusaha bangun pagi, menyalakan api, dan membuat setiap kertas beras sebagai kebiasaan yang telah mendarah daging. "Pekerjaan membuat kertas beras menghidupi seluruh keluarga, bagaimana mungkin saya meninggalkannya? Ini bukan sekadar makanan, ini juga kenangan, tradisi keluarga," kata Ibu Dung. Baginya, setiap lembar kertas beras adalah kebahagiaan, setiap hari bekerja adalah kebahagiaan.
Menjelang sore, angin dari ladang berembus melewati teralis bambu, membuat kue-kue kering memancarkan aroma lembut beras yang bercampur sinar matahari. Bu Mau sibuk mengumpulkan setiap kue kering, sambil berkata: "Ini pekerjaan berat, tetapi pekerjaan ini telah melekat erat dalam hidup saya. Selama saya sehat, saya akan terus melakukannya, saya tidak bisa meninggalkannya."
Kue ini membawa jiwa bumi dan cita rasa surga.
Setiap kertas beras di sini merupakan kristalisasi dari proses yang sangat teliti dan rumit yang telah dicurahkan sepenuh hati oleh para perajin. Mulai dari memilih beras terbaik, biasanya beras musim kemarau, dengan bulir yang rata dan aroma yang ringan, hingga langkah-langkah merendam, menggiling, mencampur tepung, dan kemudian menyebarkan kertas beras hanya dalam beberapa detik di atas lapisan uap panas, semuanya membutuhkan keterampilan dan pengalaman. Kertas beras dibuat tipis dan dijemur di bawah sinar matahari, di atas rak bambu, jaring besar, di mana angin sepoi-sepoi bertiup. "Jika kertas beras terlalu tebal, akan keras, jika terlalu tipis, akan pecah, jika dijemur di bawah sinar matahari yang terlalu sedikit, akan berjamur, jika dijemur terlalu lama, akan rapuh dan pecah. Pekerjaan ini menuntut kesabaran para perajin," ujar Bapak Tran Ngoc Son, warga Kelurahan Tan Hiep.
Sinar matahari adalah kunci untuk membuat kertas beras Tan Hiep renyah, lezat, dan bebas jamur. Pembuat roti harus memantau cuaca dan memperhitungkan dengan cermat setiap hari yang cerah, karena jika hujan turun dalam waktu lama, kertas beras yang sudah jadi dapat rusak, dan semua usaha akan sia-sia.
Setiap kertas beras Tan Hiep bukan hanya sebuah produk kerajinan tradisional, tetapi juga cita rasa bumi, kerja keras, dan cinta tanah air. Kertas ini menyimpan kisah-kisah kakek, nenek, ibu, dan generasi muda yang masih bekerja keras melestarikan kerajinan tradisional ini setiap hari.
Kertas beras Tan Hiep disukai banyak konsumen karena rasanya yang lezat alami, tanpa pengawet, dan bercita rasa pedesaan. Di antara mereka, kertas beras Nyonya Mau terkenal tidak hanya di Tan Hiep tetapi juga di berbagai tempat di dalam dan luar provinsi. Kue renyah dan berlemak yang mempertahankan cita rasa lamanya telah menjadi ciri khas, memikat banyak pengunjung. Siapa pun yang pernah menikmati kertas beras Nyonya Mau akan selalu mengingat cita rasa tradisional yang tak terlupakan itu. Nyonya Phuong, seorang warga komune Tan Hiep, berbagi: "Saya sering membeli kertas beras Nyonya Mau untuk menjamu tamu dari jauh dan sebagai hadiah untuk teman. Kuenya renyah, harum, dan memiliki rasa berlemak sedang, karakteristik yang tidak dapat ditemukan di tempat lain. Teman-teman saya yang menerima kue ini semuanya menyukainya karena tidak hanya lezat tetapi juga memiliki cita rasa kampung halaman yang kuat."
Meskipun masih mempertahankan proses manual tradisional, fasilitas produksi kertas beras di Tan Hiep telah mulai berfokus pada investasi di bidang pengemasan, pendaftaran merek dagang, dan pengembangan merek untuk memperluas pasar. Tak hanya terbatas di pasar-pasar provinsi, kertas beras Tan Hiep juga hadir di berbagai provinsi dan kota di wilayah Barat, termasuk di rak-rak toko di Kota Ho Chi Minh . Banyak anak-anak yang jauh dari rumah membeli beberapa lusin kertas beras sebagai hadiah untuk teman dan kerabat setiap kali mereka pulang.
Di tengah gelombang modernisasi yang menyebar di pedesaan, Tan Hiep masih memiliki orang-orang yang menjaga api dan profesinya tetap menyala. Kertas nasi adalah tempat untuk menyimpan kenangan, cinta tanah air, dan aspirasi banyak orang. Ketika orang-orang yang jauh dari rumah mengenang Tan Hiep, aroma kertas nasi yang dijemur dengan aroma beras baru akan tetap menjadi kenangan pertama yang kembali, sebagai penegasan bahwa tanah air masih ada di sini dalam setiap kue kering, membawa jiwa bumi dan cita rasa surga.
HUONG GIANG
Sumber: https://baoangiang.com.vn/thom-tinh-dat-dam-hon-que-a463539.html
Komentar (0)