| Jerman, Prancis, dan Italia sedang mempersiapkan landasan untuk negosiasi regulasi AI di tingkat Eropa. (Sumber: AP) |
Pemerintah dari ketiga negara ini mendukung komitmen sukarela yang mengikat bagi penyedia AI besar dan kecil di Uni Eropa (UE).
Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan Dewan Eropa saat ini sedang bernegosiasi tentang bagaimana Uni Eropa harus memposisikan diri di bidang baru ini.
Parlemen Eropa memperkenalkan "Undang-Undang AI" pada Juni 2023, yang bertujuan untuk mengurangi risiko dari aplikasi AI dan menghindari dampak diskriminatif, tanpa memperlambat momentum inovasi teknologi di Eropa. Selama diskusi, Parlemen Eropa mengusulkan bahwa kode etik awal hanya mengikat penyedia AI besar, terutama dari Amerika Serikat.
Namun, ketiga negara ini telah memperingatkan tentang keunggulan kompetitif yang jelas bagi pemasok kecil Eropa. Mereka berpendapat bahwa hal ini dapat mengikis kepercayaan terhadap keamanan pemasok kecil dan menyebabkan mereka menarik lebih sedikit pelanggan. Oleh karena itu, ketiga negara ini juga berpendapat bahwa aturan perilaku dan transparansi harus mengikat semua orang.
Menurut dokumen yang diadopsi oleh Jerman, Prancis, dan Italia, sanksi tidak boleh diterapkan pada awalnya. Namun, jika pelanggaran kode etik terdeteksi setelah jangka waktu tertentu, sistem sanksi dapat diberlakukan. Dokumen tersebut menyatakan bahwa di masa mendatang, otoritas Eropa yang berwenang akan memantau kepatuhan terhadap standar tersebut.
Kementerian Ekonomi Jerman, lembaga yang bertanggung jawab atas regulasi AI bersama dengan Kementerian Urusan Digital, berpendapat bahwa undang-undang dan kontrol negara seharusnya mengatur aplikasi AI, bukan teknologinya sendiri. Lebih lanjut, pemerintah seharusnya tidak secara independen mengatur pengembangan model AI yang belum digunakan atau siap untuk dipasarkan.
Isu-isu seputar AI akan menjadi agenda pembahasan ketika pemerintah Jerman dan Italia mengadakan pembicaraan di Berlin pada tanggal 22 November.
Sumber






Komentar (0)