Butir a ayat 4 pasal 95 UUPA tahun 2013 secara tegas menyatakan bahwa pengguna tanah wajib mendaftarkan perubahan hak atas tanah ketika mengalihkan hak guna tanah.
Selain itu, Pasal 95 Ayat 6 Undang-Undang ini juga menentukan: " Dalam hal pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, h, i, k, dan l Ayat 4 Pasal ini, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal perubahan, pengguna tanah wajib melaksanakan tata cara pendaftaran perubahan; dalam hal pewarisan hak guna tanah, tenggang waktu pendaftaran perubahan dihitung sejak tanggal selesainya pembagian hak guna tanah sebagai pewarisan. "
Oleh karena itu, ketika terjadi pengalihan hak guna tanah, para pihak wajib melakukan prosedur pendaftaran perubahan (pemindahan nama Buku Merah). Pendaftaran perubahan harus dilakukan paling lambat 30 hari sejak tanggal perubahan.
Pembeli mungkin menghadapi banyak risiko hukum selama proses penggunaan tanah jika mereka telah melakukan transaksi pembelian tanah tetapi belum mengalihkan hak milik.
Jika terjadi transfer uang tetapi tidak mentransfer buku merah, pembeli mungkin menghadapi risiko berikut:
- Sengketa mungkin timbul selama penggunaan lahan;
- Secara dokumen hukum, tanah tersebut masih milik “pemilik lama”, jika terjadi sengketa, sulit bagi pembeli untuk mendapatkan jaminan hak-haknya;
- Pembeli dilarang melakukan transaksi yang berhubungan dengan hak guna tanah seperti: Mengalihkan kepada orang lain, menghibahkan, mewariskan;
- Dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Keputusan 91/2019/ND-CP
Pembeli mungkin menghadapi banyak risiko hukum selama proses penggunaan lahan jika mereka telah melakukan transaksi pembelian lahan tetapi belum mengalihkan hak kepemilikan. Jadi, apa yang harus dilakukan pembeli untuk memastikan hak mereka dalam kasus ini?
Apabila setelah dilakukan kontak untuk berunding dan mencapai kesepakatan mengenai pendaftaran perubahan hak atas tanah, namun pembeli dengan sengaja menghindar dan tidak melaksanakan prosedur perubahan nama atau tidak bekerja sama dalam melaksanakan prosedur tersebut, maka pembeli berhak mengajukan gugatan ke pengadilan untuk meminta penyelesaian melalui jalur hukum.
Berdasarkan ketentuan hukum acara perdata, setiap orang yang mengajukan gugatan harus mempunyai alat bukti berupa surat-surat dan alat bukti yang sah untuk membuktikan permohonan gugatan tersebut, jika tidak maka gugatan tersebut akan ditolak oleh pengadilan.
Pada saat melampirkan dokumen dan bukti pada permohonan, tidak perlu melampirkan semua yang dimiliki pemohon, cukup melampirkan dokumen dan bukti yang membuktikan permohonan permohonan saja.
Sesuai dengan Pasal 26 Ayat 9 huruf a, Pasal 35 Ayat 1 dan Pasal 39 Ayat 1 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Tahun 2015, penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Kotamadya, Kotamadya Provinsi, Kotamadya Pusat) tempat kedudukan tanah sengketa, apabila sengketa tersebut terjadi antara rumah tangga atau perseorangan yang memanfaatkan tanah tersebut.
Apabila para pihak telah membuat perjanjian pengalihan hak atas tanah, tetapi belum disahkan oleh notaris atau akta otentik, maka transaksi pengalihan hak atas tanah tersebut tidak diakui oleh hukum dan batal demi hukum sesuai dengan Pasal 129 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tahun 2015 (karena melanggar syarat formil yang harus dipenuhi, yaitu diakta notaris dan disahkan oleh notaris).
Dengan demikian, akibat hukum suatu perjanjian yang tidak sah berdasarkan Pasal 407 KUHPerdata Tahun 2015 Ayat 2 dan 3 adalah tidak menimbulkan hak dan kewajiban para pihak.
Oleh karena itu, ketika mengajukan gugatan untuk menyelesaikan sengketa, pengadilan akan memerintahkan para pihak untuk mengembalikan keadaan semula, penjual mengembalikan uang, dan pembeli mengembalikan tanah. Pihak yang bersalah karena membatalkan kontrak wajib mengganti kerugian.
BAO HUNG
[iklan_2]
Sumber






Komentar (0)