
Kebahagiaan ganda
Bagi warga yang tinggal di sekitar rumah komunal An Ngai Dong (kelurahan Hoa Khanh), bulan Agustus ini akan membawa kebahagiaan ganda karena selain bertepatan dengan peringatan 15 tahun rumah komunal tersebut ditetapkan sebagai peninggalan sejarah dan budaya tingkat kota, tempat ini baru saja selesai direstorasi dan diperindah setelah sekian tahun mengalami kerusakan.
Saat ini, Bapak Nguyen Ba Don, Kepala Desa An Ngai Dong, kerap datang dan membukakan pintu rumah warga agar warga bisa masuk dan membakar dupa.
Menurutnya, merawat atap rumah komunal di tengah kota modern itu sulit, apalagi menjaganya tetap hidup dan ramai pengunjung. Maka sesibuk apa pun ia, ia selalu menyempatkan diri untuk membersihkan, mengelap, dan merawatnya.
"Warga desa sekarang tinggal di tengah kota, tetapi setiap bulan purnama, bulan baru, atau peringatan kematian, mereka kembali ke rumah komunal. Beberapa orang yang kebetulan lewat mampir ke rumah komunal untuk membakar dupa," kata Pak Don setelah menutup pintu kayu yang baru dicat dengan lembut.
Tidak semegah rumah-rumah komunal lainnya di Da Nang , tetapi rumah komunal An Ngai Dong memiliki ciri khasnya sendiri yang hangat. Atapnya yang kecil dengan tiga kamar terletak di bawah naungan pepohonan, sementara di depannya terdapat halaman yang bersih dan teduh.
Panel kayu berukir, kasau, dan balok silang semuanya dirawat dengan hati-hati setelah restorasi.
Rumah komunal ini dibangun pada tahun 1892 (tahun ke-4 pemerintahan Thanh Thai) di atas sebidang tanah datar di tengah desa. Rumah komunal ini menghadap ke barat, dengan ladang di depan dan Pegunungan Ba Na di kejauhan.
Aula utama memiliki luas 9,3m x 9,175m. Arsitekturnya bergaya rumah satu kamar dengan dua sayap, termasuk 2 set rangka atap. Setiap set rangka atap memiliki 5 baris kolom (2 kolom pertama, 2 kolom kedua, dan 1 kolom ketiga; diameter kolom masing-masing adalah 25cm, 22cm, dan 20cm). Semua sistem kolom berdiri di atas fondasi batu berbentuk labu.
Kuil bagian dalam memuja para dewa dan leluhur yang berkontribusi pada perkembangan desa. Area ini dihiasi dengan kalimat-kalimat paralel dalam aksara Tionghoa yang memuji jasa para dewa dan leluhur.
Di bawah atap rumah komunal An Ngai Dong, ruang lama masih penuh vitalitas karena hati orang-orang tidak pernah lupa.
Pak Don mengatakan, menjaga atap rumah komunal berarti menjaga akarnya, dan mewariskannya kepada anak cucu berarti menjaga jiwa desa.
Dalam setiap upacara, ia dan para tetua membimbing kaum muda dalam menata sesaji, cara berpegangan tangan dan membungkuk, serta cara melafalkan doa dengan khidmat dan hormat.
"Kalau kita tidak mengajarkannya, anak-anak akan mudah lupa. Dan kalau kita melupakan etiket, rumah komunal akan kehilangan fondasinya dan orang-orang akan kehilangan akarnya," ujarnya.
Kehidupan perkotaan
Budaya selalu bergerak seiring waktu. Dalam arus itu, rumah-rumah komunal bagaikan tonggak spiritual, yang menuntun hati manusia kembali ke akarnya.
Di Da Nang, Hai Chau atau Thac Gian adalah rumah komunal langka yang masih menyimpan banyak artefak bernilai sejarah dan budaya khusus.
Misalnya, rumah komunal Hai Chau menonjol dengan lonceng perunggu setinggi 1,3 m, mulut selebar 0,7 m, diukir dengan gambar dua naga Dinasti Nguyen yang megah, yang saat ini disimpan di Museum Da Nang.
Tiga prasasti marmer juga masih utuh, satu didirikan pada tahun ke-14 pemerintahan Tu Duc (1861), dan dua lainnya berasal dari tahun pertama pemerintahan Bao Dai (1926), yang mencatat jasa masyarakat Hai Chau yang menyumbangkan tenaga dan uang untuk merenovasi rumah komunal.
Di dalam rumah komunal, masih ada 6 papan pernis horizontal yang berharga, dibuat pada masa dinasti Gia Long, Minh Mang, Tu Duc...
Di lahan seluas lebih dari 2.000 meter persegi yang terletak di jantung kota, selama lebih dari sepuluh tahun, Bapak Nguyen Ngoc Nghi, Ketua panitia ritual rumah adat Thac Gian, dengan tekun menyalin dan menerjemahkan puluhan dekrit dan perintah kerajaan dari Dinasti Han Nom dari Dinasti Le dan Nguyen ke dalam bahasa Vietnam agar mudah diakses oleh generasi mendatang.
Dikatakannya, setiap dekrit kerajaan ibarat dokumen administratif istana kerajaan, yang menjadi bukti nilai sejarah dan jasa para leluhur.
Di antara semuanya, dekrit kerajaan komune Thac Gian, yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Minh Mang (1826), sangatlah berharga. Setiap kalimat di dalamnya ringkas dan bermakna, menekankan moralitas kesetiaan dan bakti kepada orang tua, semangat keterikatan antara rakyat dan tanah tempat mereka tinggal.
"Dekrit ini dianugerahkan kepada dewa pelindung komune Thac Gian. Ia telah berkontribusi dalam melindungi negara, membantu rakyat, dan jasa-jasanya bersinar terang. Ia dipuja oleh rakyat komune. Mengikuti perintah leluhur Cao Hoang De, kita telah mempersatukan negara, dan kabar baik telah disampaikan kepada semua dewa dan rakyat," terjemah Bapak Nghi.
Di usianya yang hampir 80 tahun, Bapak Nghia mengatakan bahwa beliau adalah penjaga rumah komunal sejati. Setiap hari, beliau masih rutin mengunjungi halaman rumah komunal, seolah-olah sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging.
Di sana, ia sering duduk dan membaca ulang dekrit kerajaan, merenungkan setiap kata dalam Han Nom. Pada setiap perayaan, ialah yang mengedit orasi pemakaman dan memberikan instruksi kepada generasi berikutnya tentang cara melaksanakan upacara tersebut.
Sebab, ia paham betul, bahwa jika ia hanya berhenti pada pemeliharaan genteng dan tiang-tiangnya saja, tetapi tidak dapat menjaga rasa hormat dan mewariskan akhlak mulia kepada generasi mendatang, maka rumah adat itu lama-kelamaan akan menjadi cangkang kosong.
Banyak orang bilang, sekarang kota sudah maju, siapa lagi yang peduli dengan rumah komunal desa. Tapi saya percaya setiap orang punya tempat untuk mengenang, tempat untuk kembali. Dan rumah komunal adalah tempat itu,” ujarnya.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan kota, terkadang aroma dupa di bawah atap rumah komunal kecil sudah cukup untuk mengingatkan orang akan akar dan asal usul mereka.
Ibu Nguyen Thi Thanh (tinggal di dekat rumah komunal Thac Gian) bercerita bahwa sejak kecil ia sudah akrab dengan suara drum dan aroma dupa di setiap musim perayaan. Saat tumbuh dewasa, dengan kesibukan pekerjaan yang begitu padat, ada kalanya ia merasa telah melupakannya.
Namun, hanya dengan melewati rumah komunal, melihat bunga pinang dan daun sirih di altar, hatinya tiba-tiba menjadi tenang. Semua kegembiraan kembali, seolah-olah sebagian kenangan masa kecilnya selalu ada.
Melestarikan rumah komunal untuk kota, untuk setiap warga, tidak berhenti pada melestarikan atap rumah komunal, tetapi juga menjangkarkan lapisan-lapisan kenangan di tanah tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.
Jagalah, agar kota tak melupakan desa. Jagalah, agar generasi mendatang tak meninggalkan akarnya.
Sumber: https://baodanang.vn/giu-mai-dinh-cho-pho-3298980.html






Komentar (0)