Sambil mendayung perahu untuk mengajak kami mengunjungi perkebunan kelapa dengan pohon-pohon kelapa dari berbagai usia, Pak Dang berkata: “Dulu, kelapa kering terlalu banyak, kelapa dan daging kelapa sama-sama murah. Ada kalanya ada ribuan kelapa yang tidak terjual, dan saya tidak bisa menghabiskannya untuk memberi makan seluruh warga. Saat itu, saya berpikir, mengapa tidak mencoba menanam kelapa untuk akarnya?” Ide itu muncul secara kebetulan, tetapi menjadi titik balik dalam hidupnya.

Bapak Le Trong Dang mengunjungi kebun kelapa. Foto: DANG LINH
Awalnya, Bapak Dang menanamkan modal lebih dari 200 pohon kelapa varietas kelapa Hon Tua, yang berbuah besar dan berbonggol besar. Karena minim pengalaman, hanya tersisa sekitar 90 pohon. Namun, beliau yakin bahwa pohon kelapa di kampung halamannya, asalkan beliau bekerja keras, akan menghasilkan panen yang melimpah suatu hari nanti. Melihat restorannya memiliki salad bonggol kelapa yang populer, beliau semakin percaya diri. Beliau belajar sendiri cara memotong, mengupas, dan mengawetkannya, kemudian beralih dari menjual bonggol kelapa utuh menjadi menjual eceran, mengemas dengan vakum, dan mengirimkannya ke pelanggan yang jauh. Sejak 2012, beliau telah menjualnya ke pasar dan meraup untung lebih dari 80 juta VND. Saat ini, beliau menanam sekitar 20.000 pohon kelapa di sepanjang tanggul lahan tambak udang seluas 2,5 hektar, dan sekitar 15.000 pohon di antaranya akan segera dipanen. "Awalnya, harganya 25.000 VND/kg untuk jenis yang belum dipisahkan dari daunnya. Sekarang harganya naik dua kali lipat, tetapi stoknya masih kurang. Ada yang memesan ratusan kilo sekaligus, dan saya mengantarnya ke mana-mana, mulai dari Phu Quoc, Kien Hai, hingga Kota Ho Chi Minh ," kata Bapak Dang.

Ubi kelapa dengan saus garam adalah hidangan populer saat ini. Foto: DANG LINH
Bagi Pak Dang, ubi kelapa bukan hanya sekadar hidangan, tetapi juga bagian dari kenangan masa kecilnya. Dulu, jika ingin menyantap ubi kelapa, harus menebang seluruh pohon kelapa yang sedang berbuah. Proses ini memakan waktu dan boros, sehingga hanya sedikit keluarga yang berani menebangnya. Namun kini, dengan model penanaman ubi kelapa, Pak Dang hanya membutuhkan waktu 3 tahun untuk panen, pohon-pohon ditanam secara bergiliran sehingga tersedia sepanjang tahun. Kapan pun ada acara, ingin makan salad, atau membuat panekuk ubi kelapa, mereka hanya perlu datang sekitar 20 menit sebelumnya dan beliau akan mengantarkan ubi kelapa segar, renyah, dan manis yang baru dipanen dari kebun.
Menurut Pak Dang, biaya menanam kelapa untuk umbinya sangat rendah. Kelapa tidak membutuhkan banyak air, sehingga meskipun ia menanam lebih dari 20.000 pohon, ia tetap cukup santai. Selain itu, ia juga memanfaatkan daun kelapa sebagai bahan bakar, kulit kelapa sebagai substrat untuk udang dan plankton, untuk mempertahankan kelembaban, yang lama kelamaan akan terurai menjadi pupuk organik untuk kebun. Setelah mencapai standar OCOP bintang 3, produk umbi kelapa N-Dang miliknya mendapatkan kontrak 50 kg/hari dari sebuah perusahaan. Sebuah supermarket besar juga telah berkali-kali menghubunginya untuk pembelian jangka panjang, tetapi ia tidak berani menerimanya karena persediaannya tidak mencukupi.
Tanpa menyimpan rahasia, Pak Dang memobilisasi warga dan anak muda di dusun tersebut untuk bertumbuh bersama. "Kalau satu orang saja, mungkin kecil, tapi kalau banyak orang, akan jadi merek, punya reputasi, dan punya nilai," kata Pak Dang. Pada Oktober 2023, beliau mendirikan Koperasi Tani Kelapa Xeo La B, dengan 11 anggota dan luas lahan lebih dari 50 hektar. Tujuan koperasi ini tidak hanya menanam kelapa untuk dijual umbinya, tetapi juga untuk menghasilkan produk olahan, terhubung dengan ekowisata , dan membangun kawasan bahan baku yang stabil.
DANG LINH
Sumber: https://baoangiang.com.vn/lap-nghiep-tu-cu-hu-dua-a466247.html






Komentar (0)