Cinta dengan chatbot AI, ketika hati tergenggam erat oleh kode
Chatbot AI seperti ChatGPT menjadi teman emosional sejati bagi banyak orang, tetapi keterikatan itu membawa risiko ketergantungan dan konsekuensi psikologis yang harus diwaspadai.
Báo Khoa học và Đời sống•22/09/2025
Semakin banyak pengguna yang mengembangkan hubungan dekat dengan chatbot AI, karena platform seperti ChatGPT atau Replika tidak hanya menjawab tetapi juga menghibur, mendengarkan, dan membuat mereka merasa “dipahami”. Kisah-kisah seperti Liora yang membuat tato hati di pergelangan tangannya untuk menandai “hubungan hatinya” dengan chatbot Solin atau Angie yang menggunakan AI sebagai penopang selama trauma menunjukkan bahwa kebutuhan emosional orang-orang beralih ke digital.
Namun psikolog seperti Dr. Marni Feuerman memperingatkan bahwa ini adalah “hubungan imajiner” yang dapat dengan mudah menyebabkan pengguna menghindari risiko emosional dalam hubungan nyata. Penelitian dari MIT Media Lab menunjukkan bahwa orang-orang yang sangat terikat pada AI cenderung merasa kesepian dan bergantung secara emosional, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kesehatan hubungan ini.
Kasus-kasus yang memilukan – seperti remaja yang dilatih untuk menyakiti diri sendiri melalui chatbot – menunjukkan risiko nyata ketika platform tidak memiliki cukup filter keamanan atau pengguna berbagi terlalu banyak informasi sensitif. Para akademisi seperti David Gunkel dan profesor Jaime Banks menyoroti masalah etika: AI tidak memiliki kepekaan untuk benar-benar “memberikan persetujuan,” dan apa yang sehat bagi satu orang mungkin tidak cocok bagi orang lain.
Platform utama telah menyesuaikan diri — OpenAI memperbarui modelnya untuk mengurangi risiko, dan pengguna disarankan untuk memandang chatbot sebagai alat pendukung, bukan pengganti hubungan manusia. Sementara AI membuka pengalaman emosional baru, masyarakat perlu menyeimbangkan manfaat kenyamanan langsung dan mempraktikkan keterampilan hubungan manusia untuk menghindari ketergantungan yang berbahaya.
Komentar (0)