![]() |
| Wanita Lo Lo dengan kostum tradisional berwarna-warni, berinteraksi di festival budaya Lo Lo Chai. |
Lagu itu bergema di antara bebatuan abu-abu yang luas
Selama beberapa generasi, masyarakat Lo Lo telah tinggal di komune Lung Cu, Pho Bang, Meo Vac, dan Son Vi, di provinsi Tuyen Quang yang baru saja bergabung. Masyarakat Lo Lo memiliki dua cabang utama: Lo Lo Hitam dan Lo Lo Bunga. Masing-masing kelompok memiliki nuansa budayanya sendiri, tetapi keduanya tetap melestarikan identitas etnis mereka yang asli dan kaya.
Menurut para peneliti, orang Lo Lo adalah keturunan penduduk yang pernah tinggal di tanah kuno Nam Chieu, yang secara bertahap bermigrasi ke Selatan ribuan tahun yang lalu. Melalui berbagai perubahan sejarah, mereka membawa serta kekayaan budaya yang kaya – mulai dari kostum warna-warni, festival panen sakral, hingga lagu-lagu daerah yang berasal dari jantung pegunungan.
![]() |
| Senyum di bibir wanita Lo Lo - keindahan pedesaan dan hangat dari dataran tinggi. |
Dalam kehidupan masyarakat Lo Lo, bernyanyi bukan hanya lirik lagu, tetapi juga "jiwa bangsa". Mereka bernyanyi saat pergi ke ladang, saat menenun, saat menyambut tamu, saat perayaan, dan untuk mengungkapkan perasaan. Di Desa Lo Lo Chai, Komune Lung Cu—yang dikenal sebagai "Desa Bendera Nasional", pengunjung sering mendengar gema lagu-lagu kuno dalam perayaan, di dekat api unggun yang berkelap-kelip di tengah malam di dataran tinggi. Nyanyian itu seolah menyatu dengan bebatuan dan pegunungan, menciptakan ritme kehidupan yang abadi.
Rekan Tran Duc Chung, Ketua Komite Rakyat Komune Lung Cu, menyampaikan: Lagu-lagu daerah Lo Lo adalah jiwa budaya masyarakat, penghubung antargenerasi. Komune Lung Cu berkoordinasi dengan para seniman untuk mengumpulkan, mengajarkan, dan membawakan lagu-lagu daerah ke dalam kegiatan budaya dan pariwisata masyarakat, membantu nyanyian masyarakat Lo Lo agar terus bergema di mana-mana.
![]() |
| Anak-anak Lo Lo berdandan untuk berpartisipasi dalam pertunjukan lagu dan tari rakyat tradisional di festival tersebut. |
Lagu cinta dan kebanggaan desa
Suku Lo Lo memiliki banyak melodi rakyat yang berkaitan dengan kehidupan - mulai dari lagu pengantar tidur, lagu pernikahan, lagu untuk panen, lagu cinta, hingga lagu perpisahan. Pada malam-malam yang diterangi cahaya bulan di dataran tinggi, seorang pemuda memanggil sahabatnya: "Sayangku, jangan cepat pulang, bulan belum terbenam, aku belum selesai menyanyikan lagu cintaku..." Dan suara gadis itu menjawab sejernih kabut: "Jika kata-katamu adalah aliran air, aku akan menjadi awan yang hanyut bersama air, terbang bersamamu hingga ujung cakrawala selamanya."
Lagu-lagunya sederhana, tanpa lirik yang rumit, namun mengandung jiwa yang kaya dan mendalam. Lagu-lagu rakyat Lo Lo tidak membutuhkan alat musik yang rumit, terkadang hanya suara tepukan tangan, suara batu yang saling beradu, suara angin yang melewati tebing sudah cukup untuk menciptakan suara yang khas—dalam namun cerah, kuat namun lembut.
![]() |
| Gadis Lo Lo dengan kostum tradisional. |
Khususnya, dalam ritual, masyarakat Lo Lo juga menggunakan gendang perunggu—harta sakral bangsa. Bagi mereka, gendang perunggu bukan hanya alat musik, tetapi juga "suara leluhur", yang menghubungkan manusia dengan dunia roh. Dalam Upacara Doa Panen, Upacara Lompat Tahun Baru, Upacara Pemujaan Leluhur... suara gendang perunggu bergema diiringi lagu-lagu daerah, menciptakan suasana sakral dan magis. Ketukan gendang membuka lagu, bagaikan sumber yang membangkitkan kenangan leluhur di hati masyarakat Lo Lo.
Bapak Sinh Di Gai, Kepala Desa Lo Lo Chai, seorang tokoh terpandang di masyarakat, berbagi: "Suara gendang perunggu dan lagu-lagu daerah adalah jiwa desa. Dulu, hanya saat perayaan atau menyambut tamu terhormat, para lansia bernyanyi dan menabuh gendang untuk berdoa memohon panen yang baik. Sekarang semua orang tahu liriknya, anak laki-laki dan perempuan berlatih menyanyi dan menari bersama untuk memperkenalkannya kepada wisatawan. Kami menganggapnya sebagai kebanggaan dan tanggung jawab untuk melestarikan nyanyian leluhur kami."
Lagu-lagu daerah Lo Lo sering dikaitkan dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Lagu untuk mengundang tamu di tengah musim panen, lagu pengantar tidur di sore yang hujan, atau dialog di malam pernikahan, semuanya mengandung makna yang halus dan kemanusiaan. Setiap lagu dan melodinya tidak hanya menceritakan tentang cinta antarpasangan, tetapi juga menyampaikan rasa syukur kepada langit, bumi, leluhur, dan harapan akan panen yang melimpah serta kehidupan yang damai.
Jauhkan lagu dari hati batu
Dalam khazanah budaya rakyat masyarakat Lo Lo, lagu daerah dan gendang perunggu merupakan dua warisan langka, yang mencerminkan jiwa romantis dan kehidupan spiritual yang kaya dari masyarakat yang tinggal di wilayah berbatu tersebut. Lagu daerah dianggap sebagai suara emosi, sementara gendang perunggu adalah suara keyakinan—keduanya menciptakan identitas unik kelompok etnis ini.
![]() |
| Tempat pertunjukan tari dan lagu daerah tradisional masyarakat Lo Lo yang menarik banyak wisatawan dan penduduk lokal untuk menonton. |
Setiap tahun, ketika musim semi tiba di desa-desa di ujung Utara, masyarakat Lo Lo mengadakan festival untuk berdoa memohon panen yang baik, memasang genderang, dan menyanyikan lagu-lagu syukur kepada langit dan bumi. Di bawah cahaya api yang berkelap-kelip, nyanyian dan genderang berpadu, membawa pendengar kembali ke akar budaya kuno bangsa. Nyanyian itu merupakan kenangan sekaligus aspirasi – aspirasi untuk melestarikan jiwa di tengah kehidupan modern.
Pengunjung desa Lo Lo Chai (kelurahan Lung Cu) tersentuh ketika mendengar penduduk setempat bernyanyi:
"Ingat, kirimkan kenanganmu di hatimu,
Ingat, kirimkan ingat siang dan malam,
Ingatlah di jantung batu,
Ingat, selalu ingat dirimu sendiri…”
Lagu ini sederhana namun penuh semangat, membuat siapa pun yang mendengarnya merasa hatinya tenang.
Ibu Tran My Linh, seorang turis dari Kota Can Tho, berkata dengan penuh emosi, "Nyanyian orang Lo Lo sungguh menyentuh. Sederhana, tulus, dan penuh emosi. Nyanyian itu seakan membawa saya kembali ke nilai-nilai asli, membuat saya lebih menghargai hal-hal sederhana dalam hidup."
![]() |
| Anak-anak Lo Lo berseri-seri dalam balutan kostum tradisional saat menghadiri festival budaya etnik Lo Lo. |
Seiring dengan perkembangan pariwisata komunitas, pemerintah dan masyarakat berupaya melestarikan dan mempromosikan lagu-lagu daerah Lo Lo. Banyak kelas menyanyi tradisional telah dibuka di desa-desa dan sekolah-sekolah. Pertunjukan lagu daerah untuk wisatawan telah menjadi daya tarik budaya yang unik di Karst Plateau Global Geopark.
Kamerad Tran Duc Chung, Ketua Komite Rakyat Komune Lung Cu, menegaskan: Komune Lung Cu sedang berkoordinasi dengan badan-badan khusus untuk menjadikan lagu-lagu daerah, genderang perunggu, dan festival Lo Lo sebagai produk wisata khas. Karena ini bukan hanya budaya, tetapi juga kebanggaan seluruh dataran tinggi berbatu.
Di tengah desiran angin pegunungan dan bebatuan kelabu yang bertumpang tindih, lagu-lagu rakyat Lo Lo masih bergema bak jantung hutan agung—lembut namun kuat, sederhana namun mendalam. Lagu itu telah melampaui lapisan waktu, menjadi "jiwa batu" dataran tinggi, sebuah lagu tak berujung tentang cinta, keyakinan, dan vitalitas abadi masyarakat di wilayah Tuyen Quang Utara yang jauh saat ini.
Artikel dan foto: Duc Quy
Sumber: https://baotuyenquang.com.vn/van-hoa/du-lich/202511/dan-ca-lo-lo-thanh-am-di-san-giua-cao-nguyen-da-d7c3fb5/












Komentar (0)