Gairah dari masa lalu
Dengan berkembangnya platform e-commerce, seiring dengan perubahan kebiasaan pembaca dalam mengakses informasi, budaya membeli dan mengoleksi buku-buku lama tidak lagi sepopuler dulu. Jalanan buku lama semakin sepi, hanya tersisa beberapa toko yang tersebar dan tersembunyi di balik toko-toko modern.
Di sana, di balik papan nama sederhana itu, terdapat sebuah toko buku mini, dengan "dinding" buku yang hampir mencapai langit-langit, lorong-lorong sempit di antara deretan rak panjang. Di atasnya menjulang papan-papan klasifikasi buku: Sastra Vietnam, Sastra Asing, Seni, Filsafat, Kedokteran, Bahasa Asing...
Duduk di tengah toko buku, seorang pemilik paruh baya sedang membaca setiap baris buku tua. Buku itu merupakan sarana bisnis sekaligus sahabat bagi pemiliknya. Dari satu buku ke buku lainnya, kecuali saat ada pelanggan yang datang untuk melihat-lihat, sang pemilik akan membaca setiap judul secara bergantian.
Mereka juga menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa kualitas, membersihkan debu, dan menata gudang buku mereka yang besar. Ketelitian dan dedikasi tersebut membantu pemilik toko "menghafal" buku-buku yang mereka miliki, sehingga mudah memberi saran kepada pelanggan saat dibutuhkan.

Meskipun tidak seramai dulu, toko-toko buku tua masih dikunjungi beberapa orang, terkadang puluhan orang, setiap hari. "Pecinta buku" mencakup lansia, paruh baya, dan bahkan anak muda. Pembaca yang datang ke toko buku tua memiliki alasan masing-masing. Bisa jadi karena hobi yang diwariskan kakek-nenek atau orang tua, keinginan untuk mengoleksi buku yang sudah tidak dicetak lagi, ekspektasi akan pengalaman unik, atau sekadar rasa ingin tahu setiap kali melewati toko buku.
Phuong Vy (25 tahun, tinggal di Distrik Cho Quan, Kota Ho Chi Minh) bercerita, “Saya mulai membeli buku bekas sejak SMP, sekitar kelas 9. Waktu itu, saya asyik membaca beberapa buku, tapi beberapa eksemplarnya hilang. Buku-buku itu sudah tidak dijual lagi, jadi saya pergi ke toko buku bekas untuk mencarinya. Itulah pertama kalinya saya ikut pemilik toko mencari buku di antara tumpukan buku yang tinggi. Meski lelah, saya sangat senang dan sampai sekarang saya masih terikat dengan buku bekas. Sekarang, saya tidak lagi pergi ke toko buku hanya untuk mencari buku yang saya butuhkan, tetapi untuk menyentuh buku-buku bekas itu, dan sejak saat itu tiba-tiba tahu apa yang saya cari.”
Koneksi emosional
Setiap toko buku tua memberikan nuansa unik bagi para pembacanya: ruang yang tenang dengan suara kipas angin yang lembut, aroma samar buku-buku tua..., kontras dengan jalanan yang bising dan berdebu tepat di depannya. Di toko-toko buku yang bersebelahan di Jalan Tran Nhan Ton (Kelurahan An Dong), sekitar tengah hari, ada beberapa mahasiswa yang datang untuk membeli buku.
Ha Trang (21 tahun, mahasiswa Universitas Ekonomi dan Hukum, Universitas Nasional Ho Chi Minh) berbagi: “Setiap kali saya datang ke sini, saya merasakan sensasi penemuan. Tempat ini memberi saya perasaan nostalgia, membuat saya ingin menenangkan diri dan berpikir perlahan.”
Ada banyak alasan mengapa buku bekas masih memiliki basis pelanggan setia. Untuk buku-buku populer, atau buku-buku yang jarang digunakan, seperti majalah, buku pelajaran, dll., membeli buku bekas merupakan pilihan yang cukup ekonomis. Selain itu, banyak orang mencari buku bekas untuk membeli buku-buku yang sudah tidak dicetak lagi, menemukan edisi khusus, atau melengkapi koleksi buku yang sudah ada.
Selain itu, nilai buku-buku lama juga bergantung pada kelangkaannya. Beberapa buku telah menjadi barang koleksi dan menjadi produk yang diminati banyak orang. Itulah sebabnya setiap pelanggan memiliki kriteria tersendiri dalam memilih buku-buku lama.
Saat dipegang, buku tak hanya menghadirkan emosi bagi pembaca, tetapi juga diam-diam menyimpan emosi tersebut di setiap halamannya. Goresan pena, catatan, dedikasi, atau gambar-gambar lucu di tepi halaman menjadi daya tarik tersendiri. Bagi banyak orang, detail-detail inilah yang membuat buku terasa semakin berharga.
“Ketika saya memegang buku bertanda orang sebelumnya, saya tidak bisa tidak memikirkan bagaimana perasaan mereka saat membaca baris-baris ini, apakah mereka senang atau sedih seperti saya,” ungkap Ibu Phuong Vy.
Saat ini, beberapa toko buku lama telah memanfaatkan media sosial untuk memperkenalkan buku dan menjangkau pelanggan. Hal ini berkontribusi pada perluasan pasar buku dan menarik lebih banyak anak muda. Dapat dilihat bahwa, meskipun tren sosial berubah, masih ada orang yang memahami dan menghargai nilai waktu yang dibawa oleh buku-buku lama.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/nhung-nep-gap-giu-tron-thoi-gian-post827435.html










Komentar (0)