Vietnam.vn - Nền tảng quảng bá Việt Nam

Tidurlah dengan tenang di punggung ibu

Balkon malam ini berkilauan dengan cahaya bulan berwarna gading. Sudut jalan yang termenung bersemayam di sayap malam, atap-atap yang berkilauan di bawah sinar bulan tampak sedang tertidur.

Báo Long AnBáo Long An16/10/2025

(Gambar ilustrasi digambar oleh AI)

Balkon malam ini berkilauan dengan cahaya bulan berwarna gading. Sudut jalan yang termenung bersemayam dalam sayap-sayap malam, atap-atap yang berkilauan di bawah sinar bulan tampak tertidur. Aku menatap bulan seolah menyimpan banyak rahasia jalanan. Rakit angin bergerak lamban dengan aroma bunga yang mekar di malam hari. Gang kecil bergema dengan suara jangkrik, datang entah dari mana, berkicau lirih di tengah keheningan di sekitar. Suara jangkrik membawaku kembali ke malam-malam pedesaan yang damai berkilauan dengan cahaya bulan keemasan, aku duduk di pangkuan ibuku di atas ranjang bambu yang diletakkan di depan teras kakek-nenekku, di hadapanku terbentang ladang berangin yang luas.

Aku teringat senja-senja yang damai, ketika orang-orang di kampung halamanku sering makan malam sangat awal, ketika matahari baru saja terbenam di balik pepohonan yang sunyi di cakrawala. Saat itulah TV tua di rumahku masih redup dan tak bersinyal, dan setiap sore anak-anak desa berlarian bermain di halaman dan ladang hingga lelah. Sepulang bermain, aku akan menuangkan seember air sumur dingin dan menggosok-gosokkan punggungku ke dinding sumur untuk mandi dan membersihkan diri, lalu aku akan duduk bersama seluruh keluarga untuk menyantap hidangan hangat berasap. Malam perlahan tiba di luar beranda, burung-burung akan berkicau dan kembali ke sarangnya. Ketika bulan terbit tinggi, itu juga saatnya pekerjaan rumah selesai, ibuku sering mengajakku ke rumah kakek-nenekku untuk mengobrol. Nenekku melahirkan sepuluh anak, dan setelah melalui banyak suka duka dalam hidup, ibuku adalah satu-satunya anak perempuan yang tersisa.

Jalan tanah dari rumahku menuju rumah nenekku berkelok-kelok melewati pagar tanaman kembang sepatu yang mekar bak lentera, taman yang menguarkan aroma buah yang ranum, lereng singkong tempat kami biasa memetik daun untuk membuat kalung, pohon mangga yang tinggi, dan rumpun bambu tua yang menebarkan bayangan di kedua sisinya. Aku ingat malam-malam pertengahan bulan, jalan itu tampak disepuh cahaya bulan yang jernih, bayangan ibuku berayun panjang di samping bayangan kecilku. Ibuku menggenggam tanganku dan berjalan pelan di tengah cahaya bulan. Sesampainya di rumah nenekku, aku dan ibuku sering duduk di atas dipan bambu yang terkadang berderit, menggemakan suara waktu, di tengah beranda tempat angin pedesaan bertiup. Nenekku duduk di tempat tidur gantung yang tergantung di dalam rumah, di samping jendela yang terbuka ke beranda depan. Dipan bambu itu diletakkan dekat jendela agar ibu dan nenekku dapat saling mendengar dengan jelas hanya dengan berbisik pelan.

Pada malam-malam yang diterangi cahaya bulan, nenek saya akan mematikan semua lampu di rumah, hanya menyisakan bohlam loquat di altarnya. Menatap rumah kecil itu, bohlam loquat memancarkan lingkaran cahaya yang sederhana namun hangat. Rumah nenek saya menghadap ke hamparan ladang yang diterangi cahaya bulan, dan di malam hari, angin segar yang harum berhembus silih berganti, melompat-lompat seperti sekawanan anak-anak yang riang berlarian ke teras depan. Memandang ke ladang-ladang yang sepi, sesekali saya melihat beberapa lampu yang tampak menjulang di kejauhan. Kata ibu saya, itu adalah orang-orang dari kampung halaman saya yang sedang menyinari lampu mereka untuk menangkap kepiting. Kepiting-kepiting itu sering muncul ke permukaan pada malam-malam yang diterangi cahaya bulan untuk bercinta.

Aku bersandar di pangkuan ibuku, menatap bulan bagaikan cakram keemasan di atas karpet beludru tebal. Dalam kehangatan ibuku dan kisah-kisah nenekku yang tak berujung, aku berbaring mengejar bayangan awan-awan yang melayang diam di hadapanku. Angin perlahan mereda, setiap hembusan angin lembut menuntunku untuk tertidur. Di bawah cahaya bulan yang menerawang, aku tidur telentang di punggung ibuku sepanjang perjalanan dari rumah nenekku ke rumahku. Keesokan paginya, terbangun di tempat tidur yang familiar, aku bertanya kepada ibuku kapan aku tertidur tadi malam, dan cerita nenekku yang mana yang masih belum selesai. Aku hanya tahu bahwa setelah tidur-tidur seperti itu, selalu ada rasa damai yang tersisa dalam diriku.

Kini, sambil bersandar, kusadari bahwa menjadi anak kecil yang tidur di punggung ibuku adalah kebahagiaan masa kecilku yang tak berujung. Terkadang, ketika membaca puisi: "Cu Tai Kecil tidur di punggung ibuku. Tidurlah dengan nyenyak, jangan tinggalkan punggung ibuku" karya penyair Nguyen Khoa Diem, aku merindukan ibuku. Jalan berliku antara rumah kakek-nenek dari pihak ibu dan rumahku tiba-tiba muncul di benakku. Tak ingin membangunkanku saat aku sedang tidur, ibuku dengan lembut menggendongku kembali di jalan itu. Kini, di tengah hiruk pikuk mencari nafkah, terkadang aku rindu meringkuk dalam tidur nyenyak di kampung halamanku. Angin damai dari ladang, bagai lagu daerah, akan mengusir segala kekhawatiran dan masalah. Hanya ada sosok lembut ibuku di bawah sinar rembulan kampung halamanku dan mimpi-mimpi jernih tanpa jejak kesombongan hidup…/.

Tran Van Thien

Sumber: https://baolongan.vn/binh-yen-giac-ngu-tren-lung-me-a204639.html


Topik: tenang

Komentar (0)

No data
No data

Dalam topik yang sama

Dalam kategori yang sama

Bunga 'kaya' seharga 1 juta VND per bunga masih populer pada tanggal 20 Oktober
Film Vietnam dan Perjalanan Menuju Oscar
Anak muda pergi ke Barat Laut untuk melihat musim padi terindah tahun ini
Di musim 'berburu' rumput alang-alang di Binh Lieu

Dari penulis yang sama

Warisan

Angka

Bisnis

Nelayan Quang Ngai kantongi jutaan dong setiap hari setelah menang jackpot udang

Peristiwa terkini

Sistem Politik

Lokal

Produk