Ketika minyak goreng tidak hanya untuk… menggoreng
Minyak goreng merupakan bahan pokok dalam banyak gorengan, mulai dari warung kaki lima hingga restoran mewah. Namun, ketika minyak goreng sering digunakan, atau digunakan kembali berkali-kali, jumlah minyak baru yang dibutuhkan meningkat – yang menyebabkan permintaan bahan baku, pemrosesan, dan transportasi yang lebih besar. Penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata, sekitar 3,8 kg CO₂-ekuivalen (CO₂e) dipancarkan untuk setiap 1 kg minyak yang dimurnikan dari biji; bahkan di wilayah yang lebih padat lahan, angkanya bisa mencapai ~5 kg CO₂e/kg. Ini berarti: setiap 1 kg minyak goreng tambahan yang dikonsumsi = kg CO₂e "tersembunyi" yang dipancarkan dari budidaya, produksi, logistik, dan pemrosesan.
Ekstraksi – Pengolahan – Pembuangan: Rantai Pembangkitan Gas Rumah Kaca
Pembukaan/Konversi Lahan : Ketika hutan atau lahan alami diubah menjadi tanaman minyak (seperti kelapa sawit, kedelai…), jumlah karbon yang hilang dari tanah/pohon dan emisi CO₂ akibat pembukaan lahan sangat besar.
Pengolahan & Transportasi : Budidaya, pemanenan, transportasi, dan pemurnian minyak goreng mengonsumsi energi (listrik, bahan bakar fosil) – semuanya berkontribusi terhadap gas rumah kaca.
Limbah minyak & pengolahan : Jika minyak goreng bekas tidak didaur ulang atau didaur ulang dengan benar, ketika dibuang ke lingkungan tanah/air, minyak tersebut dapat terurai dengan buruk dan menghasilkan metana (CH₄) – gas rumah kaca yang berkali-kali lebih kuat daripada CO₂ – atau CO₂ dari dekomposisi yang tidak terkendali. Dengan demikian, konsumsi minyak goreng yang "berlebihan" – atau pengelolaan minyak goreng yang tidak efektif – meningkatkan beban emisi GRK (Gas Rumah Kaca) terhadap lingkungan global.
Praktik di Vietnam dan masalah penggorengan
Di Vietnam, makanan yang digoreng sangat populer: mulai dari rumah tangga, rumah makan kecil, hingga restoran waralaba - minyak goreng merupakan bahan yang tak tergantikan. Ketika tekanan dan biaya ekonomi meningkat, penggunaan kembali minyak goreng berkali-kali kemungkinan besar akan terjadi. Konsumsi minyak goreng yang tinggi berarti: lebih banyak minyak yang dibeli → lebih banyak produksi → eksploitasi yang lebih besar → lebih banyak limbah. Tanpa proses pengelolaan yang baik, jumlah minyak goreng bekas yang tidak didaur ulang akan meningkat - yang menyebabkan peningkatan potensi emisi GRK. Minyak goreng bekas dalam jumlah besar, jika tidak diolah dengan benar, juga akan mencemari sumber daya air dan tanah serta mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap karbon - yang secara tidak langsung meningkatkan emisi gas rumah kaca.
Tindakan yang Dibutuhkan: Dari Pilihan Pribadi ke Aksi Korporasi
Konsumen sebaiknya mempertimbangkan untuk mengurangi frekuensi menggoreng, memilih tempat yang menggunakan minyak baru atau mengganti minyak secara berkala, serta menghindari berbagi dan menggunakan kembali minyak berkali-kali.
Restoran/rumah makan perlu mengembangkan proses untuk mengganti minyak, menyaring minyak, mengumpulkan minyak bekas, menggunakan minyak yang bersumber secara berkelanjutan, dan menghitung konsumsi untuk menghindari pemborosan.
Perusahaan dan rantai pasokan yang besar harus mengadopsi teknologi untuk memantau kualitas minyak, menentukan konsumsi dan emisi, serta menggunakan data untuk mengoptimalkan – tidak hanya menghemat biaya tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca tidak langsung dari rantai pasokan.
Kebijakan dan manajemen harus mencakup kerangka kerja untuk mengumpulkan minyak bekas, mendaur ulangnya menjadi biofuel atau bahan baku lainnya, dan mendorong penggunaan minyak goreng dari sumber terbarukan atau diproduksi secara berkelanjutan.
Konsumsi minyak goreng yang berlebihan dan pengelolaan yang buruk tidak hanya berdampak pada kesehatan penggunanya, tetapi juga menimbulkan masalah lingkungan yang serius – mulai dari emisi CO₂ dan CH₄ di seluruh rantai hingga hilangnya kapasitas penyerapan karbon oleh tanah dan air. Kita berada di persimpangan jalan: memilih pendekatan "goreng - pakai - buang" yang saat ini dapat terus menciptakan beban lingkungan; atau memilih pendekatan "goreng - pakai - kelola dengan baik - daur ulang" untuk mengubah makanan goreng renyah menjadi pilihan yang lebih berkelanjutan. Tindakan dimulai dari setiap dapur – setiap hidangan goreng – setiap pilihan minyak goreng. Karena "makanan lezat" juga harus meninggalkan "jejak hijau".
Sumber: https://baophapluat.vn/tieu-dung-dau-an-qua-muc-tro-thanh-ganh-nang-cho-moi-truong.html






Komentar (0)