China menerapkan sistem AI untuk memproses sejumlah besar data secara real time, membantu memberi peringatan dengan cepat kepada tim pemeliharaan kereta api berkecepatan tinggi.
Kereta berkecepatan tinggi yang terparkir di rel kereta, difoto dari atas. Foto: ximushushu/iStock
China menggunakan sistem kecerdasan buatan (AI) di Beijing untuk mengoperasikan dan memelihara jaringan kereta api berkecepatan tinggi, Interesting Engineering melaporkan pada 12 Maret.
Dengan panjang total sekitar 45.000 km, China memiliki jaringan kereta api berkecepatan tinggi terbesar di planet ini.
Sistem AI memproses sejumlah besar data di seluruh Tiongkok secara real-time, dan dapat memperingatkan tim pemeliharaan tentang situasi yang tidak biasa dalam waktu 40 menit dengan tingkat akurasi hingga 95%.
Liu Daoan, seorang insinyur senior di pusat inspeksi infrastruktur China State Railway Corporation, mengatakan sistem tersebut bekerja secara efektif. "Sistem ini membantu tim di lokasi melakukan inspeksi ulang dan perbaikan secepat mungkin," ujar Daoan dalam sebuah studi yang diterbitkan di jurnal industri China Railway.
Kereta cepat Tiongkok adalah yang tercepat di dunia , dengan kecepatan operasi 350 km/jam dan diperkirakan akan meningkat menjadi 400 km/jam tahun depan. Negara ini berencana untuk terus memperluas jaringan kereta apinya hingga setiap kota berpenduduk lebih dari 500.000 jiwa terhubung.
Berkat AI, kerusakan kecil pada rel kereta api cepat yang beroperasi di Tiongkok telah berkurang hingga 80% selama setahun terakhir. Tak satu pun dari rel ini yang perlu mengeluarkan peringatan perlambatan karena masalah rel yang serius. Penelitian juga menunjukkan bahwa amplitudo pergeseran rel akibat angin kencang telah berkurang secara signifikan berkat AI.
Jaringan kereta api AS menghadapi tantangan yang dapat diprediksi, dengan pemeliharaan yang buruk mengakibatkan risiko keselamatan yang berkelanjutan. Selama 50 tahun terakhir, rata-rata jumlah anjlok kereta api telah melampaui 2.800 per tahun.
Lebih dari satu dekade lalu, negara-negara seperti Jerman dan Swiss pertama kali menyadari potensi AI dalam manajemen perkeretaapian. Keduanya berupaya memanfaatkan AI untuk meningkatkan jaringan perkeretaapian mereka. Namun, jaringan di negara-negara ini lebih kecil daripada di Tiongkok.
Untuk melatih sistem AI, para ilmuwan Tiongkok harus mengumpulkan data mentah dalam jumlah besar. Mereka mengambil data dari rekaman pergerakan badan kereta, getaran rel, nilai bentuk gelombang, dan catatan meteorologi. Sebelumnya, pusat pemeliharaan mengeluarkan peringatan seminggu sekali. Kini, berkat AI, laporan dikeluarkan setiap hari.
Thu Thao (Menurut Teknik Menarik )
[iklan_2]
Tautan sumber






Komentar (0)