Semakin jauh Anda melangkah, semakin Anda menghargai nilai-nilai tradisional.

"Semakin jauh saya melangkah, semakin dekat saya dengan nilai-nilai Vietnam," ujar Ibu Nhung, tangannya masih bergerak cepat di air putih susu. Perasaan itulah yang mendorongnya untuk meninggalkan pekerjaan lain dan memulai perjalanan menemukan kembali kerajinan kertas do, mulai dari mencari pohon do di hutan lebat, mempelajari setiap tahapan pembuatan kertas, hingga terus menyebarkan ruang kreatif, agar warisan ini dapat dihidupkan kembali dalam kehidupan masa kini.

Sebelum terjun ke dunia profesional, Ibu Tran Hong Nhung menghabiskan lebih dari 10 tahun bekerja di berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pengembangan masyarakat. Sebagai seseorang yang selalu memiliki kecintaan khusus terhadap budaya dan warisan Vietnam, beliau terdorong untuk melakukan sesuatu yang bernilai sosial sekaligus melestarikan identitas nasional.

Ibu Tran Hong Nhung - pendiri Zo Project.

Kesempatan untuk datang ke dó paper berawal saat ia belajar di Prancis. Jauh dari rumah, ia semakin menyadari keindahan dan nilai dari hal-hal yang tampak sederhana di tanah kelahirannya. Ia berkata: "Terkadang ketika kita berada di negara sendiri, kita tidak dapat merasakannya. Namun ketika saya pergi ke luar negeri, saya melihat keindahan tak terbatas dari benda-benda tradisional Vietnam, termasuk kertas dó."

Suatu ketika, ia menyaksikan para perajin menenun kertas. Setiap gerakannya yang manual, teliti, dan sabar membuatnya takjub. "Saya belum pernah melihat proses yang begitu teliti dan rumit." Dari kesan pertama itu, emosi perlahan berubah menjadi tindakan dan kepedulian berubah menjadi proyek. Pada Juni 2013, Proyek Zo lahir, tidak hanya untuk melestarikan teknik pembuatan kertas tradisional, tetapi juga untuk membuka mata pencaharian berkelanjutan bagi masyarakat di dataran tinggi, tempat pohon dó masih tumbuh dengan tenang.

Perjalanan untuk menghidupkan kembali warisan kertas do

Perjalanan Ibu Nhung untuk menghidupkan kembali kertas dó berawal dari kekhawatiran pribadi. Sejak 2009, ia tertarik pada kertas dó saat mempelajari kaligrafi. Namun, baru ketika ia memulai proyeknya sendiri, ia benar-benar berkomitmen dan menghadapi tantangan terbesar, yaitu menemukan bahan baku dari pohon dó. Selama 5 tahun, ia mengunjungi desa-desa pembuat kertas di Bac Ninh dan Hoa Binh (tua) untuk belajar dan menyadari bahwa bahan baku untuk membuat kertas langka, proses produksi manualnya sulit, dan harga produknya rendah, sehingga membuat para pengrajin kehilangan minat. Terkadang, ia merasa sia-sia, tetapi akhirnya ia menemukan sebuah desa terpencil di mana pohon dó masih ada.

Setelah itu, ia mulai membangun model mata pencaharian: Menghubungkan orang, memandu penanaman pohon, dan mengajarkan kerajinan. Baginya, ini bukan hanya cara berkarya, tetapi juga keyakinan yang mendalam: "Orang hanya dapat mempertahankan profesinya jika profesi tersebut dapat menopang mereka." Saat ia berusaha menghidupkan kembali profesi tersebut, di Desa Buoi—tempat lahirnya kertas Do—profesi ini hampir punah. Kelurahan Tay Ho memiliki proyek untuk merestorasi desa kerajinan, tetapi kekurangan orang untuk "menghidupkannya". Saat itu, mengetahui tentang dirinya, pihak setempat secara proaktif menghubungi dan berkoordinasi untuk memintanya mengambil alih area restorasi. Jawabannya merupakan penegasan yang kuat akan misinya: "Saya telah menunggu panggilan telepon ini selama bertahun-tahun."

Stan yang memamerkan produk Zo Project di area restorasi lingkungan Buoi.

Saat ini, di area restorasi kertas Do di 189 Trich Sai, distrik Tay Ho, Hanoi , pengunjung dapat melihat ruang yang semarak: Terdapat lokakarya kertas yang mensimulasikan proses pembuatan kertas Do, museum yang memamerkan dokumen-dokumen bersejarah, area pengalaman, dan lokakarya kreatif. Warisan bukan lagi kenangan, melainkan hidup kembali dalam setiap aktivitas sehari-hari, yang disebarkan melalui produk-produk terapan kontemporer seperti: buku, undangan, perhiasan, dan lokakarya kaligrafi.

Menegaskan kebanggaan nasional

Tak hanya konservasi, Proyek Zo juga memperluas skalanya dan berkembang ke arah yang kreatif. Kertas Do tidak hanya digunakan untuk membuat buku catatan, lukisan tangan, atau kaligrafi, tetapi juga menjadi bahan untuk produk desain, suvenir, dan pameran seni kontemporer. "Kami telah mengekspor produk ke AS dan Jepang. Dan saya mengubah area pengalaman ini menjadi ruang terbuka bagi kaum muda dan desainer untuk datang, berkreasi, dan menyelenggarakan pameran," ujar Ibu Nhung.

Ibu Nhung memandu kaum muda Prancis melalui proses menenun kertas Do.

Pada hari saya mengunjungi area restorasi di distrik Tay Ho, saya (penulis artikel) bertemu dengan seorang turis Prancis. Ia bercerita bahwa saat di media sosial, ia tak sengaja melihat foto-foto kertas Do dan tertarik dengan tampilannya yang sederhana dan alami. Ia menghubungi Ibu Nhung untuk mencoba langsung proses pembuatan kertas Do, dan untuk membuat buku uniknya sendiri. Di Zo Project saat ini, terdapat anak-anak muda yang merupakan siswa SMA yang diajari profesi ini oleh Ibu Nhung. Ada juga yang baru memulai profesi ini dan beliau mendorong dan memotivasi mereka dengan berbagai cara agar lebih termotivasi untuk tetap menekuni profesi ini.

Bagi Ibu Nhung, kertas Do merupakan pasar dengan potensi besar jika kita tahu cara memanfaatkannya secara kreatif dan meningkatkan nilainya. "Dulu, kertas Do digunakan untuk menulis buku dan mencetak lukisan Dong Ho. Sekarang kita harus berpikir lebih jauh, seperti produk desain, interior, dan hadiah seni rupa...", ujarnya.

Ibu Nhung berharap kertas dó akan menjadi bagian dari kehidupan Vietnam, seperti halnya kertas washi di Jepang yang telah merambah ke setiap sudut budaya, mulai dari kemasan, undangan, perlengkapan ibadah, hingga hadiah yang berisi pesan syukur. Baginya, kertas dó bukan sekadar kertas. Ia adalah sejarah, budaya, kehidupan spiritual, dan kebanggaan masyarakat Vietnam.

    Sumber: https://www.qdnd.vn/van-hoa/doi-song/giu-hon-giay-do-tuong-chung-da-ngu-quen-959588