Di era digital, jejaring sosial telah menjadi ruang hidup kedua, terutama bagi kaum muda. Jejaring sosial bukan hanya tempat untuk berkomunikasi dan hiburan, tetapi juga lingkungan untuk membentuk budaya, pandangan, dan perilaku. Namun, perkembangan jejaring sosial yang pesat juga menimbulkan tantangan besar dalam hal budaya perilaku. Sangatlah penting bagi kaum muda untuk membekali diri dengan "Indeks EQ Digital" yang tinggi agar dapat menguasai ruang ini, menjadikan jejaring sosial sebagai tempat untuk menyebarkan nilai-nilai positif, alih-alih "tempat pembuangan" hal-hal negatif.
Menurut statistik, lebih dari 75% anak muda Vietnam saat ini aktif di platform media sosial seperti Facebook, TikTok, Zalo, YouTube... dengan rata-rata waktu penggunaan 2-4 jam per hari. Ini merupakan lingkungan yang membantu anak muda mengekspresikan diri, mempelajari ilmu pengetahuan, dan memperluas pergaulan.
Namun, di samping aspek positifnya, jejaring sosial juga menghadirkan banyak tantangan. Menerima informasi tanpa seleksi, terjebak dalam "pusaran" suka - bagikan - komentar, atau mengekspresikan emosi tanpa kendali menyebabkan banyak anak muda terlibat dalam pertengkaran, konflik, dan bahkan pelanggaran hukum.

Siswa sering menggunakan jejaring sosial, sehingga meningkatkan kesadaran dan “kecerdasan digital” diperlukan untuk membangun dunia maya yang positif dan aman.
Menyadari hal ini, Dinas Keamanan Siber dan Pencegahan Kejahatan Berteknologi Tinggi (Kepolisian Daerah) telah aktif berkoordinasi dengan pemerintah daerah, keluarga, dan sekolah untuk menyelenggarakan sesi propaganda dan pelatihan bagi siswa guna membantu mereka memahami potensi risiko media sosial. Sekaligus, membekali mereka dengan keterampilan dan pengetahuan dalam menggunakan media sosial untuk melindungi diri dari informasi buruk dan negatif, berperilaku santun dalam komunikasi daring, dan secara proaktif menyebarkan nilai-nilai positif di dunia maya.
Untuk membangun "perisai" yang aman bagi diri mereka sendiri, kaum muda perlu memahami dan mematuhi peraturan hukum, tahu cara menjaga kerahasiaan informasi, memverifikasi sumber informasi sebelum membagikannya, dan pada saat yang sama, membentuk sikap perilaku standar dan rasa hormat terhadap orang lain dalam semua interaksi daring.
Doan Ha Linh (Kelas 12 Sastra, SMA Berbakat Le Quy Don) berbagi: “Saat menggunakan media sosial, saya sering menerapkan prinsip "Jangan menanggapi kemarahan". Ketika saya melihat komentar negatif, "sarkastik", atau komentar yang menyinggung, saya sering memilih untuk diam atau menggunakan fitur sembunyikan/hapus komentar daripada mengkonfrontasinya. Saya juga sangat berhati-hati saat berbagi informasi, selalu mencari setidaknya dua sumber informasi resmi. Selain itu, saya aktif mengikuti akun-akun dengan konten positif dan konstruktif, sehingga "filter" berita harian saya selalu bersih. Saya pikir itu adalah cara untuk melindungi diri dari racun dunia maya.” 
Petugas Departemen Keamanan Siber dan Pencegahan Kejahatan Teknologi Tinggi menyebarluaskan informasi kepada anggota serikat pekerja dan pemuda tentang keterampilan keamanan informasi dan perilaku beradab di jejaring sosial.
"Digital EQ" – atau kecerdasan emosional dalam lingkungan digital – adalah kemampuan untuk mengenali, mengatur emosi, dan merespons dengan tepat saat berkomunikasi daring. Hal ini dianggap sebagai salah satu keterampilan dasar yang membantu kaum muda berperilaku positif secara daring. Menurut para ahli psikologi, saat menggunakan media sosial, orang-orang mudah terpengaruh oleh emosi langsung: perbandingan, persaingan, penilaian, atau reaksi negatif terhadap komentar lawan. Jika kekurangan digital EQ, kaum muda sangat rentan atau tanpa sengaja menyakiti orang lain. Untuk meningkatkan "digital EQ", setiap individu harus belajar mengelola waktu yang dihabiskan daring, menghindari ketergantungan pada suka atau pengakuan virtual. Selain itu, melatih kemampuan untuk memahami, menghargai sudut pandang yang berbeda, tidak terburu-buru menghakimi atau menyebarkan informasi negatif juga merupakan perwujudan budaya perilaku yang bertanggung jawab.
Letnan Senior Lo Thai Phu (Departemen Keamanan Siber dan Pencegahan Kejahatan Berteknologi Tinggi) mengatakan: “Saat ini, media sosial sedang berkembang pesat, terutama menarik minat anak muda karena kemudahan dan konektivitasnya yang tinggi. Namun, di samping aspek positifnya, penyalahgunaan media sosial juga memiliki banyak potensi risiko, mulai dari pengungkapan informasi pribadi, penipuan daring, hingga konsekuensi hukum yang lebih serius. Bagi anak muda yang masih dalam tahap emosi yang meluap-luap, semakin penting untuk membekali diri dengan keterampilan digital dan keterampilan berperilaku budaya di dunia maya. Setiap perkataan dan tindakan tampak tidak berbahaya, tetapi jika mereka menghina atau menghina orang lain di media sosial, hal itu dapat mengakibatkan pelanggaran hukum dan menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga.”

Generasi muda perlu dibekali keterampilan untuk mengidentifikasi, memilih, dan bereaksi secara tepat terhadap informasi di media sosial agar tidak "terhanyut" oleh informasi negatif. Foto ilustrasi
Budaya media sosial bukanlah hukum yang kaku, melainkan kesadaran diri, rasa hormat, dan empati setiap individu. Generasi muda, sebagai generasi yang menguasai teknologi, perlu memahami dengan jelas kekuatan setiap klik dan setiap status. Mari kita ubah media sosial menjadi alat yang ampuh untuk terhubung, belajar, dan berkembang, bukan tempat untuk melampiaskan kenegatifan. Dengan meningkatkan "EQ digital" dan mempraktikkan kebaikan setiap hari, generasi muda akan menciptakan dunia maya yang beradab dan positif, yang menghargai citra mereka dan komunitas.
Sumber: https://baolaichau.vn/xa-hoi/nang-cao-chi-so-eq-ky-thuat-so-521579






Komentar (0)