Teruslah mengetuk, bangkitkan mimpi-mimpi itu.
Setiap pagi dan sore, pemandangan pria etnis Ma yang mengendarai sepeda motor tuanya perlahan menyusuri jalanan beton telah menjadi pemandangan yang sangat familiar bagi penduduk Dusun 4. Bapak KLuan tidak pergi karena alasan pribadi, juga tidak mengikuti prosedur "administratif" yang kaku. Ia pergi untuk mengamati, mendengarkan irama kehidupan desa, dan segera mengidentifikasi anak-anak yang absen dari sekolah. Setiap kali ia melihat tanda-tanda "tidak biasa"—sosok kecil yang bersembunyi di balik ladang atau berkumpul di sudut jalan selama jam sekolah—ia mendatangi mereka. Beberapa anak merasa putus asa karena kemiskinan, beberapa terlalu suka bermain, dan beberapa orang tua masih percaya bahwa "melek huruf saja sudah cukup," menginginkan anak-anak mereka mulai bekerja sejak dini untuk membantu keluarga. Untuk setiap situasi, Bapak KLuan memiliki "solusi" yang berbeda. Alih-alih dogma, ia memilih pendekatan percakapan yang lembut, menggunakan belas kasih seorang tetua yang berpengalaman untuk membujuk mereka.

Saat malam tiba dan rumah-rumah panggung mulai bercahaya dengan lampu, ia dengan santai berjalan-jalan di desa. Melihat anak-anak berkumpul larut malam, ia dengan lembut mengingatkan mereka untuk tetap di rumah. Jika itu terjadi lagi, ia akan langsung menemui orang tua untuk mencari solusi bagi pendidikan anak-anak mereka . Dusun 4 saat ini memiliki hampir 500 rumah tangga, mayoritas di antaranya adalah etnis minoritas Ma dan Stieng. Meskipun kehidupan telah membaik, kemiskinan tetap menjadi momok yang menghantui dan menghambat pendidikan anak-anak. "Saya berharap suatu hari nanti saya tidak perlu lagi mengetuk pintu siapa pun karena masalah putus sekolah. Saya ingin suara belajar secara teratur memenuhi udara di setiap meja belajar di desa pada malam hari. Hanya pengetahuan yang dapat membantu anak-anak ini menemukan masa depan yang lebih baik," ungkap Bapak KLuận dengan suara hangat dan penuh harapan.
Untuk memastikan kata-katanya sesuai dengan tindakannya, sebelum setiap tahun ajaran dimulai, ia sibuk menghubungi teman-temannya untuk mengumpulkan dana guna membeli buku pelajaran. Ia dengan teliti memperbaiki buku-buku pelajaran lama, menatanya dengan rapi, dan menyerahkannya langsung kepada siswa miskin. Nilai materiilnya mungkin tidak besar, tetapi itu mewakili dedikasi tulus dan dorongan yang tak ternilai harganya, membantu anak-anak di dataran tinggi ini memasuki sekolah dengan percaya diri. Berkat perhatiannya, angka putus sekolah di Dusun 4 telah menurun secara signifikan. Bapak K. Can, seorang tokoh lokal yang dihormati, menegaskan: "Berkat ketekunan dan tanggung jawab K. Luan, anak-anak di sini jauh lebih rajin belajar. Perubahan ini, meskipun tidak dramatis, berkelanjutan karena berasal dari kesadaran masyarakat setempat."
"Rumah bersama" memperkuat ikatan nasional.
Lebih dari sekadar "penjaga" kata-kata tertulis, Bapak K. Luận juga merupakan "arsitek" rumah-rumah yang penuh kasih sayang. Sebagai Kepala Komite Front Tanah Air, beliau selalu menghubungkan sumber daya untuk mendukung masyarakat. Setiap kali sebuah keluarga menerima dana pemerintah untuk membangun rumah yang kokoh, beliau bergabung dengan para relawan muda di dusun untuk membantu memindahkan tanah, meratakan tanah, dan membantu para pekerja konstruksi. Citra pejabat Front Tanah Air ini, yang tak gentar menghadapi kesulitan dan menyediakan makanan sendiri untuk mengurangi biaya bagi pemilik rumah, telah menyentuh hati banyak orang. Beliau juga memobilisasi teman-teman untuk menyumbangkan karung semen dan blok pasir untuk membantu penduduk desa menyelesaikan rumah mereka. Pada hari penyerahan, panitia dusun menyiapkan hadiah untuk merayakan, menciptakan suasana yang hangat dan bermakna.
Ibu Ka To, seorang warga Dusun 4, dengan penuh emosi berbagi: “Berkat upaya Bapak K Luan dalam memobilisasi bahan-bahan tambahan dan bantuan para pemuda desa, keluarga saya dapat memiliki rumah impian kami. Beliau memperhatikan setiap detail kebutuhan masyarakat, mulai dari pendidikan anak-anak hingga perawatan kesehatan para lansia.”

Bagi Bapak K. Luận, Front Tanah Air bukanlah konsep yang jauh, melainkan "rumah bersama" tempat orang-orang saling membantu mengatasi kesulitan. Pada Kongres Pertama Front Tanah Air Vietnam Provinsi Đồng Nai (periode 2025-2030) pada tanggal 7 November, beliau adalah salah satu delegasi terkemuka yang membawa semangat kedesaan ke dalam pertemuan tersebut. Baginya, kehormatan itu terkait dengan tanggung jawab: untuk terus menyebarkan keindahan budaya komunitas dan menyerukan perhatian lebih besar kepada masyarakat Tà Lài.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan, langkah kaki Bapak K. Luận yang tenang bagaikan melodi lembut namun abadi, melanjutkan kisah tentang kepedulian dan aspirasi untuk kemajuan kaum minoritas etnis di wilayah timur yang penuh tantangan namun heroik.
Sumber: https://cand.com.vn/Xa-hoi/lang-le-vun-dap-con-chu-vung-dong-bao-dan-toc--i791535/






Komentar (0)