Pembuatan kecap juga membutuhkan banyak usaha
Bertemu dengan Tuan Ha Huu Di hari-hari pertama musim semi di Ty, kami mendengarnya berbicara tentang proses pembuatan saus ketan Duong Lam - cita rasa tradisional daerah Doai.
Pak The berkata: Kecap biasanya dibuat antara bulan Mei hingga Juli setiap tahun karena pada saat itulah terdapat banyak sinar matahari, yang cocok untuk pencetakan dan fermentasi kecap. Seluruh proses dilakukan secara manual, tanpa menggunakan mesin apa pun. Mulai dari tahap pemilihan bahan baku, termasuk: beras ketan emas, kedelai, kacang hijau dan cetakan, air kacang, stoples gerabah...
Beras yang digunakan untuk membuat kecap haruslah beras ketan emas atau beras ketan lain yang lezat, aromatik, dan kaya rasa, tidak dipoles terlalu putih agar semua nutrisinya tetap utuh. Beras kemudian dikukus dan diletakkan di atas nampan untuk menunggu beberapa hari hingga berubah menjadi hijau.
Kacang kedelai dipanggang hingga matang, harum, dan berwarna cerah, lalu digiling dan dikeringkan semalaman. Air rendaman kacang kedelai dituangkan ke dalam toples keramik. Air rendaman kedelai harus diambil dari sumur laterit desa agar cukup dingin dan jernih.
Setelah bahan-bahan diproses terlebih dahulu, proses pencampuran dimulai dengan menyeimbangkan air garam, air rendaman kacang, dan cetakan nasi. Pertama, air garam dimasukkan ke dalam stoples, diikuti kecap, dan terakhir cetakan. Kemudian, cetakan dan air garam diaduk hingga cetakan tercampur dengan pasta kacang.
Tuan Ha Huu Melihat proses pembuatan saus ketan - produk tradisional terkenal dari desa kuno Duong Lam. |
Agar sausnya halus dan berwarna, Pak The harus mengocok saus setiap hari, biasanya pagi dan siang. Pagi harinya, ia membuka tutup stoples dan mengaduk saus dari bawah ke atas hingga mencapai kekentalan yang sempurna. Ia menjemurnya di bawah sinar matahari hingga sore, lalu menutup kembali stoples. Ia menunggu sekitar satu bulan hingga jamur menguap. Pada titik ini, saus akan mengendap di dasar stoples, dan sari saus akan berubah menjadi warna keemasan seperti bunga sawi yang mengapung di permukaan, menandakan bahwa seluruh adonan saus telah mencapai kematangan yang sempurna. "Setiap adonan saus membutuhkan keseragaman warna dan kelembutan, karena faktor inilah yang secara langsung menentukan kualitas saus akhir," ujarnya.
Kecap telah menjadi bumbu wajib bagi banyak keluarga di Duong Lam. Kecap digunakan untuk mencelupkan kacang mentah, kacang goreng, ikan rebus, kangkung, daun ubi jalar, dan daging rebus. Kecap juga digunakan untuk merebus ikan bersama beberapa rempah lain seperti karamel, beberapa irisan lengkuas, dan beberapa potong perut babi dalam panci tanah liat agar ikan empuk dan menghilangkan bau amis. Kecap juga menjadi oleh-oleh lokal yang dipilih banyak wisatawan ketika berkunjung ke Duong Lam. |
Teruskan "api profesi"
Setiap tahunnya, keluarga Pak The memproduksi ribuan liter kecap, tidak hanya untuk memenuhi pasar dalam negeri tetapi juga merambah pasar internasional.
Toples kecap dari desa kuno Duong Lam, yang disumbangkan oleh keluarga Tuan The, tidak hanya memiliki nilai khusus tetapi juga merupakan simbol budaya, yang terbentuk dari kecintaan terhadap profesi, kreativitas yang tak henti-hentinya, dan tekad yang kuat untuk mengatasi semua kesulitan.
Menurut Pak The, membuat kecap bukan hanya cara untuk mencari nafkah, tetapi juga cara untuk melestarikan cita rasa kampung halamannya dan mewariskan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda. Setiap hari, ia meluangkan waktu untuk melatih dan dengan cermat membimbing para pemuda di desa pada setiap tahapan, mulai dari pemilihan bahan, fermentasi kecap, hingga pengemasan produk.
Guci-guci kecap yang tertata rapi di sudut-sudut halaman desa kuno Duong Lam, menjadi salah satu keindahan budaya desa kuno tersebut. |
"Ketika orang bersemangat, mereka akan menekuni profesi ini hingga akhir hayat. Para lansia berusia 70-an dan 80-an masih membawa air, menyeduh kecap, dan bekerja tanpa lelah meskipun penghasilan mereka tidak besar. Ini merupakan kebahagiaan sekaligus ikatan dengan desa kerajinan," ujar Bapak Ha Huu The.
Komentar (0)