Menteri Elektronika dan Teknologi Informasi India Rajeev Chandrasekhar telah mengeluarkan peringatan kepada perusahaan media sosial, meminta mereka untuk bertanggung jawab atas konten deepfake di platform mereka, sambil menekankan pentingnya peraturan yang jelas dan transparan mengenai kecerdasan buatan (AI).
Menteri Elektronika dan Teknologi Informasi India, Rajeev Chandrasekhar. Foto: FT
Permintaan tersebut muncul saat India bersiap menghadapi pemilihan umum 2024 untuk mengendalikan misinformasi secara umum dan deepfake palsu khususnya guna meminimalkan campur tangan AI dalam hasil pemilihan.
"Kami jelas sangat prihatin dengan dampak misinformasi dan berita palsu lintas batas yang menyebabkan masalah bagi demokrasi kita," ujar Menteri Chandrasekhar dalam wawancara dengan Financial Times.
“Kami memperingatkan hal ini lebih awal dibandingkan kebanyakan negara karena dampaknya terhadap kami lebih negatif dibandingkan negara-negara yang lebih kecil,” tambahnya.
Tn. Chandrasekhar menekankan bahwa India telah mewaspadai bahaya yang ditimbulkan oleh deepfake lebih awal daripada kebanyakan negara, dan mengakui dampak signifikan disinformasi di negara tersebut.
Peringatan itu muncul saat perusahaan teknologi menyediakan layanan kepada salah satu pengguna internet terbesar di dunia , dengan India memiliki 870 juta pengguna internet dan 600 juta pengguna media sosial.
Sejak munculnya alat AI canggih, para peneliti dan negara-negara di seluruh dunia telah menyatakan kekhawatiran tentang meningkatnya ancaman deepfake, sebuah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menciptakan gambar, video , dan audio palsu yang meyakinkan.
Sebelumnya pada tanggal 26 Desember 2023, New Delhi telah meminta berbagai platform pesan dan media sosial yang beroperasi di India (seperti YouTube, X, WhatsApp, Telegram, Snapchat, dan jejaring sosial lokal Koo) untuk mematuhi hukum India terkait konten ilegal dan mengklarifikasi kepatuhan mereka terhadap persyaratan layanan dan perjanjian pengguna.
Lebih jauh lagi, Peraturan TI India 2021 melarang konten yang dianggap berbahaya bagi anak-anak, menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional, menyebarkan informasi yang salah, dan memberlakukan pembatasan lain terhadap kebebasan berekspresi.
Ngoc Anh (menurut FT, Firstpost)
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)