Pada tanggal 4 November, di Kota Da Nang, konferensi ilmiah internasional ke-17 tentang Laut Timur melanjutkan program kerjanya dengan dua sesi tentang peran ASEAN dan pentingnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), bersama dengan dua sesi khusus yang berbagi perspektif multidimensi tentang situasi regional.

Tn. Matt Thistlethwaite - Menteri Bersama Australia untuk Luar Negeri dan Perdagangan - menegaskan pentingnya UNCLOS bagi perdamaian , stabilitas, dan penyelesaian sengketa internasional secara damai.

Ia menekankan bahwa kepatuhan terhadap hukum maritim internasional merupakan prasyarat untuk menjamin keamanan ekonomi dan mendorong kemakmuran bagi bangsa-bangsa. Meskipun tatanan dunia sedang mengalami perubahan besar, Australia tetap teguh dalam mendukung aturan dan lembaga internasional yang ada.

z7184776527320_9fed40be5e0af0cf92bb559ff7e1b768.jpg
Konferensi Internasional ke-17 tentang Laut Timur berlangsung di Kota Da Nang. Foto: AL

Dalam sesi diskusi, perwakilan diplomatik dari Uni Eropa, Kanada, Jerman, Jepang, dan Vietnam menekankan pentingnya Laut Timur; menegaskan bahwa menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Timur merupakan tanggung jawab bersama komunitas internasional. Para delegasi sepakat bahwa hukum internasional, khususnya UNCLOS, merupakan landasan dan satu-satunya cara yang layak untuk menyelesaikan masalah maritim.

Mitra ekstra-regional perlu memenuhi tanggung jawab dan komitmen mereka melalui tindakan nyata seperti meningkatkan kehadiran mereka, melindungi kebebasan navigasi, mempromosikan diplomasi multilateral dan kerja sama internasional, termasuk kerja sama dalam mengembangkan ekonomi biru.

Pendapat dalam lokakarya tersebut menyatakan bahwa peran sentral ASEAN sedang diuji dalam menghadapi berbagai isu keamanan regional, termasuk Laut Timur. ASEAN membantu membawa Laut Timur ke dalam kerangka diskusi dan kerja sama di tingkat regional. Namun, ASEAN juga memiliki beberapa keterbatasan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dari negara-negara besar. Daya tarik dan tekanan dari negara-negara besar menyebabkan perbedaan pandangan dan kepentingan di antara para anggotanya, sehingga menyulitkan ASEAN untuk mencapai konsensus mengenai isu-isu penting.

Selain itu, terdapat pendapat bahwa mekanisme penyelesaian sengketa dalam kerangka Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC) hanyalah formalitas dan kurang efektif secara praktis. Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Timur (DOC) tahun 2002 merupakan langkah maju yang penting, tetapi belum memiliki mekanisme penegakan dan pemantauan yang efektif. Proses negosiasi Kode Etik di Laut Timur (COC) masih rumit dan menghadapi banyak tantangan akibat perbedaan pandangan para pihak terkait mengenai sifat hukum dokumen tersebut dan ruang lingkup penerapannya.

z7184776540436_78728f51491dfe9871af6c866310cec8.jpg
Para delegasi berdiskusi di sela-sela lokakarya. Foto: AL

Membahas UNCLOS, mayoritas delegasi menekankan bahwa ini adalah “Konstitusi Kelautan”, yang menetapkan kerangka hukum fundamental dan komprehensif untuk kegiatan di laut, sekaligus menyediakan dasar untuk menanggapi tantangan baru seperti perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut.

Namun, para ahli menunjukkan sejumlah kasus yang sengaja memanfaatkan kompleksitas sengketa Laut Timur untuk salah menafsirkan dan menerapkan UNCLOS. Selain itu, perkembangan pesat teknologi kelautan dan perubahan iklim serta kondisi alam juga menimbulkan banyak tantangan baru bagi hukum internasional.

Pada hari kedua lokakarya, para akademisi mengusulkan berbagai solusi untuk mendorong perdamaian, stabilitas, dan ketertiban hukum di laut. Menekankan peran mekanisme sentral, para akademisi menyarankan agar ASEAN memperkuat solidaritas internal dan meningkatkan kekuatan kolektif untuk merespons tantangan; meningkatkan kerja sama dengan mitra eksternal dan mekanisme multilateral lainnya; mendorong transparansi, dialog, dan berbagi informasi untuk membangun kepercayaan, serta membangun mekanisme peringatan dini untuk mencegah risiko konflik.

Berbicara pada sesi penutupan, Dr. Nguyen Hung Son, Direktur Akademi Diplomatik, sangat mengapresiasi kualitas diskusi pada konferensi tahun ini. Pertukaran informasi ini membantu memperjelas gambaran keseluruhan kawasan, peran berbagai pihak terkait, serta dampak teknologi kelautan, kecerdasan buatan, dan kendaraan otonom terhadap keamanan maritim regional.

Lokakarya tersebut memberikan banyak gagasan dan usulan yang bermanfaat untuk memperkuat peran sentral ASEAN, memastikan pelaksanaan UNCLOS, dan menganggapnya sebagai dasar penting untuk meningkatkan perdamaian, stabilitas, dan pembangunan di kawasan.

Dr. Nguyen Hung Son menegaskan bahwa dalam konteks banyaknya ketidakpastian di dunia dan kawasan, negara-negara perlu berdialog, berbagi informasi dan membangun kapasitas untuk memperkuat persatuan dan solidaritas.

Konferensi Ilmiah Internasional ke-17 tentang Laut Timur: Solidaritas dalam Ketidakpastian Konferensi Ilmiah Internasional ke-17 tentang Laut Timur dengan tema “Solidaritas dalam Ketidakpastian” dibuka hari ini di Kota Da Nang.

Sumber: https://vietnamnet.vn/hoi-thao-quoc-te-ve-bien-dong-lan-thu-17-cung-co-vai-tro-trung-tam-cua-asean-2459385.html