Orang pertama yang memberi tahu saya tentang buah ini adalah ibu saya, dan orang yang mengupasnya untuk saya makan juga ibu saya. Setiap musim panas, terik matahari mengingatkan saya pada gambaran yang sudah tidak asing lagi, ibu saya menggunakan pisau pinang yang tajam untuk mengupas kulit tipis buah kesemek, dan ia memberi saya setiap potong buah yang lembut, manis, dan harum.
Desa saya memiliki tanah berpasir dan berpasir, jadi di mana pun mawar tumbuh, ia tumbuh subur. Batang pohonnya tinggi dan menjulang, memberikan keteduhan bagi pohon belimbing, pohon jambu biji, dan tunas ubi jalar yang tumbuh di dekatnya.
Keluarga saya tidak menanam mawar. Namun, seorang kerabat, seorang nenek yang sangat dekat, memiliki pohon mawar tua di rumahnya. Waktu kecil, lengan saya tak sanggup merangkul batang pohon itu. Sekarang, saya bisa memegang seluruh pohon dengan kedua tangan, tetapi bekas kanopi pohon mawar yang besar dan kokoh itu masih terpatri kuat dalam ingatan saya.
Setiap awal musim panas, mawar beludru mekar dengan tenang. Mereka tetap diam seolah tak ada yang peduli. Namun, begitu mereka berbuah dan menghirup embun serta angin, tanpa perlu gembar-gembor atau suara, siapa pun yang melewati mawar beludru tak kuasa menahan diri untuk tak menatap gugusan buah dengan warna oranye-merah yang unik dan bulu-bulu halus nan lembut.
Kesemek adalah hadiah berharga di kampung halaman saya. Ibu saya dulu bilang, kalau dipaksa, buahnya tidak akan matang sempurna. Itulah sebabnya orang-orang harus menunggu sampai buahnya matang dan harum, jatuh ke tanah dengan sendirinya, lalu dengan hati-hati memetiknya, memasukkannya ke dalam keranjang yang dilapisi kain lembut, dan membawanya ke pasar.
Pertengahan hingga akhir musim panas juga merupakan waktu pematangan kesemek beludru. Kesemek beludru berukuran sebesar kepalan tangan, tampak seperti kesemek di bagian luar, tetapi ditutupi lapisan bulu halus berwarna merah-oranye. Aroma buahnya lembut, manis, dengan sedikit aroma apel, gurih, dan markisa.
Meskipun tampak begitu padat dari luar, Anda hanya perlu mengupas kulit tipisnya dengan pisau tajam untuk menikmati rasa manis dan lezat dari kesemek beludru. Daging buahnya berwarna putih gading dan lembut. Begitu digigit, aroma dan rasa manisnya yang kaya langsung terasa. Tidak seperti buah manis lainnya, menyantap kesemek beludru sulit membuat orang bosan. Buah pertama memiliki aroma yang kuat, tetapi buah kedua memiliki aroma yang unik. Terkadang terasa seperti sedang makan apel, terkadang terasa seperti salah makan buah, dan berulang kali aromanya mengingatkan Anda pada manisnya markisa.
Kejutan dalam rasa terus menantang si pemakan, sehingga dalam sekejap, ketika melihat ke bawah ke keranjang buah, yang tersisa hanyalah kulit kesemek. Ternyata, ketika sibuk menganalisis aroma dan kelezatannya, kita pasti lupa bahwa jumlah buahnya semakin berkurang.
Baru-baru ini, saat memiliki waktu luang, saya berjalan santai di jalan. Tiba-tiba mata saya menangkap kilauan warna merah beludru di kejauhan. Ternyata, di rumah kebun di sudut jalan yang ramai, pemiliknya masih menyayangi sudut kebun dengan tajuk mawar beludru hijau yang menjulang tinggi, cabang-cabang dan daun-daunnya yang penuh buah. Tanpa diduga, kenangan masa kecil saya muncul entah dari mana. Pagi-pagi di musim panas yang terik, langit biru, saya bergegas bersepeda ke rumah nenek untuk memungut buah mawar beludru yang jatuh larut malam. Atau di beranda, berkilauan terkena sinar matahari yang menyinari biji-bijinya, ibu saya menggunakan topinya untuk mengipasi dirinya, sambil dengan cepat mengupas setiap buah mawar beludru yang lembut dan matang yang dibelinya dari pasar untuk putri satu-satunya di keluarga.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)