"Menegangkan" dalam keheningan
Tekanan yang dihadapi orang tua modern bukan hanya ekonomi . Namun, juga tanggung jawab ganda, yaitu membesarkan anak dan merawat orang tua yang lanjut usia, sementara mereka sendiri memasuki masa senja dengan segudang kekhawatiran tentang kesehatan, masa pensiun, dan kesepian...
Di usianya yang hampir 50 tahun, Ibu Ngoc Lan, seorang pekerja kantoran di Kota Ho Chi Minh, masih rutin mengantar cucunya ke sekolah di pagi hari. Setelah bekerja di sore hari, ia pergi ke pasar, memasak, membersihkan rumah, dan merawat ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Kedua anaknya bekerja, tetapi masih tinggal bersama karena mereka belum mampu hidup terpisah. "Terkadang saya berharap bisa benar-benar libur: tidak perlu repot-repot makan, membersihkan rumah, dan tidak perlu menjawab telepon. Tapi kalau saya bilang begitu, saya takut anak-anak akan menganggap saya cerewet dan menyebalkan," ujarnya sambil tertawa, matanya agak merah.
Bukan berarti Lan tidak dicintai. Anak-anaknya masih memberinya dukungan finansial dan hadiah selama liburan. Namun, yang kurang darinya adalah hal-hal yang tampaknya sederhana: percakapan yang mendalam dan tulus, beberapa pertanyaan yang tepat waktu, atau sekadar agar anak-anaknya menyadari bahwa ibunya juga lelah, perlu istirahat, keluar, dan bersenang-senang...
Sementara itu, Bapak Minh Quan, 42 tahun, adalah seorang insinyur jembatan yang pekerjaannya sering mengharuskannya bepergian jauh, dan memiliki tekanan lain. Dengan dua anak yang masih sekolah dasar, seorang istri yang bekerja lepas dengan penghasilan yang tidak stabil, seluruh beban kehidupan ekonomi keluarga berada di pundaknya. Namun, beban itu tidak selalu dibagi.
“Suatu hari sepulang dari perjalanan bisnis, begitu melihat anak saya, saya langsung ingin memeluk dan menciumnya. Namun, ia justru menghindar, katanya ia membenci saya, karena saya selalu cemberut, dan tidak pernah tersenyum,” Minh Quan berbagi dan mengaku: “Saya tidak ingin terlalu rewel dengan anak saya, saya sudah terlalu lelah.” Ia bercerita bahwa selama berhari-hari di lokasi konstruksi, ia bahkan tidak bisa tidur selama 4 jam, dan didesak oleh investor serta rekan-rekannya. Ketika ia sempat pulang, segala hal, baik besar maupun kecil, seakan menimpanya: mulai dari mengganti bola lampu, memperbaiki keran yang tersumbat, hingga menghadiri pertemuan orang tua… “Saya merasa seperti pilar yang menopang langit, tetapi setiap pilar pada akhirnya akan retak,” ujar Quan.

Orang tua, terutama ayah, seringkali diharapkan untuk tegar, memikul beban, dan tidak mengeluh. Namun, kebisuan itu sangat rentan. Mereka diharapkan menjadi penopang seluruh keluarga, sementara hanya sedikit orang yang mengerti dan berbagi, karena mereka juga manusia yang penuh kekhawatiran dan kelelahan.
Orang tua juga butuh tempat untuk bersandar.
Di masyarakat modern, kelas keterampilan mengasuh anak dan buku-buku tentang pengasuhan anak semakin banyak bermunculan. Namun, hanya sedikit orang yang bertanya sebaliknya: perlukah anak-anak mendengarkan orang tua mereka, atau siapa yang akan mengajari anak-anak mereka cara mendengarkan dan memahami orang tua mereka?
Banyak anak muda masa kini memiliki rasa kemandirian dan kepedulian terhadap kesehatan mental mereka sendiri, yang sangat berharga. Namun, dalam perjalanan merawat "anak batin" mereka, mereka lupa bahwa orang tua mereka mungkin juga terluka, dengan impian dan keinginan mereka yang belum terpenuhi.
"Kebanyakan orang tua tidak membutuhkan dukungan dari anak-anak mereka, tetapi mereka membutuhkan pemahaman dari anak-anak mereka" - itulah komentar seorang psikolog ketika berkonsultasi dengan seorang siswa tentang hubungan dengan orang tua mereka. Menurut pakar ini, pemahaman sebenarnya tidak terlalu rumit. Pelukan, makanan yang dimasak untuk orang tua, sore hari ketika anak mengajak orang tua ke kedai kopi untuk bertanya tentang orang tua mereka, terkadang hal-hal kecil itu adalah tetesan air yang berharga untuk menyirami jiwa-jiwa yang seakan layu karena beban orang tua.
Hubungan orang tua dan anak berbeda di setiap era: bahasa, latar belakang, lingkungan, ruang, dan bahkan gaya hidup yang berbeda; tetapi perbedaan bukan berarti jarak. Setiap anggota keluarga perlu belajar memandang satu sama lain sebagai individu yang mandiri, dengan luka, tekanan, dan celah yang tak terdefinisi.
Anak-anak mungkin tidak perlu memikul beban orang tua mereka, tetapi mereka bisa menjadi teman bagi mereka. Sebagaimana anak-anak dulu berharap orang tua mereka mendengarkan mereka ketika mereka sedih atau kecewa akan sesuatu, kini giliran orang tua mereka yang membutuhkan seseorang untuk menenangkan diri dan mendengarkan mereka bercerita tentang hari yang menyedihkan, tentang mimpi-mimpi mereka, tentang teman-teman lama, atau sekadar tentang rasa sakit yang tak terucapkan. Pelukan, tatapan berbagi, panggilan telepon... pelajaran mendengarkan tidak pernah hanya untuk satu pihak. Dalam keluarga, jika semua orang bersedia terbuka, mengatakan kebenaran, dan mendengarkan dengan jujur, maka koneksi dan berbagi akan selalu memiliki cara untuk kembali.
Hari ini, sebelum berangkat kerja, cobalah berhenti sejenak dan bertanya kepada ibumu: "Tidurmu nyenyak?" Atau di malam hari, duduklah di samping ayahmu dan cobalah menonton TV dalam diam bersamanya. Kamu mungkin menemukan bahwa, di balik keheningan itu, ada hati yang sudah lama tak tersentuh. Dan siapa tahu, yang paling dibutuhkan orang tua kita dari kita bukanlah kesuksesan gemilang atau ucapan terima kasih yang berbunga-bunga, melainkan sesuatu yang sudah sangat lama ada: kehadiran yang tulus.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/cha-me-cung-can-duoc-lang-nghe-post802640.html
Komentar (0)