Menanggapi usulan Kota Ho Chi Minh untuk mengkaji dan mengizinkan konversi sepeda motor berbahan bakar bensin menjadi sepeda motor listrik (retrofit), banyak anggota grup media sosial mengatakan bahwa hal tersebut akan sulit diterapkan karena risiko teknis, keselamatan, dan hambatan hukum. Meskipun tujuannya adalah untuk memanfaatkan kendaraan lama dan mengurangi emisi, hal ini justru menimbulkan lebih banyak risiko daripada manfaat.
Oleh karena itu, masalah terbesar konversi terletak pada kenyataan bahwa rangka kendaraan berbahan bakar bensin dan listrik tidak dapat digunakan bersama-sama. Rangka kendaraan berbahan bakar bensin asli tidak dirancang untuk memasang baterai dan motor listrik. Melepas mesin bensin dan memasang motor listrik akan mengubah seluruh struktur, bobot, dan distribusi bobot yang telah diperhitungkan secara cermat oleh produsen sejak awal.

Ketika komponen kelistrikan terpasang, kendaraan dapat menjadi tidak seimbang, sehingga spesifikasi aslinya terganggu, dan secara langsung memengaruhi sistem suspensi, ban, rangka, dan struktur penahan beban. Baterai sepeda motor listrik seringkali cukup berat dan membutuhkan penempatan yang optimal, yang tidak mungkin dilakukan dengan rangka berbahan bakar bensin.
Selain itu, sistem suspensi dan pengereman kendaraan berbahan bakar bensin juga perlu dihitung ulang, karena akselerasi sepeda motor listrik seringkali jauh lebih tinggi. Kendaraan yang dimodifikasi sangat sulit untuk memastikan ketahanan air dan pembuangan panas yang efektif, sehingga menyebabkan penurunan daya tahan dan keamanan yang signifikan. Faktanya, dari beberapa kebakaran kendaraan listrik baru-baru ini, terlihat bahwa setelah kendaraan terbakar hingga ke rangka, kotak baterai yang dimodifikasi pun terekspos.
Selain risiko teknis, konversi juga menghadapi hambatan hukum. Saat ini, proses registrasi dan pedoman hukum untuk kendaraan hasil konversi masih belum jelas. Tanpa kontrol yang ketat, konversi mudah dieksploitasi untuk modifikasi tenaga kendaraan.
Banyak orang berpendapat bahwa konversi ini kurang praktis, terutama dari segi estetika dan keamanan secara keseluruhan. Saat ini, banyak produsen mobil telah mengembangkan sepeda motor listrik baru dengan biaya yang setara atau bahkan lebih murah daripada kendaraan berbahan bakar bensin. Konversi ini, jika dihitung biayanya, belum tentu menguntungkan secara ekonomi . Oleh karena itu, ketika kerangka hukumnya belum siap, proposal ini dianggap belum mendekati kenyataan.
Di banyak negara Asia seperti India, konversi sepeda motor berbahan bakar bensin ke listrik telah muncul. Perusahaan-perusahaan mengembangkan "perangkat" terpisah (termasuk baterai, motor, dan sistem kelistrikan) untuk setiap model sepeda motor. Namun, tantangan terbesarnya masih terletak pada standar hukum dan kendali mutu yang seragam untuk menjamin keselamatan. Faktanya, sangat sulit untuk membedakan sepeda motor hasil konversi yang memenuhi standar keselamatan saat dikendarai di jalan raya secara kasat mata.
Di India, meskipun Badan Riset Otomotif (ARAI) telah mengeluarkan standar teknis untuk retrofit sejak tahun 2022, masih banyak hambatan yang dihadapi. Perusahaan yang ingin melakukan konversi harus memiliki sertifikasi keselamatan kelistrikan, struktur, baterai, dan rem, sehingga implementasi skala besar masih sulit.
Alasannya adalah keamanan baterai litium, yang seringkali berat, memakan banyak ruang, mudah memengaruhi keseimbangan, dan kapasitas pembuangan panas asli kendaraan tidak merespons dengan baik, sehingga meningkatkan risiko kebakaran dan ledakan. Selain itu, biaya konversi tidak selalu murah. Jika Anda memperhitungkan baterai (yang nilainya setengah dari nilai kit, dengan masa pakai hanya 3-5 tahun), biaya pemasangan dan registrasi, biayanya bisa mencapai 60% hingga 100% dari kendaraan listrik baru dengan garansi asli dan desain sinkron.
Sumber: https://khoahocdoisong.vn/hoan-cai-xe-may-chay-xang-sang-dien-tai-tphcm-kho-kha-thi-post2149066549.html






Komentar (0)