Jalan di depan rumah tampak berganti warna. Aspal hitam kini tertutup abu-abu kusam, sisa-sisa embun malam membuat jalan tampak seperti sedang tidur. Angin bertiup lembut, menerbangkan beberapa helai daun kuning dari dahan, memutar-mutarnya, lalu jatuh ke tanah. Suara gemerisik dedaunan, lalu lintas yang sepi, semuanya berpadu menjadi lagu awal musim dingin yang lembut dan perlahan.
Di kejauhan, sekelompok siswa mulai berdatangan ke sekolah. Mantel hangat berbagai warna tampak mencolok diterpa angin pagi yang dingin. Pipi mereka merona, napas mereka mengepul tipis. Beberapa duduk di belakang sepeda, bersandar di punggung ayah mereka, tangan mungil mereka menggenggam erat ujung mantel mereka. Beberapa memegang tangan ibu mereka saat berjalan menyusuri gang kecil, langkah mereka pendek dan tergesa-gesa, langkah kaki mereka membuat mereka menggigil kedinginan. Pemandangan itu terasa familier namun terasa damai, kehangatan itu bukan berasal dari matahari, melainkan dari kasih sayang manusia, dari hangatnya cinta.
Musim dingin tiba, rasanya semua orang menjadi lebih lambat dan lembut. Kedai kopi di ujung gang telah menyalakan musik, alunan gitar lagu Trinh bergema lembut di kabut tipis. Pedagang kaki lima tersenyum lembut sambil menuangkan secangkir teh hangat lagi untuk pelanggan. Uap mengepul, larut dalam angin dingin, dan tercium harum. Perempuan tua penjual nasi ketan masih mempertahankan kebiasaan lamanya, duduk di samping panci nasi ketan yang beraroma mengepul, suara "phập" yang dibuka tutupnya terdengar familiar seperti panggilan kenangan. Di tengah dinginnya awal musim, gambaran-gambaran familiar itu tiba-tiba menghangatkan hatiku.
Mungkin itulah mengapa saya menyukai musim dingin. Bukan karena sweternya yang indah atau secangkir kopi hangat di pagi hari, melainkan karena musim dingin membuat orang-orang lebih santai dan menghargai kehangatan di sekitar mereka. Musim dingin punya caranya sendiri untuk membangkitkan kenangan yang seolah terlupakan: makan bersama orang tua, semangkuk sup panas mengepul, atau suara kayu bakar yang berderak di sore yang telah lama berlalu.
Saya ingat, ketika saya masih kecil di pedesaan, setiap kali angin dingin bertiup, ibu saya akan menyalakan kompor lebih awal. Dapur kecil itu dipenuhi asap, cahaya api unggun terpantul di dinding. Saya dan saudara-saudara saya duduk berdekatan, menunggu nasi mendidih agar ibu bisa menuangkan air beras hangat untuk kami. Air beras putih susu itu, dengan sedikit tambahan gula, terasa manis dan harum, dan hingga hari ini, rasanya masih tak tergantikan oleh kelezatan apa pun. Saat itu, musim dingin berhenti di luar pintu, dan di dalam rumah, hanya ada kehangatan dan kedamaian.
Tumbuh besar, jauh dari rumah, kota di musim dingin tak lagi tercium aroma asap dapur, tak ada suara kayu bakar, tetapi sensasi angin dingin yang berhembus tetap sama. Setiap pagi saat keluar rumah, melihat semua orang memakai syal dan mantel, tiba-tiba aku merasa iba—kasihan bagi mereka yang berangkat kerja pagi, kasihan pula diriku sendiri yang berjuang melewati hiruk pikuk kehidupan. Dingin memang membuat orang menutup diri, tetapi juga membuat hati terbuka, tersentuh oleh hal-hal terkecil.
Setiap musim yang berlalu meninggalkan jejaknya sendiri, tetapi musim dingin mungkin adalah musim yang paling membuat orang merasa sedih. Di tengah pagi yang tenang, ketika napas masih bercampur dengan embun dingin, kita tiba-tiba merasa kecil di dunia yang luas ini. Dinginnya tak hanya menyentuh kulit, tetapi juga seolah merasuk jauh ke dalam pikiran, dengan lembut membangkitkan kesunyian yang masih kita sembunyikan dalam hiruk pikuk kehidupan. Mungkin itulah sebabnya musim dingin selalu memiliki tampilan yang sangat manusiawi - dingin di luar tetapi hangat di dalam.
Musim dingin tiba, seseorang mengenakan lebih banyak baju, lebih banyak syal, dan hati dipenuhi perasaan yang tak terucapkan. Di tengah angin dingin pertama musim ini, aku tersenyum tipis. Yah, musim dingin tak hanya membawa dingin, tetapi juga emosi yang paling tulus, getaran yang paling biasa. Terkadang, angin dingin di pagi hari saja sudah cukup untuk membuat kita bernostalgia, cukup untuk menyadari bahwa kita masih tahu bagaimana merasakan, bagaimana mencintai, bagaimana merindukan.
Kututup jendela pelan-pelan, membiarkan angin dingin berhembus di celah sempit itu. Hari baru telah tiba, jalanan ramai, tetapi di hatiku, sisa-sisa pagi musim dingin masih terasa—lembut, dingin, dan penuh cinta.
Ha Linh
Sumber: https://baodongnai.com.vn/van-hoa/202510/du-vi-sang-dau-dong-f531a83/


![[Foto] Sekretaris Jenderal To Lam menghadiri Konferensi Ekonomi Tingkat Tinggi Vietnam-Inggris](https://vphoto.vietnam.vn/thumb/1200x675/vietnam/resource/IMAGE/2025/10/30/1761825773922_anh-1-3371-jpg.webp)
![[Foto] Kongres Emulasi Patriotik Ketiga Komisi Urusan Dalam Negeri Pusat](https://vphoto.vietnam.vn/thumb/1200x675/vietnam/resource/IMAGE/2025/10/30/1761831176178_dh-thi-dua-yeu-nuoc-5076-2710-jpg.webp)

![[Foto] Perdana Menteri Pham Minh Chinh menghadiri Upacara Penghargaan Pers Nasional ke-5 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi, pemborosan, dan negativitas](https://vphoto.vietnam.vn/thumb/1200x675/vietnam/resource/IMAGE/2025/10/31/1761881588160_dsc-8359-jpg.webp)









































































Komentar (0)