Meskipun ada tanda-tanda menghangatnya hubungan antara Jepang dan NATO baru-baru ini, keanggotaan dalam aliansi tersebut masih merupakan kemungkinan yang jauh. Rencana pembukaan kantor penghubung NATO di Tokyo dapat dipandang sebagai langkah yang tepat dalam konteks peningkatan kerja sama keamanan kedua belah pihak dalam situasi baru ini. Namun, ini tidak berarti Jepang akan dapat menjadi anggota aliansi militer ini.

Dalam konteks Rusia dan Cina yang menentang langkah NATO di Asia, Jepang harus lebih berhati-hati dalam keputusan terkaitnya, karena jika tidak, hal itu dapat menciptakan situasi konfrontatif yang tidak menguntungkan bagi stabilitas regional.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida saat berkunjung ke Jepang pada Januari 2023. Foto: Nato.int

Namun, Jepang dan NATO baru-baru ini semakin dekat di tengah kekhawatiran keamanan bersama terkait kawasan Indo - Pasifik dan konflik di Ukraina. Menurut Perdana Menteri Kishida, Jepang tidak akan mengajukan keanggotaan NATO meskipun Tokyo terus bekerja sama dengan aliansi tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

Mengizinkan pembukaan kantor NATO di Tokyo dapat menjadi pilihan bagi Jepang untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan NATO tanpa menimbulkan reaksi negatif di kawasan. Baru-baru ini, dunia telah menyaksikan perubahan penting dalam kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang, termasuk penerapan "Strategi Keamanan Nasional", "Strategi Pertahanan Nasional", dan "Program Peningkatan Kapasitas Pertahanan" dengan tujuan yang jelas untuk memperkuat kekuatan militer dan kapabilitas pertahanan. Kehadiran badan NATO semacam itu di Tokyo, dalam beberapa aspek, akan sejalan dengan tujuan pertahanan dan keamanan yang sedang diupayakan Jepang, karena akan berkontribusi pada penguatan kerja sama antara Jepang dan aliansi militer NATO, yang menguntungkan kedua belah pihak.

Namun, belum jelas apa peran spesifik kantor penghubung NATO di Jepang, bagaimana operasionalnya, dan bagaimana hubungan serta kerja samanya dengan negara tuan rumah, karena kedua belah pihak masih membahas rencana NATO. Jika terbentuk, kantor ini akan menjadi kantor pertama NATO di Asia, yang bertujuan untuk memfasilitasi konsultasi antara NATO dan sekutu regionalnya seperti Australia, Selandia Baru, dan Korea Selatan. Sumber yang dikutip oleh Nikkei Asia mengatakan bahwa NATO mungkin akan mengirimkan atase militer ke Jepang untuk memfasilitasi konsultasi dengan para pejabat sekutu.

Menurut Kyodo, Perdana Menteri Kishida diperkirakan akan mengadakan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg di sela-sela KTT NATO pada bulan Juli untuk membahas rencana pembukaan kantor penghubung NATO di Tokyo. Perdana Menteri Jepang Kishida mengonfirmasi usulan NATO untuk membuka kantor perwakilan di Tokyo. Ia juga menambahkan bahwa isu tersebut akan dibahas di Parlemen dan belum ada keputusan yang diambil.

Bagi NATO, rencana pembukaan kantor di Tokyo mencerminkan ambisi aliansi tersebut, yang dalam beberapa tahun terakhir secara terbuka berupaya memposisikan diri di Asia dengan meningkatkan hubungan dengan sekutu-sekutunya di kawasan tersebut. Musim panas lalu, NATO mengundang beberapa negara Indo-Pasifik ke KTT-nya untuk pertama kalinya. Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia diperkirakan akan menghadiri KTT NATO pada bulan Juli.

Di pihak Jepang, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi menegaskan bahwa Tokyo dan NATO memiliki hubungan yang telah lama terjalin. Hubungan ini semakin erat dengan kunjungan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg ke Jepang Januari lalu.

Dalam kunjungan tersebut, Perdana Menteri Jepang menyatakan bahwa Jepang akan membentuk delegasi tetap Jepang di markas besar NATO tahun ini untuk mempromosikan kegiatan kerja sama spesifik. Menurut Menteri Luar Negeri Yoshimasa Hayashi, permintaan Tokyo agar NATO membuka kantor penghubung di Jepang adalah untuk mengatasi tantangan keamanan yang muncul di kawasan tersebut. Konflik di Ukraina telah berdampak lintas batas di Eropa, membuat dunia semakin tidak stabil, sehingga memaksa Jepang untuk mengevaluasi kembali postur keamanannya di kawasan tersebut.

Kerja sama yang lebih erat dengan NATO saat ini sangat membantu Tokyo dalam mewujudkan tujuan diversifikasi hubungan kerja sama militer, mencari mitra militer baru di kawasan maupun di dunia. Bergabung dengan NATO tidaklah wajib, setidaknya untuk saat ini, karena kerja sama bilateral yang didasarkan pada kemitraan yang setara dan saling menguntungkan akan membantu Tokyo menjadi lebih mandiri dan bebas dalam mengambil keputusan dan bertindak, alih-alih terikat oleh peraturan aliansi. Belum lagi langkah ini dapat mengubah struktur keamanan yang telah terbentuk di kawasan Asia-Pasifik di mana Jepang memainkan peran penting.

MAI NGUYEN