Saat itu, saya menyadari bahwa saya telah membuka lembaran baru, resmi menjadi seorang siswa, juga sekolah yang selalu saya impikan sejak kecil. Dan mulai hari ini, seragam ini akan menemani saya selama bertahun-tahun belajar dan berlatih dengan bangga, penuh tanggung jawab, dan penuh aspirasi untuk berkontribusi.

Para kadet Sekolah Perwira Angkatan Darat 1 berbaris dalam formasi pada hari pembukaan. Foto: qdnd.vn

Saat menerima seragam, seluruh peleton dipenuhi haru. Duc, seorang teman yang mencintai seni, langsung meneteskan air mata saat mengenakannya. Ia mengatakan bahwa mengikuti jejak ayahnya adalah impiannya sejak kecil. Thanh, yang ceria, bercermin dan tertawa terbahak-bahak: "Saat mengenakannya, saya merasa sangat dewasa. Seandainya saya punya pacar di sini, saya pasti akan jatuh cinta padanya!" Melihat teman-teman saya, saya bisa merasakan kebanggaan di mata mereka. Komandan peleton Khanh Duy memberi kami instruksi terperinci: mulai dari cara mengancingkan kemeja, menutup tali bahu, memasang kerah, hingga cara memakai topi dengan benar. Banyak dari kami masih bingung, ada yang merasa gerah, ada yang merasa terkekang. Namun, ketika bercermin, semua orang tersenyum bangga. Seorang teman berseru: "Saya tiba-tiba merasa lebih bertanggung jawab atas diri sendiri, keluarga, dan negara saya."

Quang Huy, seorang anak laki-laki yang pendiam, mengatakan bahwa pada hari pertamanya di sekolah, melihat para senior dengan seragam militer mereka yang megah, ia bermimpi untuk berdiri di antara mereka. Kini, mimpinya telah terwujud. Huy berkata: "Saya berharap dapat segera beradaptasi, berusaha belajar dan berlatih agar tidak mengecewakan orang tua dan pilihan saya sendiri."

Bagi saya, emosi hari ini adalah kegembiraan yang bercampur dengan haru dan rasa syukur yang mendalam. Saya teringat kakek saya—seorang prajurit yang berjuang di masa-masa sulit. Saya ingat kisah-kisah yang beliau ceritakan, suaranya serak selama bertahun-tahun, tetapi matanya selalu menyala dengan keyakinan. Saya teringat orang tua saya—para kader dan dosen yang tanpa lelah mengabdikan diri untuk mendidik kader dan perwira di sekolah. Hari ini, saya merasa terhormat mengenakan seragam yang sama yang dulu disimpan kakek dan orang tua saya sebagai harta karun. Jantung saya berdebar kencang, meyakinkan diri sendiri bahwa saya akan menepati kepercayaan keluarga dan tradisi sekolah.

Seragam bukan lagi sekadar pakaian biasa, melainkan simbol kedisiplinan, kesetiaan, dan ketangguhan—nilai-nilai yang saya lihat di mata orang tua saya. Saya ingat saat-saat saya mengikuti ibu saya ke sekolah, dan ayah saya ke tempat latihan—di mana suara langkah kaki dan gema perintah terpatri kuat di benak saya sejak kecil. Semua ini telah menjadi kenyataan bagi para siswa baru angkatan ke-93, siap memulai perjalanan belajar dan berlatih mereka.

Lagu kebangsaan dikumandangkan saat upacara pembukaan. Saya berdiri tegap di antara barisan angkatan ke-93. Ayah saya duduk di kursi delegasi, tatapannya serius namun penuh cinta. Ibu saya mengangguk pelan sebagai penyemangat dalam hati. Saat itu, saya merasa seragam militer di pundak saya terasa lebih berat, bukan karena bahannya, melainkan karena tanggung jawab, keyakinan, dan cita-cita yang telah saya pilih.

Hari pembukaan hari ini membuka perjalanan baru, menandai kedewasaan saya dalam karier militer. Saya mengikuti alur sejarah sakral bahwa tiga generasi keluarga saya telah, sedang, dan akan terikat dengan Tentara Rakyat Vietnam, seiring lagu itu bergema: "Generasi ayah terdahulu, generasi anak-anak berikutnya/ Telah menjadi kawan dalam lagu mars yang sama".

NGUYEN DUY TIEN DUNG, (Sekolah Perwira Angkatan Darat 1)

    Sumber: https://www.qdnd.vn/van-hoa/van-hoc-nghe-thuat/lan-dau-khoac-len-minh-bo-quan-phuc-mau-xanh-847964