Mengambil penyakit Alzheimer sang ibu sebagai pusat tragedi, film ini menggambarkan emosi karakter secara mendalam dan menciptakan simpati pada penonton (Foto: Internet)
Tanpa drama atau keributan, "Bringing Mom Away" menyentuh hati penonton dengan kisah yang sangat nyata. Karakter Hoan (Tuan Tran), seorang tukang cukur di pinggir jalan, mencari nafkah sekaligus memikul tanggung jawab tunggal merawat ibunya, Hanh (Hong Dao), seorang perempuan yang perlahan kehilangan ingatannya akibat Alzheimer.
Penyakit itu mengubahnya menjadi "anak yang sudah dewasa": terkadang naif, terkadang melupakan anak-anaknya sendiri, bergantung pada orang lain untuk semua aktivitasnya. Bagi Hoan, hari-hari itu adalah hari-hari pengorbanan, kekhawatiran, dan banyak kali ketidakberdayaan.
Di tengah keputusasaan, Hoan memutuskan untuk membawa ibunya ke Korea, menitipkannya kepada saudara laki-lakinya yang belum pernah ia temui sebelumnya, sebuah tindakan yang terasa seperti "meninggalkan ibunya". Namun, perjalanan itu membuka banyak lapisan kenangan, banyak ikatan tak terlihat dalam keluarga, meninggalkan sebuah pertanyaan yang terpendam: Apakah kita benar-benar memahami dan menghargai orang tua kita?
Dalam kehidupan nyata, penyakit Alzheimer sama kejamnya seperti di film-film. Pasien perlahan-lahan kehilangan ingatan, kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan bahkan kehilangan kemampuan untuk mengenali kerabat mereka sendiri. Setiap hari, mereka seolah menjauh dari apa yang telah mereka cintai sepanjang hidup mereka. Dan beban itu jatuh pada keluarga, terutama anak-anak – sebuah tanggung jawab sekaligus ujian kesabaran dan kasih sayang.
Banyak keluarga menghadapi situasi yang sama seperti Hoan: Terus mengasuh anak-anak mereka atau melepaskan mereka karena tekanan ekonomi , kelelahan, atau sekadar karena kurangnya kesabaran. Ketika kenangan akan orang tua mereka memudar, akankah kasih sayang anak-anak mereka cukup dalam untuk menggantikan kenangan yang hilang?
Dalam film tersebut, terdapat adegan di mana dokter menasihati Hoan untuk lebih memperhatikan dan merawat ibunya. Hoan tercekat dan bertanya: "Pernahkah Anda merawat seseorang dengan Alzheimer?" – sebuah pertanyaan yang terdengar tak berdaya, tetapi mencerminkan perasaan banyak orang yang terlibat. Karena merawat pasien Alzheimer bukan sekadar kewajiban, melainkan perjalanan yang sulit, di mana kesabaran seringkali terkikis dari hari ke hari.
Dengan aktingnya yang halus, Hong Dao memerankan sosok seorang ibu yang lemah sekaligus hangat; sementara Tuan Tran menunjukkan kedewasaan dalam peran seorang putra yang terombang-ambing antara tanggung jawab dan impian. Akhir film ini mungkin tidak sempurna untuk semua penonton, tetapi film ini memperjelas perjalanan transformasi Hoan: dari keputusasaan hingga menemukan kebahagiaan dalam pengorbanan itu.
"Mang Me Di Bo" berakhir, tetapi gemanya tetap ada: Sebuah pengingat yang lembut namun mendalam. Para lansia, terutama mereka yang menderita Alzheimer, tak lebih membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan kesabaran. Dan terkadang, ketika mereka melupakan kita, kita harus lebih mengingat mereka./.
Tran Thoa
Sumber: https://baolongan.vn/-mang-me-di-bo-khi-dien-anh-cham-den-noi-dau-alzheimer-a201269.html
Komentar (0)