Merah digunakan dalam kostum etnis minoritas sebagai asuransi bagi semangat kehidupan, sebagai tanda kehidupan abadi.
Pada kostum masyarakat pegunungan, sulaman atau pola tambal sulam hampir tak terpisahkan dengan warna merah. Coba tengok ke belakang, dari Pa Then, Dao, H'Mong, Xa Pho, Lo Lo, Pu Peo di Viet Bac dan wilayah Timur Laut, hingga Thai, Kho Mu, Lu di Barat Laut, dan seluruh Dataran Tinggi Tengah seperti Xo Dang, Ba Na, E De, warna merah ada di mana-mana. Ada tempat yang mengalir deras bak air terjun, ada pula yang dihiasi warna putih, hijau, kuning, dan ungu. Merah selalu menjadi warna utama. Warnanya bagaikan nasi putih dalam hidangan para petani.




Merah bagaikan api di pegunungan dan hutan, lembut di hijau pepohonan dan dedaunan. Merah menyala pada pakaian seakan berpadu dengan hijau dingin alam. Seolah mengingatkan bahwa, meskipun manusia kecil, mereka tidak terbebani oleh alam, melainkan tetap menyatu menjadi satu kesatuan. Melihat sulaman pada rok suku H'Mong, sulaman pada selendang, pada kemeja wanita Dao dan beberapa suku bangsa lainnya, orang-orang seakan melihat peta alam mini, yang di dalamnya warna putih, biru, kuning, merah, ungu adalah bunga, dedaunan, dan hembusan alam. Kemeja, ikat pinggang, dan selendang terbentuk dari pengamatan terhadap alam, membuat manusia menyatu dengan alam yang damai dan alam jugalah yang berbagi dengan manusia melalui sulaman dan warna-warna tersebut.

Pada hari pernikahan, busana pengantin Dao sangat rumit. Belum lagi gaun pengantinnya, kerudungnya saja sudah merupakan tanda kebahagiaan yang khidmat. Hal yang sama berlaku untuk semua aliran Dao, kerudung pengantin sebelum resepsi dan malam pernikahan selalu ditegaskan dengan warna merah cerah, kuat, percaya diri, dan penuh kebanggaan.
Merah adalah warna api, warna kehidupan. Dalam kepercayaan banyak suku, merah adalah warna yang mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan serta kebahagiaan.
Mengapa?
Dalam upacara masyarakat Kinh, selain mangkuk air untuk persembahan, selalu ada pelita, lilin, dan dupa. Pelita, lilin, dan dupa berwarna merah. Api adalah yang, air adalah yin. Memiliki dua hal ini merupakan keseimbangan yin dan yang, segala sesuatu saling mengikuti, sehingga terciptalah kedamaian dalam hidup. Di dunia roh atau dunia manusia, api dan air selalu berjalan beriringan sebagai sepasang kategori yang menyatu di antara dua sisi yang berlawanan. Itulah tanda keberadaan. Itulah kunci untuk menetapkan nilai merah, yang secara alami merupakan warna untuk menangkal roh jahat. Merah adalah api. Dengan air, dengan api, terdapat kehidupan. Merah peka terhadap penglihatan.



Di mana ada air, di situ ada kehidupan. Bersama air, ada api untuk melindungi manusia. Api tak hanya menyediakan makanan dan minuman yang aman, tetapi juga menghangatkan manusia di hari-hari musim dingin yang dingin di tengah hutan belantara dan gua-gua gelap. Di sana, api merah akan mengusir rasa dingin. Alam liar dan dingin adalah iblis kematian. Mungkin itulah sebabnya warna merah digunakan pada pakaian sebagai jaminan bagi semangat kehidupan, pada selendang, ikat pinggang, merah bagaikan tanda kehidupan abadi. Merah bagaikan jimat untuk menangkal kejahatan dan mengusir segala kesialan yang menimpa manusia. Apakah itu sebabnya merah digunakan seperti garam dalam hidangan, tak tergantikan dalam kostum setiap suku di pegunungan, karena membawa keberuntungan dan kebahagiaan!
Majalah Heritage
Komentar (0)