Vietnam.vn - Nền tảng quảng bá Việt Nam

Độc lập - Tự do - Hạnh phúc

Ingat hari-hari memancing di pedesaan

Sudah berapa lama sejak terakhir kali kita mengalami musim banjir? Tak ada lagi suara langkah kaki mengarungi lumpur, tak ada lagi sorak sorai yang menggema di sudut-sudut ladang dataran rendah, atau sinar matahari kering di padang rumput asin dengan aroma aluvium di hari-hari menangkap ikan.

Báo Long AnBáo Long An08/08/2025

Ilustrasi (AI)

Pada masa itu, desa saya tidak memiliki banyak kolam dengan tepian yang kokoh. Setelah setiap panen, ketika air surut dari ladang, orang-orang akan membuat janji untuk pergi ke ladang. Orang dewasa membawa cangkul, sekop, keranjang, jaring, dll. Kami anak-anak hanya bertelanjang dada dan mata yang bersemangat seperti matahari di hari yang terik. Hari-hari itu tak terlupakan, dengan sinar matahari, angin, dan tawa yang memenuhi tepian parit. Setiap orang punya pekerjaan, tangan mereka dengan cepat menciduk air dari genangan air, setiap ember air yang diciduk seakan menyedot semua antisipasi. Lumpur terselip di antara jari-jari kaki kami, angin bertiup menembus ladang, sinar matahari mengalir bagai madu di punggung kami. Semua rasa lelah seakan sirna oleh kegembiraan di dada kami.

Saat permukaan air surut, ikan-ikan mulai melompat. Beberapa melesat keluar dari lumpur bagai anak panah kecil, beberapa merayap mencari jalan keluar, tersangkut di akar rumput, lalu berbaring diam, terengah-engah. Kami bersembunyi di gundukan tanah, memegang keranjang atau kain perca, terkadang hanya dengan tangan kosong, dan ketika melihat bayangan ikan, kami pun bergegas menghampirinya. Terkadang kami meleset, seluruh tubuh kami jatuh, wajah kami berlumuran lumpur, tetapi tawa kami sejernih hujan pertama musim itu. Seekor ikan lele menggigit tangan kami hingga berdarah. Seekor ikan gabus meronta dan memercikkan air ke wajah kami. Namun, tak seorang pun merasa kesakitan. Setiap kali kami menangkap ikan, tangan kami terangkat dan hati kami terasa ringan.

Ikan-ikan yang terdampar itu berbaring miring di dalam keranjang, berkilau perunggu di bawah sinar matahari sore yang cerah. Setiap spesies memiliki penampilannya sendiri, bagian dari tanah kelahiran saya, dari musim hujan dan cerah yang tak menentu. Beberapa ikan itu dibawa pulang untuk direbus dengan kunyit, beberapa dibakar di tepi sawah, aromanya memenuhi rumpun bambu, asap mengepul dan berpadu dengan kicauan anak-anak yang bercerita. Hidangan-hidangan itu, bahkan jika Anda mencoba menemukannya di kota, Anda tetap tidak akan menemukan cita rasa yang sama.

Setelah menangkap ikan, semua orang basah kuyup, wajah, tangan, dan kaki mereka kotor. Namun, tak seorang pun terburu-buru pulang. Seluruh ladang bagaikan taman bermain yang luas, tempat orang dewasa beristirahat di tepian berumput, anak-anak berkejaran di sawah yang retak-retak, membiarkan sore berlalu perlahan, membiarkan matahari terbenam mewarnai pagar bambu merah, menyebar di atas air dan kepala-kepala mungil.

Pedesaan tua kini tertutup hamparan bunga. Kolam-kolam di kampung halamanku kini jarang kering, menangkap ikan telah menjadi kenangan lama, dalam cerita-cerita yang diceritakan. Musim-musim bahagia di ladang semakin jarang. Tak seorang pun duduk menunggu air surut, tak lagi anak-anak desa bersorak riuh ketika mereka menangkap ikan bertengger di lumpur tebal. Tawa yang menggema di ladang kini hanya ada dalam kenangan mereka yang hidup di masa-masa polos yang telah berlalu bagai sinar matahari yang menembus jemari.

Terkadang ketika melewati ladang, aku ingin sekali mengarungi lumpur, bermain air di antara tawa anak-anak, duduk di tepi ladang memanggang ikan, menghirup aroma ikan bakar yang kuat, dan air liurku pun menetes. Aku ingin sekali mengangkat keranjang dari genangan air dengan jantung berdebar-debar karena aku tak tahu apakah ada ikan di dalamnya atau tidak. Hal-hal sederhana itu tak terlupakan seumur hidupku.

Masa lalu menangkap ikan di ladang pedesaan adalah dunia kenangan bagiku, bagian dari masa-masa kecilku di ladang yang luas, sepotong kehidupan yang murni. Dan kemudian, jika suatu hari nanti kenangan itu kembali, aku ingin menjadi anak desa itu lagi, bertelanjang kaki berlumpur, berlari melintasi ladang keemasan di bawah sinar matahari senja untuk pulang dan menunjukkan kepada ibuku hasil tangkapan ikan yang masih hangat dan sedikit amis…/.

Nhat Pham

Sumber: https://baolongan.vn/nho-thuo-tat-ca-dong-que-a200295.html


Topik: pedesaan

Komentar (0)

No data
No data

Dalam topik yang sama

Dalam kategori yang sama

Jet tempur Su-30-MK2 jatuhkan peluru pengacau, helikopter mengibarkan bendera di langit ibu kota
Puaskan mata Anda dengan jet tempur Su-30MK2 yang menjatuhkan perangkap panas yang bersinar di langit ibu kota
(Langsung) Gladi bersih perayaan, pawai, dan pawai Hari Nasional 2 September
Duong Hoang Yen menyanyikan "Tanah Air di Bawah Sinar Matahari" secara a cappella yang menimbulkan emosi yang kuat

Dari penulis yang sama

Warisan

Angka

Bisnis

No videos available

Berita

Sistem Politik

Lokal

Produk