Pasal 1 ayat 584 KUHPerdata tahun 2015 tentang dasar tanggung jawab ganti rugi mengatur:
1. Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang merugikan kehidupan, kesehatan, kehormatan, martabat, nama baik, harta benda, hak, atau kepentingan sah lainnya dari orang lain dan menimbulkan kerugian, wajib mengganti kerugian, kecuali dalam hal-hal yang diatur lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ini atau peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
2. Orang yang menimbulkan kerugian tidak berkewajiban untuk memberikan ganti rugi, jika kerugian itu timbul karena keadaan memaksa (force majeure) atau sepenuhnya karena kesalahan pihak yang dirugikan, kecuali jika diperjanjikan lain atau ditentukan lain oleh undang-undang.
Kewajiban untuk memberikan ganti rugi atas kerugian nonkontraktual hanya timbul apabila semua unsur berikut ini terpenuhi:
Harus ada kerusakan: Kerusakan mencakup kerusakan fisik dan kerusakan akibat kehilangan mental.
- Kerugian materiil meliputi: kerugian akibat pelanggaran hak milik; kerugian akibat pelanggaran kesehatan; kerugian akibat pelanggaran kehidupan; kerugian akibat pelanggaran kehormatan, martabat, dan nama baik.
- Kerugian akibat kerugian rohani pribadi dipahami sebagai kerugian yang menyangkut kesehatan, kehormatan, martabat, dan reputasi korban yang dirugikan, atau nyawa korban yang dirugikan, yang mengakibatkan keluarga terdekat korban menderita kesakitan, kesedihan, kehilangan emosi, hilangnya harga diri, atau dijauhi oleh teman-teman karena kesalahpahaman... dan perlu diberi ganti rugi dengan sejumlah uang sebagai ganti kerugian yang telah dideritanya.
Kerugian yang ditimbulkan akibat kerugian rohani terhadap badan hukum dan badan-badan lain yang bukan badan hukum (secara kolektif disebut organisasi) dipahami disebabkan oleh kehormatan dan nama baik yang dilanggar, organisasi menjadi berkurang atau kehilangan kredibilitas, kepercayaan... karena disalahpahami dan perlu diberi ganti rugi dengan sejumlah uang untuk mengganti kerugian yang harus diderita organisasi tersebut.
Harus ada tindakan yang menimbulkan kerugian: Tindakan ilegal adalah perilaku manusia tertentu yang dinyatakan melalui tindakan atau tidak adanya tindakan yang melanggar kehidupan, kesehatan, kehormatan, martabat, reputasi, properti, hak, dan kepentingan sah lainnya dari orang lain.
Kecelakaan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, harus diberi ganti rugi.
Harus ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan: Kerugian harus merupakan akibat yang tak terelakkan dari perbuatan, dan sebaliknya, perbuatan harus merupakan penyebab langsung dari kerugian.
Dalam menyelesaikan sengketa ganti rugi di luar kontrak, asas-asas ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata Tahun 2015 perlu dijalankan dengan baik. Kesepakatan para pihak mengenai besarnya ganti rugi, bentuk ganti rugi, dan cara pemberian ganti rugi harus dihormati, sepanjang kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum atau etika sosial.
Pasal 1 ayat 590 KUHPerdata tahun 2015 tentang kerugian akibat pelanggaran kesehatan mengatur:
1. Kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran kesehatan meliputi:
a) Biaya yang wajar untuk perawatan, rehabilitasi, pemulihan kesehatan, dan fungsi yang hilang atau berkurang dari orang yang terluka;
b) Pendapatan aktual yang hilang atau berkurang dari orang yang terluka; jika pendapatan aktual orang yang terluka tidak stabil dan tidak dapat ditentukan, maka pendapatan rata-rata dari jenis pekerja yang sama akan berlaku;
c) Biaya-biaya yang wajar dan pendapatan aktual yang hilang dari orang yang merawat orang yang terluka selama masa perawatan; jika orang yang terluka kehilangan kemampuan untuk bekerja dan memerlukan perawatan rutin, ganti rugi tersebut mencakup biaya-biaya yang wajar untuk merawat orang yang terluka;
d) Kerugian lain sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
2. Orang yang bertanggung jawab atas kompensasi jika terjadi kerusakan pada kesehatan orang lain wajib mengganti kerugian sebagaimana diatur dalam Klausul 1 Pasal ini dan sejumlah uang lain untuk mengganti kerugian mental yang diderita orang tersebut. Besaran kompensasi untuk kerusakan mental harus disepakati oleh para pihak; jika tidak tercapai kesepakatan, besaran maksimum untuk orang yang kesehatannya terganggu tidak boleh melebihi lima puluh kali gaji pokok yang ditetapkan oleh Negara.
Oleh karena itu, dalam hal berpartisipasi dalam lalu lintas, baik sengaja maupun tidak sengaja yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas, pihak yang terluka tetap wajib mengganti kerugian. Besarnya ganti rugi akan disepakati terlebih dahulu oleh para pihak.
Apabila tidak tercapai kata sepakat, maka penyelesaiannya akan dilakukan dengan asas tanggung jawab ganti rugi atas kerugian akibat pelanggaran kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 585 KUH Perdata Tahun 2015 yang berpedoman pada Pasal 3 Resolusi 02/2022/NQ-HDTP dan Pasal 590 KUH Perdata Tahun 2015 yang berpedoman pada Pasal 7 Resolusi 02/2022/NQ-HDTP Dewan Peradilan Mahkamah Agung.
[iklan_2]
Sumber






Komentar (0)