Orang tua adalah guru terbaik yang diberikan alam kepada kita.
Bahkan sebelum kita ada, ketika kita hanyalah benih kehidupan yang tertidur dalam gelombang suci alam semesta, orang tua kita mulai mengajari kita. Mereka mengajari kita dengan berjalan ringan, agar setiap langkah tak mengganggu kedamaian rahim ibu kita; mereka mengajari kita dengan kata-kata yang baik dan pikiran yang indah, karena orang tua zaman dahulu percaya bahwa anak yang lahir akan mewarisi watak kata-kata orang tua mereka; mereka mengajari kita dengan berbuat baik. Ketika ibu kita tersenyum melihat bunga-bunga yang bermekaran, ketika ayah kita duduk diam menyaksikan matahari terbenam, saat itulah mereka menanamkan benih-benih kebaikan dalam diri kita sejak dini.

Orang tua hadir pada hari pertama kelas satu
Foto: Dao Ngoc Thach
Ketika kita menangis saat lahir – suara pembuka dari ziarah terpanjang dan terindah dalam hidup manusia, orang tua kita ikut menangis bersama kita, menangis bahagia, menangis menyadari bahwa mulai sekarang mereka memiliki tanggung jawab mulia tambahan: melindungi makhluk kecil. Kebahagiaan adalah melihat anak kita, tetapi kekhawatiran mengikuti kita seperti bayangan: takut anak kita kedinginan, takut anak kita lapar, takut anak kita terkejut, takut akan segala hal yang pernah dialami setiap orang tua. Anak kita riang, hanya tahu cara menangis dan tidur, sementara orang tua kita tetap terjaga, melindungi setiap tarikan napas kita.
Seiring waktu berlalu, setiap langkahku yang tertatih-tatih meninggalkan jejak tangan ayahku yang membimbing. Setiap langkah yang kuambil adalah saat ayahku membungkuk, menopangku, dan menjagaku tetap seimbang di tengah luasnya dunia. Dan di tempat tidur gantung sederhana itu, lagu pengantar tidur ibuku diam-diam mengikutiku sepanjang hidupku – sebuah lagu pengantar tidur yang tak hanya membuatku tertidur, tetapi juga meninabobokan pikiranku, meninabobokan hatiku, pelajaran tentang kebaikan, toleransi, dan takdir manusia.
Anak-anak tumbuh dewasa, dewasa, dan memiliki rumah sendiri. Anda pikir orang tua telah memenuhi kewajiban mereka, tetapi kenyataannya tidak demikian. Kasih sayang orang tua tidak berakhir ketika seorang anak tumbuh dewasa; kasih sayang itu hanya menjadi lebih tenang dan dalam, seperti sungai di titik terlemahnya. Orang tua terus merawat anak-anak mereka, dan kemudian cucu-cucu mereka. Kasih sayang itu bagaikan api yang hangat – semakin sering Anda membaginya, semakin awet.

Orang tua menunggu anak-anak mereka di depan gerbang sekolah saat hujan deras pada bulan Juni 2025
Foto: Nhat Thinh
Kemudian hari-hari penuh badai kehidupan datang, menjatuhkanmu, membuatmu bimbang, bingung antara pilihan dan kesalahan. Namun ketika semua orang berpaling, orang tua selalu menjadi orang yang membuka tangan menyambutmu, melindungimu dari angin, melindungimu dari hujan, memelukmu dalam pelukan damai mereka. Selama kau kembali, meskipun terluka, memiliki kekurangan, orang tua akan tetap memelukmu erat seperti saat kau baru lahir. Itulah cinta yang tak terbelenggu oleh kondisi apa pun, tak ada dosa yang cukup besar untuk memisahkan.
Ketika anak berbuat salah, orang tua tidak memarahi mereka dengan kasar. Karena jauh di lubuk hati, orang tua merasa bersalah karena tidak mendidik anak dengan baik. Rasa bersalah inilah yang menciptakan toleransi yang tak akan pernah bisa kita lunasi seumur hidup.
Hidup manusia terbatas. Dari saat kita menangis hingga menutup mata terakhir, orang tua hanya punya satu harapan: agar anak-anak mereka aman. Orang tua menanggung segala rasa sakit, kesulitan, dan kehilangan, hanya agar anak-anak mereka dapat duduk dengan tenang di atas angin. Dan ketika saat-saat terakhir hidup mereka tiba, orang tua tetap membawa cinta itu, membawa citra anak-anak mereka ke seberang tanpa mengeluh.
Orang tua mengajarkan bahwa: "Kasih karunia orang tua sedalam lautan, lebih tinggi dari langit." Kita memikul tubuh ini, kita memikul utang, utang budi yang tak pernah terbayar. Dan 20 November—hari untuk menunjukkan rasa syukur kepada mereka yang telah membimbing kita—adalah saatnya bagi kita untuk mengenang guru-guru terhebat yang telah diberikan alam kepada kita: ayah dan ibu.
Di dalam kelas kehidupan, orang tua adalah guru yang paling sabar.
Dalam badai kehidupan, orang tua adalah tempat berlindung yang paling sunyi.
Dalam perjalanan hidup, orang tua adalah teman yang paling lama mendampingi.
Mereka mengajari kita dengan sepenuh hati, dengan pengorbanan yang tak bernama, dengan setiap makanan, setiap helai pakaian, setiap nasihat yang tampaknya kecil yang mendukung seluruh perjalanan batin kita.

Hujan atau cerah, orang tua selalu dengan tenang dan sabar menunggu anak-anaknya di depan gerbang sekolah setiap musim ujian.
Foto: Nhat Thinh
Guru mengajarkan siswa untuk berterima kasih kepada orang tua mereka.
Dan ketika kita berdiri di hadapan siswa-siswa kita, memberi mereka pelajaran tentang karakter, tentang kehidupan, tentang cinta, kita sedang mengikuti jalan yang telah dibukakan oleh orang tua kita. Kita menjadi guru yang baik karena telah diajar oleh kasih sayang tanpa syarat dari orang tua kita. Setiap jabat tangan yang menyemangati, setiap kata-kata bimbingan yang lembut kepada siswa-siswa kita… semuanya mengandung bayang-bayang orang tua kita dalam diri mereka.
Jauh di lubuk hati, layaknya orang tua, setiap guru ingin murid-muridnya menjadi orang baik. Bedanya, guru memberi ilmu, orang tua memberi sepenuh hati.
Kebahagiaan terbesar orang tua bukanlah ketika anak-anaknya menjadi terkenal, melainkan ketika anak-anaknya tahu bagaimana mengasihi sesama. Kebahagiaan terbesar seorang guru bukanlah ketika siswanya mendapatkan nilai tinggi, melainkan ketika siswanya tahu bagaimana menjalani kehidupan yang layak. Oleh karena itu, orang tua adalah guru pertama, dan guru selalu menjadi bayang-bayang orang tua.
Pada tanggal 20 November, di antara doa-doa untuk para guru, di antara karangan bunga yang penuh warna, marilah kita luangkan waktu sejenak untuk memberikan penghormatan terakhir kepada guru pertama kita. Dari lubuk hati, kita mengingatkan diri sendiri bahwa: sekalipun kita menghabiskan seluruh hidup kita, kita takkan pernah mampu membalas rasa terima kasih mereka yang begitu dalam. Kita hanya berharap untuk menjalani hidup yang baik dan berbudi luhur, agar tidak mengkhianati kasih sayang tak terbatas yang telah diajarkan orang tua kita sejak kita masih kecil.
Sumber: https://thanhnien.vn/ngay-nha-giao-viet-nam-2011-cung-la-dip-tri-an-cha-me-nguoi-thay-dau-tien-185251118164805802.htm






Komentar (0)